Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Montolalu, Lucy Ruth
"Dalam disertasi ini dilaporkan hasil telaah keaspekan dalam wacana bahasa Indonesia. Dengan bertumpu pada Teori Dwikomponen telaah ini menjawab (1) cara mengidentifikasi aspek dalam bahasa Indonesia, (2) cara menyatakan interaksi aspek situasi dengan argumen dan sudut pandang dalam proposisi, (3) perilaku semantis komponen aspek situasi dan sudut pandang dalam wacana bahasa Indonesia.
Hasil analisis data memperlihatkan bahwa ada enam tipe verba dalam bahasa Indonesia, yakni (1) verba keadaan dengan ciri semantis kewaktuan [+statis] [+duratif][-telis]; (2) verba kegiatan dengan ciri semantis kewaktuan [-statis][+duratif][-telis]; (3) verba penyelesaian dengan ciri semantis kewaktuan [-statis],[+duratif][+telis]; (4) verba semelfaktif dengan ciri [-statis][-duratif][-telis], (5) verba pencapaian dengan ciri semantis kewaktuan [-statis][-duratif][+telis]; dan (6) verba perulangan dengan ciri semantik [-statis[+duratif][-telis][+berulang]. Tipe-tipe verba ini membentuk aspek situasi yang berinteraksi dengan komponen lain dalam proposisi, sehingga muncul pemertahanan Situasi atau pergeseran Situasi.
Makna aspektual yang dijumpai dalam wacana bahasa Indonesia adalah (l) makna aspektual perfektif, (2) makna aspektual imperfektif, dan (3) makna aspektual netral yang ditentukan berdasarkan interaksi antara tipe situasi dengan keterikatan titik akhir alamiah dalam situasi. Sudut pandang perfektif berinteraksi dengan situasi yang bertitik akhir alamiah, sedangkan sudut pandang imperfektif berinteraksi dengan situasi yang tidak bertitik akhir. Sudut pandang netral tidak berinteraksi dengan titik akhir.
Dari analisis makna aspektual dijumpai enam buah kerangka makna aspektual yakni (1) perfektif aktif, (2) perfektif pasif, (3) perfektif-imperfektif, (4) imperfektif, (5) imperfektif-perfektif, dan (6) netral. Kerangka makna aspektual itu ditentukan berdasarkan analisis makna aspektual dalam konstituen yang membentuk wacana. Telaah ini menghasilkan dua buah rumusan aspek dalam bahasa Indonesia dan enam rumusan aspek situasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
D230
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Lucia Hilman
"Hal yang saat ini menjadi masalah rumit dalam kehidupan bangsa Indonesia adalah aneamat(disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh adanya konflik antar etnis/ras maupun agama(SARA)yang timbal di heberapa daerah di Indonesia, misalnya apa yang terjadi di Ambon dan berbagai daerah lain di Indonesia. Merebaknyn konflik leltiehul sesungguhnya merupakan akibat dari politik masa Orde Baru yang berusaha 'membungkam' perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat melalui slogan persatuan dan keselarasan dalam masyarakat. Padahal sebagai bangsa, Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dengan budaya serta agama yang berbeda pula. Penolakan terhadap keragaman, serta penekanan pada 'keselarasan' yang sekian lama ditanamkan penguasa, akhirnya meluap ke permukaan dan menimbulkan berbagni kerusuhan dalam masynrakat. Apabila ditelaah secara lebih mendalam, hal mendasar yang sesungguhnya dapat menjebatani masalah tersebut adalah adanya toleransi terhadap yang berbeda dalam masyarakat kitayang majemuk ini.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, patut dilelaah bagaimana pemahaman masyarakat mengenai toleransi. Pcmahaman dari suatu relasi toleransi menurut Francois Schanen diwujudkan dalam bentuk bahasa. Dengan demikian karya sastra dan esei-esei dalam surat kabar yang bertema SARA maupun disintegrasi bangsa merupakan pilihan tepat untuk meneliti pemahaman masyarakat tentang toleransi.
Adapun karya-karya sastra yang dialialisis dalam penelitian ini adalah Malu Aku Jadi Orang Indonesia kumpulan sajak TaupikIsmail (tahun 1998), Samankarya Ayu Utami (tahun 1998), Dua Tenggorak Kepala kumpulan cerita pendekMotinggo Busye (tahun 1999) dan Jalan Menikungkarya Umar Kayam (tahun 1998). Karya-karya tersebut di atas menampilkan masalah toleransi dalam karya mereka, di samping permasalahan lainnya.
