Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Bioaktif fikosianin dari Spirulina platensis dapat dijadikan alternatif pilihan sebagai bahan terapeutik atau imunostimulan pada budidaya ikan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perikanan, FPIK IPB Bogor dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, dari bulan Mei-Agustus 2011. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kombinasi nutrien teknis dan intensitas cahaya optimum bagi pertumbuhan Spirulina platensis, kandungan fikosianin dan pelarut ekstraksi fikosianin terbaik pada mikroalga tersebut. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama melakukan kultur dengan menggunakan kombinasi antara dua nutrien (KT dan MT) dengan 3 intensitas cahaya berbeda (2000, 3000, dan 4000 Iux). Tahap kedua pengujian ekstraksi fikosianin dengan menggunakan 3 pelarut berbeda yaitu air, 0,1 M Na buffer fosfat dan 1% CaCl. Pertumbuhan populasi spirulina tertinggi diperoleh pada hari ke-12 pada perlakuan dengan kombinasi antara nutrien MT dengan intensitas cahaya 3000 lux (MT3) sebesar 0,611 OD. Kandungan ekstrak kasar fikosianin terbaik diperoleh pada tahap eksponensial akhir tpada perlakuan KT2 (0,0359 mg/mL), dan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap MT3 dan KT4. Pelarut 0,1 M Na buffer fosfat memeberikan hasil ekstraksi dan tingkat kemurnian fikosianin tertinggi dibandingkan dua pelarut lainnya. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa ekstrak fikosianin mengandung protein sebesar 26,64% dan memiliki dua fraksi protein dengan berat molekul masing-masing sebesar 19,23 dan 63,32 kDa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Spirulina dapat diproduksi massal menggunakan kombinasi media nutrien teknis MT dengan intensitas cahaya 3000 lux dan pelarut 0,1 M Na buffer fosfat merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi fikosianin sebagai bahan imunostimulan."
OLDI 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Hermawan
"Spirulina platensis merupakan nutrasetika sebagai sumber nutrisi dan protein lengkap yang mengandung fikosianin atau pigmen biru yang berfungsi sebagai antioksidan. Tablet Spirulina platensis memiliki kekurangan dikarenakan bau dan rasa yang kurang menyenangkan sehingga dibuat menjadi tablet salut lapis tipis dengan penyalut pragelatinisasi pati singkong (PPS) dan hidroksipropil selulosa (HPC). Tablet inti dibuat secara kempa langsung dan konsentrasi penyalut yang digunakan adalah PPS 5%, HPC 5%, PPS-HPC (2:1) 3%, dan PPS 3%. Evaluasi sediaan tablet salut lapis tipis meliputi penampilan fisik, keseragaman bobot dan ukuran, ketebalan salut, kenaikan bobot, uji waktu hancur, dan uji disolusi. Hasil evaluasi tablet salut lapis tipis menunjukan bahwa proses penyalutan tablet Spirulina platensis sudah dapat menutupi rasa dan bau.
Berdasarkan penampilan tablet salut lapis tipis Spirulina platensis diketahui bahwa formula larutan penyalut kombinasi F3 PPS-HPC (2:1) 3% memberikan hasil penyalutan yang baik. Hasil penyalutan F3 memberikan kenaikan bobot tablet sebesar 4,71 %, ketebalan lapisan penyalut 312 μm, dan waktu hancur 9,43 menit. Selain itu, kadar Spirulina platensis dalam tablet salut F3 dan disolusi selama 2 jam dievaluasi dengan hasil berturut-turut sebesar 86,48 dan 101,76 %. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa Spirulina platensis dapat dijadikan tablet salut lapis tipis untuk menutupi rasa dan baunya yang kurang menyenangkan.

