Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Husein Alkaff
Abstrak :
Virus Zika (ZIKV), dengue (DENV), dan chikungunya (CHIKV) menyebabkan penyakit Zika, dengue, dan chikungunya yang memiliki gejala klinis yang mirip sehingga rentan terhadap kesalahan diagnosis di daerah di mana virus-virus tersebut ditemukan secara simultan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat kerentanan dan respon peripheral blood mononuclear cell (PBMC) manusia yang direfleksikan dari titer virus, kuantitas RNA virus, serta ekspresi gen sitokin kemokin yang dipicu oleh infeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV secara in vitro. PBMC dipisahkan dari darah donor yang sehat. Setelah periode adaptasi dalam kultur sel, PBMC diinfeksi dengan ZIKV, DENV, dan CHIKV kemudian diinkubasi selama 48 jam. Metode plaque assay dan qRT-PCR dilakukan untuk menentukan titer virus hidup dan kuantitas RNA virus dalam sistem. Ekspresi gen TNF-a, IL-10, dan IP-10 diukur dengan metode qPCR yang dikalkulasi menggunakan metode 2-AACT. Titer virus hidup dan RNA virus intraseluler dari PBMC yang terinfeksi DENV secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan ZIKV dan CHIKV (p 0,01). Sementara itu, RNA ZIKV intra- dan ekstra-seluler memiliki kuantitas yang tertinggi (p 0,01). Ekspresi gen sitokin TNF-a meningkat pada semua PBMC yang terinfeksi arbovirus, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar virus. Ekspresi gen sitokin IL-10 mengalami penurunan yang signifikan pada PBMC yang terinfeksi DENV sebesar 0,52 0,29 kali relatif terhadap PBMC tak terinfeksi. Di sisi lain, terdapat peningkatan ekspresi gen kemokin IP-10 pada PBMC yang terinfeksi DENV sebesar 107,80 54,88 kali relatif terhadap PBMC tak terinfeksi. Profil ekspresi gen sitokin kemokin dari PBMC yang terinfeksi DENV menunjukan respon inflamasi yang paling tinggi dibandingkan dengan PBMC yang terinfeksi ZIKV dan CHIKV yang ditunjukan dari peningkatan ekspresi gen sitokin TNF-a dan kemokin IP-10 serta penurunan ekspresi gen sitokin IL-10. Analisis korelasi menunjukan bahwa terdapat korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara respon inflamasi yang ditunjukan oleh PBMC dengan titer arbovirus hidup dan kuantitas RNA arbovirus yang menginfeksi PBMC. Penelitian ini merupakan studi pertama yang secara langsung membandingkan kerentanan dan profil sitokin kemokin dari PBMC yang terinfeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV. Terbatasnya jumlah donor PBMC serta jenis sitokin/kemokin yang dianalisis merupakan keterbatasan utama penelitian ini. Oleh karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut yang dapat menganalisis profil sitokin/kemokin secara lengkap. Sehingga, pengetahuan mengenai profil tersebut dapat digunakan untuk pengembangan biomarker yang dapat membedakan antara infeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV. ......The Zika (ZIKV), dengue (DENV), and chikungunya (CHIKV) viruses are the causative agent of Zika, dengue, and chikungunya diseases manifested as similar clinical symptoms which may lead to misdiagnosis in the area where these viruses simultaneously exist. This study aims to investigate the susceptibility and response of human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) reflected from the virus titer, viral RNA quantity, and cytokine chemokine genes expression against in vitro ZIKV, DENV, and CHIKV infections. PBMCs were isolated from the whole blood of healthy donors. Following the cell culture adaptation period, the PBMCs were infected with ZIKV, DENV, and CHIKV allowing exposure for 48 hours post-infection. The standard plaque assay