Dari surat kabar dipilih esei-esei yang membahas masalah-masalah yang tidak memberi ruang hidup bagi toleransi terhadap yang berbeda. Sumber data ini diambil dari harian Kompas dun Republika antarakurun waktu 1998 dan 1999.
Dari analisis interdiskursus antara teks sastra dan teks non-sasta dapat disimpulkan bahwa terdapat kesejajaran pola pikir yang ditawarkan teks sastra dan teks non-Sastra terhadap wacana toleransi di Indonesia, yaitu bahwa kekerasan di tanah air disebabkan tidak adanya toleransi terhadap yang berbeda baik itu perbedaan pendapat agama, etnis maupun ras. Hal itu menyebahkan meluasnya kebencian semu terhadap kelompok agama, ras dan etnis tertentu. Selain itu pengaruh hegemoni Jawa selama puluhan tahun di bidang politik dan pemerintahan, telah menyebabkansikap antipatiterhadap elit pemerintahan dan persepsi etnis Jawa yang merasa lebih dari etnis lainnya.
Dasarnya manusia memanghidup dalam keloulpok kecil dan memhutuhkan tanda yang membedakannya dari kelompok lain, agar dapat membangun identitasnya. Oleh karena itu, keanekaragaman itu sendiri harus diinginkan dan diterima sebagai suatu yang produktif dan tidak destruktif. Hal itu hanya mungkin, jika setiap agama/budaya diterima sebagai salah satu varian yang mungkin ada, dan bukannya sebagai representasi eksklusif dari kemanusian.

An intricate problem in the lives of the Indonesian people is momentarily the threat of national disintegration caused by the existing conflict within ethnic/racial as well as religions (SARA) erupting in various areas in Indonesia, for example as what has transpired in Ambon and several other areas in Indonesia. The spread of such conflicts was in actual fact due to the Orde Baru period politics, which went to great lengths to 'silence' existing differences within the society through slogans of unity and the synchronization within society. The Indonesian people as a nation consist of a variety of ethnic groups with differentiated cultures as well as religions. A rejection towards the differences, as well as the emphasis on 'synchronization' which has been planted over such long periods by the authorities, has finally exploded coming to the surface and causing various rioting in society. Should a more in-depth analysis be made then, the actual basic matter to bridge the problem is the existing tolerance for the differences within our multicultural society.
The point of departure from such facts as mentioned above, should necessarily be investigated on how society understands this concept of tolerance. An understanding of a certain related tolerance according to Francois Shanen is expressed in language. As such, literary works and other essays in newspapers with SARA as themes as well as the national disintegration, forms the right choice to make a thorough investigation of how society perceive tolerance.
The literature analyzed in this research are as following: I am ashamed to be an Indonesian a collection of poems by Taufik Ismail (year 1998), Saman by Ayu Utami (year 1998), Two Head skulls a collection of short stories by Motinggo Busye (year I999) and A road bent written by Umar Kayam (year 1998). Such works mentioned above have brought forth the problem of tolerance in their work, apart from other problems.
Newspapers essays illustrate problems when tolerance is not given space for those who differ. This Data source has been taken from the Kompas and Republika between the periods of 1998 and 1999.
From the analysis of the interdiscourse between literary and non-literary texts, it has been possible to conclude that there exists a parallel of thought patterns offered by the literary and non-literary texts against the insight of tolerance in Indonesia, that is violence in the country as caused by there being no tolerance for that which is different be it differing opinions as to religion, ethnicity or race. Such matters has brought forth the spread of deceptive haired against religious, racial and certain ethnic groups, Apart from this the influence of Javanese hegemony for decades in the political forum and government, has caused a certain attitude of antipathy towards the elite government and the perception of the Javanese ethnicity who feel themselves to be better than other ethnic groups.