Spirulina platensis is a nutraceutical with a complete source of nutrients and proteins that contain phycocyanin or blue pigment known as antioxidants. Spirulina platensis tablets had the lacks of unpleasant odor and taste. Therefore, the aim of this study was to prepare and evaluate film coated tablets of Spirulina platensis. In this study, pregelatinized cassava starch (PCS) and hydroxypropyl cellulose (HPC) were used as coating polymers. The core tablets containing Spirulina platensis were prepared by direct compression method, then coated by 3% PCS, 5% PCS, 5% HPC, and 3% PCS-HPC (2:1). The coated tablets evaluation showed that the coating process could overcome the unpleasant odor and taste of Spirulina platensis.
The results showed that Spirulina platensis tablets which were coated with PCS-HPC (2:1) 3% (F3) indicated the best criteria for film coated tablets. Futhermore, the weight increasing, coating thickness and disintegration time of F3 tablets were 4.71%, 312 μm and 9.43 minutes, respectively. Moreover, the Spirulina platensis contents in coated tablets and release cumulative amounts of Spirulina platensis during 2 hours were 86.48 and 101.76 %, respectively. Based on the results, Spirulina platensis could be prepared as film coated tablets dosage form, thus they might be a marketable and acceptable nutraceutical product.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42055
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nelvina Hartono
"Penelitian mengenai pengaruh pencahayaan LED merah terhadap laju pertumbuhan dan fiksasi CO2 mikroalga Spirulina platensis masih terus dikembangkan hingga saat ini, dimana mikroalga telah banyak dikenal sebagai organisme yang sangat efisien dalam menyerap karbon dioksida secara biologis dan mikroalga telah digunakan untuk memperbaiki kualitas udara dengan mengurangi kadar karbon dioksida dan meningkatkan jumlah oksigen. Pada penelitian ini, mikroalga Spirulina platensis dikultivasi menggunakan lampu LED merah dengan variasi intensitas cahaya (1000 lux, 3000 lux, dan 5000 lux) dan inokulum sel awal (OD 0,2, OD 0,3, dan OD 0,5) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap jumlah biomassa kering, laju pertumbuhan, kemampuan fiksasi CO2, kandungan fikosianin, dan kandungan klorofil. Analisis menunjukan bahwa berat kering biomassa tertinggi dan laju pertumbuhan tertinggi didapatkan pada OD 0,5 dengan intensitas 5000 lux menggunakan lampu LED merah sebesar 0,069 mg/ml dan 0,0374 mg/hari. Lalu, fiksasi CO2 tertinggi didapatkan sebesar 0,00110 mg/mg alga menggunakan lampu LED merah pada intensitas 5000 lux. Kandungan fikosianin tertinggi didapatkan menggunakan lampu LED putih pada intensitas 3000 lux sebesar 0,033 mg/mg alga dan kandungan klorofil tertinggi didapatkan menggunakan lampu LED merah pada intensitas 3000 lux sebesar 0,883 mg/mg alga.

Research on the effect of red LED lighting on the growth rate and CO2 fixation of Spirulina platensis microalgae is still ongoing. Microalgae are well-known organisms that are highly efficient in biologically absorbing carbon dioxide. They have been used to improve air quality by reducing carbon dioxide levels and increasing oxygen levels. In this study, Spirulina platensis microalgae were cultivated using red and white LED lights with variations in light intensity (1000 lux, 3000 lux, and 5000 lux) and initial cell density (OD 0.2, OD 0.3, and OD 0.5) to determine their effect on dry biomass, growth rate, CO2 fixation ability, phycocyanin content, and chlorophyll content. The analysis showed that the highest dry biomass weight and growth rate were obtained at OD 0.5 with an intensity of 5000 lux using red LED lights, which were 0.069 mg/ml and 0.0374 mg/day, respectively. The highest CO2 fixation was obtained at 0.00110 mg/mg algae using red LED lights at an intensity of 5000 lux. The highest phycocyanin content was obtained using white LED lights at an intensity of 3000 lux, which was 0.033 mg/mg algae. The highest chlorophyll content was obtained using red LED lights at an intensity of 3000 lux, which was 0.883 mg/mg algae. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Maya Indraputri
"Peningkatan jumlah penduduk dunia berdampak terhadap peningkatan kebutuhan di berbagai aspek seperti makanan bergizi dan obat-obatan.Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut, salah satu sumber daya yang dapat digunakan adalah mikroalga.Mikroalga mampu menghasilkan berbagai jenis senyawa fungsional.Salah satu mikroalga yang banyak dibudidayakan adalah Spirulina platensiskarena kemampuannya untuk bertumbuh dengan cepat serta kegunaan dari senyawa yang dikandungnya.