method and qRT-PCR were performed to determine the viable virus titer and viral RNA quantity in the system, respectively. The relative gene expression of TNF-a, IL-10, and IP-10 was determined using qPCR employing the 2-AACT method. Both levels of viable virus and intracellular viral RNA quantity were significantly lower in DENV compared to ZIKV and CHIKV (p 0,01). Meanwhile, ZIKV RNA quantity was the highest in intra- and extra-cellular (p<0,01). The TNF-a cytokine gene was up-regulated in all virus-infected PBMCs, but there was no significant difference among them. The IL-10 cytokine gene expression was down-regulated to 0,52 0,29 times relative to the uninfected PBMC in DENV-infected PBMCs. On the other hand, the IP-10 chemokine gene expression was up-regulated to 107,80 54,88 times relative to the uninfected PBMC in ZIKV-infected PBMCs. The cytokine/chemokine gene expression profile of DENV-infected PBMCs showed the most rigorous inflammation response compared to ZIKV- and CHIKV-infected PBMCs which reflected from the up-regulation of TNF-a cytokine gene and IP-10 chemokine gene also the down-regulation of IL-10 cytokine gene. Correlation analysis showed a strong and significant negative correlation between inflammation response from PBMC with viable arbovirus titer and arbovirus RNA quantity which infected the PBMC. Our study is the first study to directly compare the susceptibility and cytokine/chemokine profile of ZIKV-, DENV-, and CHIKV-infected PBMCs. The limitation of our study including the number of PBMCs donor and the incomplete set of cytokine/chemokine which was examined. Therefore, further investigation is needed to obtain the complete cytokine chemokine profile. Thus, these profiles can be used for the development of biomarkers which can distinguish between ZIKV, DENV, and CHIKV infection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desmita Artalina
Abstrak :
Aktivitas manusia di sekitar tambak silvofishery berpotensi menyumbang limbah dan meningkatkan ancaman polusi logam berat. Jumlah limbah logam berat, terutama dari industri yang masuk ke dalam perairan tambak diduga memengaruhi organisme akuatik yang berada di dalamnya. Keong bakau (Telescopium telescopium) dan kepiting bakau (Goniopsis pelii) adalah biota non-budaya yang hadir di tambak silvofishery dan dikonsumsi oleh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kandungan logam berat pada keong bakau, kepiting bakau dan sedimen pada tambak silvofishery Blanakan-Subang. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April 2018, di tiga stasiun dengan metode purposive random sampling. Kandungan logam berat dianalisis menggunakan spektrofotometri serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb tertinggi terdapat pada keong bakau di stasiun 3 sebesar 19,46 mg kg. Kandungan Cu dan Zn tertinggi terdapat pada kepiting bakau di stasiun 2 masingmasing sebesar 33,77 mg/kg dan 22,54 mg kg. Secara umum, pada sedimen kandungan Zn Cu Pb. Kandungan Pb, Cu dan Zn tertinggi di sedimen terdapat di stasiun 2 masing-masing sebesar 19,55 mg kg, 6,76 mg kg, dan 68,56 mg kg. Uji Manova dua arah menunjukkan bahwa jenis/ variabel (keong bakau, kepiting bakau, sedimen) dan lokasi (stasiun, inlet/ outlet) berpengaruh nyata terhadap nilai Pb, Cu dan Zn. Nilai faktor biokonsentrasi 1 menunjukkan bahwa keong bakau dan kepiting bakau memiliki kecenderungan untuk mengakumulasi logam berat. Berdasarkan BPOM No 03725-B-SK-VII-89, masyarakat harus lebih berhati-hati dalam mengkonsumsinya. Selanjutnya, keong bakau dan kepiting bakau dapat digunakan sebagai bioindikator untuk mengendalikan pencemaran lingkungan.