Man basically live in small groups and-need some differentiation from other groups, so as to establish their identity. Therefore variety as such has to be desired and accepted as something productive and not as something destructive. This is only possible, if each religion/culture can be accepted as one of the variants which may exist, and not as something representing exclusiveness of humanity."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Areispine Dymussaga Sevilla Miraviori
"ABSTRAK
Tesis ini membahas bagaimana struktur dan permasalahan yang terdapat di dalam tiga naskah drama Afrizal Malna, yaitu Pertumbuhan di Atas Meja Makan (1991), Biografi Yanti Setelah 12 Menit (1992), dan Migrasi dari Ruang Tamu (1993). Dengan menggunakan pendekatan karakteristik serta konsep acts dan words yang dimiliki oleh teater Absurd, diketahui bahwa ketiga naskah merupakan drama absurd yang dapat dilihat melalui tokoh-tokoh tanpa identitas dan dalam pencarian, alur yang tidak menyajikan hubungan sebab-akibat, serta adanya beberapa komunikasi yang tidak dapat berjalan dengan baik antartokohnya. Selain itu, dengan menggunakan gagasan Foucault mengenai power dan governmentality, diketahui bahwa ciri absurd yang muncul menunjukkan adanya perbenturan ruang individu yang membuat tokoh-tokoh yang terdapat di dalam ketiga naskah mengalami ketidakberdayaan

ABSTRACT
This theses discusses the structure and problem within three plays of Afrizal Malna, namely Pertumbuhan di Atas Meja Makan (1991), Biografi Yanti Setelah 12 Menit (1992), and Migrasi dari Ruang Tamu (1993). Using the characteristic approach and the concepts of acts and words from absurdist theatre, it was found that these three plays are absurdist plays. This can be asserted through identity-less characters in search of their own identity, a plot that does not contain causality, and some miscommunication between the characters. Furthermore, through Foucault's conception of power and governmentality, it was revealed that the absurd characteristic within these three plays displayed collisions of individual spaces that makes the characters inside to feel powerless."
2016
T46224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufik
"Penelitian ini merupakan penelitian relasi makna paradigmatik dengan topik verba eksonim berendonim tubuh dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Tesis ini berusaha mendeskripsikan verba-verba eksonim yang berendonim tubuh yang dipakai dalam suatu karya sastra untuk merepresentasikan suatu bentuk seni budaya. Analisis dilakukan berdasarkan konsep relasi makna dan dekomposisi leksikal dari Cruse (2004). Penelitian ini menemukan 153 leksem dengan kategori verba eksonim yang berendonim tubuh yang terdapat dalam novel trilogi RDP.
Sedangkan meronim tubuh yang menjadi komponen dasar bagi verba eksonim tersebut ada 16 leksem. Selanjutnya penelitian ini menemukan pula bahwa sebagian dari verba-verba eksonim tersebut dipergunakan oleh pengarang novel RDP untuk menggambarkan gerakan tari ronggeng dan untuk menggambarkan penokohan tokoh utamanya sebagai seorang ronggeng. Pada akhirnya penelitian verba eksonim berendonim tubuh dalam novel RDP ini dapat membuktikan adanya keterlibatan seluruh tubuh manusia dalam kegiatan pertunjukan tari ronggeng.

This thesis is a research on the paradigmatic sense relation. The topic is exonymic verbs of man's body in the trilogy novel Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. This thesis is in effort to describe the exonymic verbs of man?s body used in a literary work to depict a specific cultural dance, Ronggeng. The analysis utilyzes the concept of sense relation and lexical decomposition of Cruse (2004). This research finds 153 lexems categorized as exonymic verbs of man's body in the novel. Meanwhile meronyms of body which become the basic components of the verbs are 16 lexems.