Human activities around the silvofishery ponds potentially contribute waste and promote heavy metals pollution threats. High input of this metals, especially from industry waste that entered the ponds suspected affect aquatic organism inside it. Mangrove snail (Telescopium telescopium) and mangrove crab (Goniopsis pelii) are non-cultured biota which is present at silvofishery ponds and consumed by humans. This research aimed to determine metals content in mangrove snail, mangrove crab and sediment at Blanakan silvofishery ponds. Sampling was done on April 2018, at three stations using purposive random sampling. Metals content were analysed using atomic absorption spectrophotometry. Result showed that the highest Pb content was in mangrove snail at station 3 at 19,46 mg kg. The highest Cu and Zn content was in mangrove crab at station 2 at 33,77 mg kg and 22.54 mg kg respectively. Generally, metals content in sediment was Zn Cu Pb. The highest content of Pb, Cu and Zn in sediment was at station 2 at 19,55 mg kg, 6,76 mg kg, dan 68,56 mg kg respectively. Manova test showed that variables (mangrove snail, mangrove crab, sediment) and location (station, inlet/outlet) significantly affect the value of Pb, Cu and Zn. The bioconcentration values 1 showed that mangrove snail and mangrove crab has a tendency to accumulate heavy metals. Based on BPOM No 03725-B-SK-VII-89, people must be more careful in consuming them. In the future, mangrove snail and mangrove crab can be used as bioindicator to control environmental pollution.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Ednin Vernia
Abstrak :
ABSTRAK Tingginya permintaan jalak putih (Acridotheres melanopterus) di pasaran tidak diiringi dengan populasi yang melimpah di alam. Jalak putih pada saat ini sudah sulit ditemukan di alam liar dengan status Critically Endangered atau kritis (IUCN). Oleh karena itu manusia mulai melakukan penangkaran terhadap burung ini untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun sebagai usaha pelestarian. Banyaknya penangkaran yang bermunculan tidak dibarengi dengan cukupnya pengetahuan penangkar mengenai jalak putih. Kenyataan bahwa jalak putih terbagi kedalam tiga spesies tidak banyak diketahui oleh penangkar dalam mengawinkan jalak putih. Hal ini mengakibatkan banyaknya perkawinan silang baik sengaja ataupun tidak disengaja antar spesies jalak putih di penangkaran. Fenomena hibridisasi yang terjadi di penangkaran dapat menuntun jalak putih menuju kepunahan dikarenakan spesies murni perlahan hilang. Jalak Putih hibrida secara langsung dapat diketahui dari ciri-ciri morfologinya yang berbeda dengan spesies murni jalak putih. Secara morfologi, pengamatan langsung dapat dilakukan untuk mengidentifikasi ciri-ciri jalak putih hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri utama yang membedakan jalak putih hibrida dengan murni terdapat pada bagian bulu punggung. Jalak putih hibrida memiliki bulu abu-abu di bagian punggung sedangkan jalak putih murni berwarna putih bersih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa manajemen penangkaran jalak putih di Indonesia masih banyak didasarkan pada pengalaman. Belum ada penelitian yang secara khusus meneliti fenomena hibridisasi pada jalak putih sehingga hasil penelitian ini juga sangat penting untuk menghasilkan dasar-dasar pengetahuan mengenai jalak putih hibrida yang akan sangat bermanfaat bagi usaha pelestarian burung ini di masa depan.
ABSTRACT The high demand for black-winged myna (Acridotheres melanopterus) on the market is not accompanied by an abundant population in the nature. Black-winged myna is now difficult to find in the wild with critical endangered or critical (IUCN) status, therefore humans began to capture these birds for the market needs or as a conservation programs. The number of captive breeding is not accompanied by sufficient knowledge of the breeders about the black-winged myna. The fact that black-winged mynas are divided into three species is not known by many breeders in mating the black-winged myna. This is making the risk of cross-breeding or hibridization higher whether intentionally or not between the species of black-winged myna in captivity. The hybridization phenomenon that occurs in captivity can lead the black-winged myna to extinction after the pure species are replaced by the hybrids. Hybrid black-winged myna can be identified directly from the different morphological characteristics compared to pure white starlings. Morphologically, direct observations can be made to identify the characteristics of hybrid black-winged myna. The results of the study show that the main features that belongs to the hybrids is can be found on the back feathers. Hybrid black-winged myna is having gray feather on the back while pure white starlings are pure white. The results also show that the management of black-winged myna captive breeding in Indonesia is still have a lot of tings to be fixed. There are no studies specifically for the hybridization phenomenon in the black-winged myna. The results of this study are also very important as a base to produce the basics management and information that will be very helpful for the conservation program of the birds in the future.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irfan Sriyono Putro