Furthermore, this reasearch finds out that some of the exonymic verbs are utilyzed by the author of the novel to explain things related to ronggeng, and to depicts the movement of ronggeng dance. Finally, this research yields to show the involvement of the whole of man's body in ronggeng dance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T46069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rido Budiman
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang bagaimana mistisisme dan seksualitas
direpresentasikan dalam proses penerjemahan budaya dan cultural borrowing
dalam Lady Terminator, Queen of Black Magic dan Mystics in Bali, 3 film
eksploitasi dari Indonesia yang didistribusikan di dunia internasional. Dengan
melakukan analisis tekstual dan kontekstual, tujuan utama penelitian ini adalah
membongkar strategi-strategi pemaknaan yang digunakan dalam ketiga film
tersebut sebagai bagian dari kategori film eksploitasi. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang menunjukkan film eksploitasi dari Indonesia yang didistribusikan
secara internasional masih setia dengan elemen-elemen yang mendefinisikan film
eksploitasi (kekerasan, dan seksualitas) dan juga unsur mistisisme yang menjadi
ciri khusus film eksploitasi dari Indonesia. Di satu sisi, film-film ini dengan
strategis memanfaatkan unsur mistisisme sebagai daya tarik untuk penonton
internasional. Akan tetapi, ada strategi-strategi yang dilakukan baik dalam tataran
narasi maupun visual untuk memastikan produk budaya populer ini dapat
dinikmati atau bahkan dipahami oleh penonton internasional dan salah satunya
adalah dengan merasionalkan unsur mistisisme. Selain membuat penonton
menikmati eksotisme yang ditawarkan dan merasa berjarak dengan narasi film
(distancing), film-film ini juga menggunakan strategi intertekstualitas dengan
meniru film-film Hollywood seperti Terminator untuk menciptakan kedekatan
(identification).

ABSTRACT
This thesis discusses how mysticism and sexuality are represented in the process
of cultural translation and cultural borrowing in Lady Terminator , Queen of Black
Magic and Mystics in Bali, three internationally distributed exploitation films
from Indonesia. By doing textual and contextual analysis, the main purpose of this
study is to dismantle the strategies used in the meaning making process in the
three films. Research finding reveal that internationally distributed exploitation
films from Indonesia are still loyal to the elements that define exploitation films
(violence, and sexuality) and also an element of mysticism which is a special
characteristic of exploitation films from Indonesia. These films strategically
utilize elements of mysticism as an appeal to an international audience. However,
there are strategies apply both at the level of the narrative and the visual to ensure
the products of popular culture can be enjoyed or even understood by an
international audience and one of them is to rationalize the element of mysticism.
In addition to making the audience enjoy the exoticism offered and felt within the
narrative of the film (distancing), these films also use the strategy of intertextuality
to imitate Hollywood movies, such as Terminator, to create proximity
(identification).;"
2016
T45910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Oktaviana
"ABSTRAK
Penelitian ini berusaha mengungkap proses dokumentasi karya ilmiah guru
besar Universitas Indonesia(UI) dengan menggunakan pendekatan studi kasus
kualitatif. Hasil penelitian adalah : pertama, karya ilmiah yang dihasilkan guru
besar terdiri dari opini, jurnal, laporan penelitian, buku, bahan ajar, paten, video, dokumentasi kegiatan, dengan menggunakan saluran formal dan informal. Kedua, faktor yang mempengaruhi dokumentasi karya ilmiah terbagi menjadi dua yakni faktor teknis dan ideologis. Saran dari penelitian ini adalah, UI membuat basis data dokumentasi karya-ilmiah, mengadakan survei kepada sivitas akademika untuk meningkatkan penelitian. Menghidupkan interlibrary loan untuk mendukung aktivitas berbagi pengetahuan antar perpustakaan di Indonesia. Memanfaatkan repositori sebagai saluran komunikasi ilmiah

ABSTRACT
This research try to uncover the scientific work documentation processes of
professors in the University of Indonesia (UI) by using qualitative case study
approach. The research results are: first, the scientific work that are produced by the professors are consist of opinions, journals, research reports, books, teaching materials, patents, videos, activity documentation, with using formal and informal channels. Second, factors that affecting the scientific work documentations are devided into two kind: technical and ideological factors. Suggestions from this research are so that UI make a database of scientific work documentation. Living up the interlibrary loan for supporting the knowledge sharing activities between libraries in Indonesia. Utilize the repository as scholarly communication channel."
2016
T45908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Owin
"Untuk tujuan mencari solusi agar program penanggulangan kemiskinan memperoleh basil yang maksimal, maka refleksi awal yang hares dikerjakan adalah melakukan peninjauan kembali kepada konsep pendekatan ""pemberdayaan""; apakah secara konseptual sudah dapat dikatakan tepat, dan bagaimana pula dengan perakteknya di lapangan?
Dewasa ini ketika Bangsa Indonesia dihadapkan pada fakta bahwa persoalan kemiskinan berkembang semakin kompleks dan multidimensional, sementara bersamaan dengan itu program penanggulanganpun terus dilakukan, maka sebagai jawaban kritisnya adalah konsep pemberdayaan perlu disempumakan dan yang terpenting lagi adalah prinsip-prinsip pemberdayaan perlu direfleksikan dalam bentuk kegiatan aksi di lapangan. Para pelaku utama pemberdaya yang terdiri dari seluruh unsur stakeholders, hares profesional dan komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan di lapangan; tanpa batasan tersebut, maka program penanggulangan kemiskinan hanya akan menjadi sia-sia dan pemborosan saja.
Dari hasil kajian selama melakukan pengamatan dan penelitian, akhimya ditemukan solusi penanggulangan kemiskinan ke depan yang penulis sebut dengan 12 prinsip pemberdayaan, yakni: Satu, para pelaku utama pemberdaya dan seluruh unsur stakeholders pada umumnya, hares berlaku adil (melaksanakan prinsip kerja berdasarkan keadilan prosedural sebagaimana yang digagas oleh John Rawls); dua, seluruh unsur stakeholders hares jujur (jujur kepada din sendiri dan kepada orang lain); tiga, kemampuan melakukan problem solving, enterpreneurial, menjual inovasi, asistensi, fasilitasf promosi, dan social marketing; empat, kerjasama dan koordinasi pseluruh unsur stakeholders; lima, partisipasi aktif dan seluruh unsur stakeholders; enam, lingkup dan cakupan program berlangsung secara terpadu; tujuh, mengutamakan penggalian dan pengembangan potensi lokal; delapan, aktif melakukan mobilisasi dan peningkatan swadaya yang bertumpu kepada kekuatan masyarakat sendiri/kelompok sasaran (self-reliant development); sembilan, mengembangkan metode pembinaan yang konstruktif dan berkesinambungan; sepuluh, pelaksanaan kegiatan berlangsung secara gradual/bertahap; sebelas, seluruh unsur stakeholders hares konsisten terhadap pola kerja pemberdayaan; dan duabelas, komitmen serta perduli kepada misi pemberdayaan dan kepada masyarakat miskin yang kurang mampu (Sense of mission, sense of community, and mission driven profesionalism).
Kunci (prioritas) dari dua betas prinsip pemberdayaan terletak pada kualitas penerapan keadilan (kualitas keadilan prosedural) dan para pelaku utama pemberdayaannya. Mereka adalah yang pertama yang hares melakukan pemberdayaan kepada dirinya. Artinya bahwa sebelum keduabelas prinsip pemberdayaan tersebut menjadi prinsip bersama, maka para pelaku utama pemberdayaan hams lebih awal untuk memulainya.
Keadilan prosedural yang digagas Rawls sangat signifikan untuk mendukung keberhasilan penanggulangan kemiskinan. Keadilan prosedural dari Rawls memang bukan segalanya, tetapi dalam pendekatan pemberdayaan dapat ditempatkan sebagai posisi kunci bersamaan dengan kesebelas prinsip pemberdayaan lainnya.

Abstract
On behalf of the searching on solution to maximize the poverty
program, then the requirement for the first reflection which should be
conducted is to make a reconsideration on the concept of ?empowerment with
questions such as: ls empowerment appropriate conceptually? And how is the
practice in the field?
Right in this moment, indonesia is facing the facts on the growing of
complexity of poverty problems and its multidimensional aspects. Meanwhile,
along with that the poverty alleviation program that should be in going
condition, then as a critical answer is the empowerment concepts should be
improved and the most important are the principles of empowerment should be
reflected in the field action programs. The main actors who consist of all
elements of stakeholders should be professional and full of commitment to
apply the empowerment principle in the fields. Without that definition then the
poverty-solving program will un-useful and wasteful.
The result of observation and research arrived at a finding that the
future solution on poverty alleviation needs 12 principles of empowerment.
Those principles are: first, the main actor to empowerment and other
stakeholder should acts in just and fair (to apply the working principle based on
the procedural justice which suggested by John Rawls); second, all
stakeholders elements should be honest (honest to them selves and others).
Then the third, ability of problem solving, enterpreneurship, sale the innovation,
assistance, facilitating, promoting and social marketing; fourth, cooperation
and coordination all elements of stakeholders. Fifth, active participation of all
elements of stakeholders; six, scope and covers of program should be
integrated; seven, put on emphasis and development of local potency; eight,
should he active to mobilize and enhance the self ability which based on
people power itself or the targeted group (self-reliant development); nine,
developed the methods of constructive and continuous development; ten, the
gradual implementation; eleven, all elements of stakeholders should be
consistent to the working pattern of empowerment; and twelve, commitment
and concern on the empowerment mission and to the poor people (Sense of
mission, sense of community, and mission driven professionalism).