Abstrak :
Pada saat ini, pengukuran sifat dan karakteristik madu yang menjadi dasar untuk penentuan kualitas madu dilakukan dengan metode berbasis laboratorium yang umumnya memiliki sifat merusak, memerlukan waktu yang lama, satu alat untuk satu pengukuran dan memerlukan penanganan yang khusus. Penelitian ini ditujukan untuk membuat suatu sistem pengukuran berbasis citra hiperspektral yang memiliki sifat tidak merusak, cepat, mudah, dan terintegrasi untuk memprediksi beberapa sifat madu antara lain massa jenis, TSS Total Soluble Solid), konduktivitas listrik, dan pH madu, serta mampu untuk melakukan pengenalan produsen madu. Sistem pengukuran yang dikembangkan menggunakan kamera hiperspektral yang mampu mendeteksi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang 400-1000 nm. Sistem pengolahan citra meliputi pengkoreksi citra, pemilihan area pengukuran, pengekstraksi ciri, pereduksi data, pemodelan pengenalan produsen madu dan pemodelan prediksi sifat madu. Algoritma pereduksi data yang digunakan meliputi PCA (Principal Component Analysis), PLS (Partial Least Square), dan ICA (Independent Componen Analysis). Algoritma pengenalan produsen madu meliputi algoritma DT (Decission Tree), kNN (k Nearest Neighbor), SVM (Support Vector Machine). Algoritma pemodelan prediksi sifat madu meliputi RT (Regression Tree), SVR (Support Vector Regression), dan GPR (Gaussian Process Regression). Sampel madu yang digunakan untuk menguji kinerja sistem yang dikembangkan terdiri atas 140 sampel yang didapatkan dari 3 produsen madu, dimana masing masing produsen mempunyai 9 sumber flora yang berbeda beda. Evaluasi terhadap kinerja sistem dilakukan dengan analisis nilai akurasi pada klasifikasi, serta koefisien determinasi (R2) dan RMSE (Root Mean Square Error) pada regresi. Hasil yang diperoleh menunjukan algoritma PLS-kNN sebagai algoritma terbaik untuk klasifikasi produsen madu dengan tingkat akurasi 79,3%. Algoritma PCA-GPR merupakan algoritma terbaik untuk prediksi nilai massa jenis, TSS, dan konduktivitas listrik dengan nilai R2 sebesar 0,889, 0,801, 0,875 dan RMSE dengan nilai 0,012, 1,738, 0,074. Algoritma terbaik untuk prediksi nilai pH madu adalah PLS-GPR dengan nilai R2 sebesar 0,904 dan RMSE 0,107. Secara umum, sistem yang dikembangkan telah berhasil melakukan pengenalan produsen madu dan memprediksi sifat madu dengan baik. ...... Currently, the measurement of the honey properties which is the basis for determining the quality of honey is carried out by laboratory-based methods which generally have destructive properties, require a long time, one tool for one measurement and require special handling. This research is intended to develop measurement system based on hyperspectral imaging which has non-destructive, fast, easy and integrated properties that are able to measure some of the properties of honey including density, TSS, electric conductivity, and pH. , and are able to recognize the producers of honey. The measurement system uses a hyperspectral camera over 400-1000 nm wavelength signal. This system use image processing technique including image correction, image segmentation, image extraction, classification algorithm to recognize the producers of honey, and regression algorithm to predict honey properties value. The data reduction algorithm used are PCA (Principal Component Analysis), PLS (Partial Least Square), and ICA (Independent Componen Analysis). The classification algorithm used are DT (Decission Tree), kNN (k Nearest Neighbor), SVM (Support Vector Machine. The regression algorithm used are RT (Regression Tree), SVR (Support Vector Regression), and GPR (Gaussian Process Regression). The honey samples used to test the performance of the system consisted of 140 samples obtained from 3 honey producers, where each producer had 9 different sources of honey floral origin. Evaluation of the system was done by analyzing the value of accuracy on classification, as well as the coefficient of determination (R2) and RMSE (Root Mean Square Error) in the regression. The results obtained show the PLS-kNN algorithm as the best algorithm to recognize the honey producers with 79.3% accurac. The PCA-GPR algorithm is the best algorithm for predicting density, TSS, and electrical conductivity with R2 values of 0.889, 0.801, 0.875 and RMSE values of 0.012, 1.738, 0.074. The best algorithm for predicting the pH value of honey was PLS-GPR with R2 value of 0.904 and RMSE 0.107.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Putri Pratiwi