The key or priority of that empowerment principles are on the quality of the
application or implementation a justice (quality ofa procedural justice) of the
main actors ofthe empowerment program. They are the first who required to
be self-empowered. its mean that the main actor should start or begin first as a
requirement, before the twelve principle become the main principle.
Procedural Justice, which suggested by John Rawis is significantly
support the success of poverty alleviation. Rawls procedural justice is not the
answer of all problems, but it can be used as a key together with the other
eleven principles."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifur Rohman
"Penelitian ini bergerak dari dua arah dengan mengacu pada satu tujuan menjelaskan model metodologi kritik sastra Indonesia. Satu arah a priori berdasarkan pada kenyataan bahwa perkembangan kritik sastra mengambil metode yang beragam sehingga memerlukan Satu penjelasan umum yang memadai untuk menerangkan masing-masing model. Fenomenologi dipilih karena melihat bentuk penelitian humaniora sebagai suatu intensionalitas subjek-objek, yang merangkum secara menyakinkan fase-fase penelitian melalui apa yang disebut dengan tahapan intensionalitas, yakni objektifikasi, identifikasi, horison, profil kelengkapan, dan konstitusi. Arah a postertori dikembangkan melalui teknik generalisasi sampai menemukan rumusan model-model metode yang digunakan kritikus. Dari arah ini, metode yang mementingkan objektifikasi dan identifikasi karya disebut dengan antologi, sedangkan sebaliknya, yang tidak mementingkan berapa banyak data tetapi lebih pada unsur-unsur terstruktur sebagai eksplisitasi dari profil kelengkapan disebut dengan metode struktural. Unsur identifikasi dan penciptaan horison yang dihubungkan dengan dimensi ruang-waktu akan berupaya memahami subjek sebagai dasar pemahaman terhadap karya. Identifikasi subjek melalui profil kelengkapan ini disebut dengan model biografis. Adapun kegiatan penelitian yang sampai pada penyusunan konsitusi akan berorientasi pada perbandingan dengan konstitusi yang terjadi sebelumnya, sehingga terjadi konsitusi ganda. Dalam konsitusi ganda, yang disebut dengan model emansipatoris ini, berupaya melakukan koreksi-koreksi atas kemajuan gagasan yang telah dilakukan. Kendati terjadi konsitusi ganda dalam model feminisme, penyusunan konsitusi ini lebih diarahkan pada dekonstruksi patriakhi, yakni pematahan penjelasan yang bias gender.
Dari dasar pemikiran itu, dalam kaitannya dengan objek penelitian dilakukan dua tahap pengumpulan. Tahap pertama pengumpulan data melalui teknik random purposive sampling dengan batasan kritik sastra Indonesia tahun 1932-2001. Pengumpulan data ini disusun berdasarkan cluster demi memudahkan identifikasi selanjutnya secara bertingkat. Tahap kedua, identifikasi tiap cluster kemudian dibagi per I0 tahun dengan mengesampingkan tendensi politik dalam sejarah sastra Indonesia. Dua tahapan itu dijadikan dasar untuk melakukan analisis berdasarkan kategorisasi metodologis.
Hasil dari dua tahap pengumpulan data adalah sebanyak 323 kritik sastra Indonesia. Jika dengan sampling error sekitar 11 % maka diperkirakan selama 70 tahun (1932-2001) kritik sastra yang terbit di Indonesia adalah 300 sampai 400 judul buku dengan pengarang berjumlah 168 orang. Dari sejumlah judul buku tersebut, dipilih 23 kritik sastra yang diduga merepresentasikan kritik yang dihimpun.

The research has moved on two ways referring to one result of which is to explain methodological models of Indonesian Criticism. On one a priori way is based on the tact that literary criticism used to getting various methods. So phenomenology is necessary to find the fundamental ideas in order to explore them with the reason that it is showed plausibly the research as subject-object intentionality. The theory proved the phase of intention that is objectification, identification, making horizon, profile of perfection, and constitution.