Abstrak :
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi gliserol 6% dengan beberapa konsentrasi kuning telur terhadap kualitas spermatozoa ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (Bloch, 1970) pascakriopreservasi. Semen ikan kerapu kertang didapatkan dengan metode pengurutan. Larutan pengencer terdiri atas marine fish ringer, gliserol 6%, dan berbagai konsentrasi kuning telur (0%; 5%; 10%; 15%; 20%; dan 25%). Ekuilibrasi dilakukan selama 10 menit pada suhu 4 ºC. Pembekuan dalam freezer (-20 ºC) selama 48 jam. Pencairan pada suhu 45 ºC selama 30-60 detik. Evaluasi semen dilakukan secara makroskopis (warna, volume, dan pH) dan secara mikroskopis (motilitas, viabilitas, dan abnormalitas) serta kemampuan fertilisasinya terhadap telur ikan kerapu macan. Berdasarkan hasil uji ANAVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey, terdapat perbedaan nyata (P>0,05) terhadap motilitas, viabilitas, dan kemampuan fertilisasi spermatozoa ikan kerapu kertang pascakriopreservasi, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap abnormalitas spermatozoa pascakriopreservasi (P>0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kuning telur 15% merupakan konsentrasi optimum karena menghasilkan nilai persentase rata-rata motilitas, viabilitas, dan kemampuan fertilisasi tertinggi masing-masing sebesar 83,64 ± 1,72%, 81,44 ± 2,06%, dan 77,31 ± 1,90%. Nilai rata-rata terendah pada persentase abnormalitas sebesar 21,50 ± 1,20%.
Research on the effect of combination 6% glycerol and eggyolk as cryoprotectant of giant grouper Epinephelus lanceolatus (Bloch, 1970) spermatozoa quality postcryopreservation. Giant grouper cement is obtained by sorting method. The diluent solution used consist of marine fish ringer, 6% glycerol, and varian egg yolk concentrations (0%; 5%; 10%; 15%; 20%; dan 25%). Equilibration is carried out for 10 minutes at 4ºC. Freezing in the freezer (-20 ºC) for 48 hours. Thawing at 45 ºC for 30-60 seconds. Cement evaluation is carried out macroscopically (color, volume, and pH) and microscopically (motility, viability, and abnormality) and also the ability to fertilize the egg of tigger grouper. Based on the ANAVA statistical test followed by Tukey, there were significant differences effect on motility, viability, and fertilization ability of spermatozoa of giant grouper postcryopreservation (P> 0.05), but abnormality was significantly affected (P <0.05). (P> 0.05). The optimum concentration of egg yolk is 15% because it produces the highest percentage value of motility, viability, and fertilization ability of 83.64 ± 1.72%, 81.44 ± 2.06% and 77.31 ± 1.90% respectively. The lowest average value of abnormalitiy percentage is 21.50 ± 1.20%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T51801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiryasumantri
Abstrak :
Pada lapangan Meranji terdapat tiga sumur yang ketiganya menembus formasi Namur, tetapi hanya sumur Meranji-1 yang mengalirkan hidrokarbon minyak dari formasi Namur. Kebutuhan mengenai informasi geologi regional menjadi dasar atau batasan berpikir penulis sekaligus acuan dalam memetakan persebaran fasies pada lapangan ini. Sebagai dasar dalam pembuatan model properti batuan, perkembangan fasies perlu diketahui secara rinci dengan menggunakan pendekatan data geologi regional, data seismik, data sumur, dan juga data pendukung lainnya. Pemodelan dan karakterisasi reservoar di lapangan Meranji pada formasi Namur meliputi distribusi fasies dan distribusi properti reservoar di formasi tersebut. Persebaran batupasir dan persebaran properti reservoar Namur secara lateral dipandu oleh atribut seismik dan impedansi akustik hasil inversi seismik. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa unit batupasir yang paling tebal, morfologi chanel yang terpotong atau tidak menerus atau tidak berkembang ke sumur Cooba-1 dan Pelican-5, arah pengendapan chanel fasies batupasir dari timur laut menuju ke barat daya berkumpul ke sumur Meranji-1 dan persebaran lateral AI yang rendah membentuk suatu lensa yang menipis, kemungkinan tidak berkembang ke arah dua sumur lainnya, analisis ini mendukung hipotesa mengapa hanya pada sumur Meranji-1 mengalir hidrokarbon. ......On Meranji field there are three wells penetrated Namur Formation, but only Meranji-1 well that drain oil hydrocarbons from the Namur Formation. The needs of the regional geological informations as author references or limitations to map the distribution of facies in this field. As a basis for modeling properties of rocks, facies development needs to be known in detail by using a regional geological data, seismic data, well data, as well as other supporting data. Modeling and reservoir characterization in Meranji field in Namur formations include the distribution of facies and reservoir properties distribution in Namur formation. Distribution of sandstones facies and reservoir properties laterally guided by seismic attributes and seismic acoustic impedance inversion results. Modeling results indicate that the unit sandstone thickest, morphology channels are truncated or not continuous or does not develop into a well Cooba-1 and Pelican-5, direction of deposition of sandstone facies channel from the northeast toward southwest converge into well Meranji-1 and distribution of lower AI laterally forming a lens thinning, may not evolve towards two other wells, this analysis supports the hypothesis why only on Meranji-1 well flowed hydrocarbons.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni
Abstrak :
Masuknya fosfor sebagai senyawa fosfat ke dalam sistem akuatik mengakibatkan eutrofikasi yang berujung pada terjadinya algae blooming. Masuknya fosfat ke dalam sistem akuatif umumnya disebabkan oleh tingginya limbah domestik, aktifitas pertanian, pertambangan dan penggundulan hutan, oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap kandungan fosfat di perairan. Teknik diffusive gradient in thin film (DGT) merupakan salah satu metode pengukuran in-situ yang dikembangkan untuk pengukuran fosfat, logam, sulfida, anorganik labil. Dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT digunakan ferihidrit sebagai binding gel, namun dalam penggunaannya memiliki keterbatasan diantaranya range pH yang sempit dan dosis penggunaan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi adsorben guna meningkatkan kemampuan binding gel dalam pengukuran fosfat dengan teknik DGT. Dalam penelitian ini penulis mengaplikasikan komposit ferihidrit-kalsium sulfat sebagai adsorben dalam binding gel. Dari hasil pengujian diketahui bahwa optimasi komposit ferihidrit-kalsium sulfat terjadi pada rasio volume 3 : 1 dan berat slurry 2 gram, waktu kontak optimum untuk pegelaran komposit ferihidrit adalah selama 24 jam dengan kapasitas penyerapan maksimal 6 ppm. Binding gel komposit ferihidrit-kalsium sulfat mampu bekerja pada wilayah pH 2-10.
The inclusion of phosphorus as a phosphate compound into the aquatic system results in eutrophication resulting in the occurrence of algae blooming. The entry of phosphate into the aquatic system is generally caused by the high domestic waste, agricultural activities, mining and deforestation, therefore it is necessary to monitor the phosphate content in the waters. The diffusive gradient in thin film (DGT) technique is one of the in-situ measurement methods developed for the measurement of phosphate, metals, sulphides, inorganic labels. In phosphate measurements with DGT techniques ferihidrit is used as a binding gel, but in its use has limitations among the narrow pH range and high dosage of use. For that reason, it is necessary to modify the adsorbent to increase the ability of gel binding in phosphate measurement by DGT technique. In this study the authors apply composite ferrihifrit-calcium Sulfate as an adsorbent in binding gel. From the test results it is known that the optimization of ferrihydrite composite-calcium sulphate occurs at 3 : 1 volume ratio and 2 gram slurry weight, the optimum contact time for ferihidrite composite peg is for 24 hours with maximum absorption capacity of 6 ppm. Ferihidrit composite gel binding-calcium sulphate capable of working in the pH region 2-10.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adryan Fitra Azyus
Abstrak :
Salah satu cara untuk membuat sistem penciuman buatan adalah dengan cara membuat alat non-destruktif untuk mengukur buah matang atau busuk. buah yang dipilih adalah buah yang mengeluarkan gas yang cukup untuk dideteksi oleh sensor. Sistem ini terdiri dari sebuah semikonduktor gas dengan komponen data akuisis dan analisisnya. data diambil dari beberapa sampel buah dengan rentang waktu yang berbeda beda. Setiap tahap kematangan memiliki nilai yang berbeda beda yang dideteksi oleh sensor. Untuk menganalisa data kita menggunakan artificial neural network (ANN) untuk mengklasifikasikan data untuk menentukan buah tersebu matang atau busuk. jaringan ini di integrasikan kedalam sistem yang akan dibuat untuk mendeteksi buah tersebut. Dalam hal ini digunakan mikrokontroller ATMEGA 8535 untuk mendeteksi buah tersebut. Mikrokontroller digunakan untuk memonitor besaran arus ketika dilakukan pengambilan data oleh sensor dan kemudian melakukan pemrosesan data menggunakan ANN serta menampilkan hasil konsentrasi secara langsung melalui perangkat LCD display. Dengan adanya hidung elektronik ini semoga dapat membantu industri buah untuk membedakan buah yang matang dan yang busuk.  ......One way to make an artificial olfactory system is by making a non-destructive tool to measure ripe or rotten fruit. the fruit chosen is the fruit that emits enough gas to be detected by the sensor. This system consists of a gas semiconductor with data acquisition and analysis components. Data is taken from several fruit samples with different timeframes. Each stage of maturity has a different value that is detected by the sensor. To analyze data we use artificial neural networks (ANN) to classify data to determine which fruit is ripe or rotten. This network is integrated into the system that will be made to detect the fruit. In this case the ATMEGA 8535 microcontroller is used to detect the fruit. Microcontroller is used to monitor the amount of current when data is taken by the sensor and then perform data processing using ANN and display the results of concentration directly through the LCD display device. With this electronic nose, hopefully it can help the fruit industry to distinguish between ripe and rotten fruit.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T55102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monalisa Afrida
Abstrak :
Ligan 4?-(2-thienyl)-2,2?-6?,2?-terpyridine telah berhasil disintesis menggunakan metode Kröhnke. Hasil yang diperoleh berupa padatan kuning sebesar 34 % dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer IR dan Spektrometer NMR. Ligan kemudian dikompleksasi dengan ion Zn2+ membentuk kompleks [Zn(4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?-terpyridine)(NO3)2]. Aplikasi senyawa kompleks ini sebagai fluorosensor tipe on-off untuk logam berat dilakukan dengan menggunakan spektrofluorometer. Hasil studi menunjukkan bahwa senyawa kompleks [Zn(4?-(2 thienyl)-2,2?:6?,2?-terpyridine)(NO3)2] dapat dijadikan fluorosensor untuk ion Cu2+ karena penambahan ion ini menyebabkan penurunan intensitas fluoresensi dan pergeseran puncak serapan maksimum senyawa kompleks secara signifikan dibanding ion-ion logam lain seperti Mn2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cd2+ dan Hg2+. Hal ini diperkirakan dapat terjadi karena kestabilan logam Cu dan ligan 4?- (2-thienyl)-2,2?-6?,2?-terpyridine yang lebih tinggi daripada senyawa kompleks [Zn(4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?-terpyridine)(NO3)2] sehingga penambahan ion Cu2+ dapat mensubtitusi atom pusat senyawa kompleks tersebut dan menghasilkan senyawa baru yang bersifat non-fluoresens. Senyawa kompleks [Zn(4?-(2-thienyl)- 2,2?:6?,2?-terpyridine)(NO3)2] dapat mendeteksi ion Cu2+ secara selektif hingga konsentrasi 10-6 M.
Ligand 4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?-terpyridine has been synthesized using Kröhnke method. The solid yellow precipitate was 34 % and characterized by UV-Visible spectrophotometer, Infrared spectrophotometer and NMR spectrometer. This ligand has been coordinated to Zn2+ ion to form [Zn(4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?- terpyridine)(NO3)2] complex. The application of this complex as on-off fluorosensor for heavy metal was studied by using spectrofluorometer. This study revealed that [Zn(4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?-terpyridine)(NO3)2] complex can be used as fluorosensor for Cu2+ ion since this ion quenched the fluorescence intensity and shifted the fluorescence maxima of the complex significantly compared to other metal ions such as Mn2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cd2+ dan Hg2+. The fluorescence shift is happened due to the complex stability of Cu complex is higher than Zn complex. Therefore, the addition of this metal can substitute the central atom of the complex and form the new non-fluorescent compound. [Zn(4?-(2-thienyl)-2,2?:6?,2?- terpyridine)(NO3)2] complex can detect Cu2+ ion selectively up to concentration 10-6 M.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>