While the way a priori, on other side, is used method of generalizing to formulize the methodological models. lf the method looks for data as many as possible, then this is called anthological models, while inversely, the method looks for the structural elements in the work, so he called structural models. When the elements related to outer world -in this case of author world- this is named biographical models. Elements concemed with a theme, a trying to prove many profile of landscape, so this is called emansipatoty. lf the models have target of sight generally, the feminism models is more particular to deconstruct the patriarchal term.
For this reason: the research operates two steps. First, gathering data by random purposive sampling in which these scope of Indonesian literary criticism are from 1932-2001. They conceived by cluster in order to identify the problem per level. Second, identifying divided by per ten years excluding politics interest in the history of lndoncsian literary criticism, Two steps are basic research followed by analyzing lirstly on methodological category.
The results are 323 hooks from 1932 to 2001. If sampling error around of l l % then during 70 years Indonesian literary criticism are 300400 books written by 168 critics. Front this description, they are selected 23 object of the list assumed representing Indonesian criticism. Based on the data, there are five methodological models of Indonesian criticism that is anthological models, structural, biography, emansipatory, and feminism."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"Penelitian dalam tesis ini berusaha untuk merekonstruksi dinamika sejarah pelayaran,perdagangan dan perebutan kekuatan politik dan ekonomi yang terjadi di kawasan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Kajian sejarah maritim ini diharapkan dapat merekonstruksi sejarah dari masyarakat di Nusantara yang hidup mengarungi lautan. Kajian sejarah maritim sering diabaikan oleh para sejarawan Indonesia karena mereka lebih suka merekonstruksi sejarah yang terjadi di daratan saja, kawasan laut malah dianggap tidak penting. ketimpangan terjadi karena sejarah Indonesia tidak ditulis utuh dalam pengertian sejarah tanah air. padahal dua pertiga wilayah Indonesia adalah kawasan laut yang justru menjadi media integrasi pulau-pulau sekitarnya.
Banyak penduduk Indonesia yang hidup dari perdagangan, pelayaran dan kegiatan mengolah laut. Banyak dari budaya masyarakat kita yang temyata menjadikan laut, perahu dan pelayaran menjadi bagian dari legenda, sistem mata pencarian, sistem nilai dan asal-usul, termasuk masyarakat yang ada di kawasan laut sawu.
Padahal dalam kajian ilmuwan asing dan sumber arsip Portugis dan Belanda, wilayah.ini memiliki dinamika pelayaran dan perdagangan maritim yang;-amai pada abad-abad yang lampau. Seperti halnya ramainya pelayaran kapal-kapal Bugis dan makasar yang berdagang dan jugs mencari tripang ke Australia utara (marege) dengan menjadikan wilayah Laut Sawu sebagai pangkalan armada dan perekrutan tenaga penyelam. Bahkan jugs kehadiran kapal-kapal Portugis, Cina, Belanda, Inggris dan Amerika selama abad-ke-19 dan awal abad ke-20 untuk mencari kayu cendana, lilin, gala lontar dan kuda. Portugis dan Belanda merupakan dua bangsa yang kemudian berebut hegemoni politik dan ekonomi di wilayah kawasan Laut Sawu ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ariani
"Skripsi ini meneliti novel semi-otobiografi berjudul Beijing Wawa (BW) karya Chun Shu melalui pendekatan sosiologi sastra. Teori yang digunakan adalah teori pendekatan yang mengutamakan karya atau teks sastra sebagai bahan penelaahan. Penelitian bertujuan untuk membahas gaya hidup subkultur yang diwakili oleh tokoh utama Chun Shu dalam novel tersebut. Berdasarkan penelitian terhadap novel Beijing Wawa ini, dapat disimpulkan bahwa tokoh Chun Shu, melalui pencitraan diri serta pemikiran-pemikirannya, ternyata mewakili gaya hidup kaum punk di kota Beijing.

The focus of this thesis is to study Beijing Wawa, a semi-autobiography novel by Chun Shu, through the approach of sociological literature by using the theory that emphasizes literature work as the object of analysis. The objective of this study is to discuss the sub-cultural lifestyle which represented by the main character Chun Shu. Based on the study of this novel, it can be concluded that Chun Shu, through her self-imaging and thoughts, apparently represents the Beijing Punk community's lifestyle."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S12943
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>