Fikosianin adalah salah satu senyawa yang terkandung dalam Spirulina sp dan banyak digunakan dalam aspek kesehatan, salah satunya sebagai antioksidan.Walaupun demikian, metode ekstraksi fikosianin yangumum diterapkan masih belum berkerja secara optimum.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi, waktu ekstraksi dan jenis pelarut yang sesuai agar dapat mengoptimalkan hasil ekstraksi.
Penelitian ini menggunakan 2 metode ekstraksi yaitu sonikasi pada 37 kHz serta vortex dengan kecepatan 2000 rpm.Masing-masing metode dilakukan sebanyak 2 kali.Variabel bebasyang diamati dalam setiap metodeadalah jenis pelarut dan durasi ekstraksi.Fikosianin tertinggi dihasilkan dengan metode vortex selama 25 menit menggunakan pelarut buffer fosfat.Ekstrak tersebut menghasilkanyield sebesar 9,62 mg/g alga kering dengan kemurnian sebesar 0,74.

Increasing growth of world population will affect in increasing the needs in several aspects such as nutritious foods and drugs. In order to fulfill the increased needs, one of the prominent source is microalgae. Microalgae can produce various functional compounds. One of the commonly cultivated microalgae is Spirulina platensis because of its ability to grow fast and its compound product's functionality.
Phycocyanin is one of the essential compound that is produced by Spirulina sp.and has been widely used in health aspect, for example as an antioxidant. Unfortunately, the current phycocyanin extraction methods still need to be improved. Hence, this research aims to determine extraction method and its suitable operating condition such as extraction time and solvent type that will yield the optimum result.
This research use the extraction method of sonication at 37 kHz and vortex at 2000 rpm.Each method is done twice. The independent variables are process duration and solvent type. The highest phycocyanin content is produced by vortex at 25 minutes with solvent phosphate buffer. The yield and purity of the extract are 9,62 mg g dry algae and 0,74, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilla Firzan
"ABSTRACT
Malaria prevalence in Indonesia is high, with half of the provinces considered as endemic area. Up until now, Indonesian people used to use Sambiloto and Spirulina as a cure for several inflammatory diseases. This research was done to see the effect of Sambiloto and Spirulina combination from histopathologic aspect in medial colon of P. berghei infected mice. The data from clincal experiment uses Male Swiss Webster mice that has been infected with Plasmodium berghei Anka where they are divided into 4 different groups as follows The first group with Sambiloto the second group with Sambiloto and extract Spirulina the third group with Sambiloto and powder Spirulina the fourth group control with DHP. The data analysed using Shapiro Wilk reveal normal distribution in all groups. Continued with ANOVA test, followed by Tukey Post Hoc test on the significant data, and Kruskal Wallis test for insignificant data. The result show Spirulina group present a significant result in reducing the inflammatory focus and angiogenesis which most likely came from anti inflammatory attribute from the phycocyanin. While the correlation between Sambiloto Spirulina with the goblet cell and dysplasia rate on the infected mice are insignificant, as it requires prolonged inflammation process in order to achieve the optimal result.

ABSTRAK
Malaria masih menjadi momok kesehatan di Indonesia karena tingginya prevalensi dan luasnya daerah endemik. Penggunaan obat tradisional dari tumbuh-tumbuhan sangat dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia sejak dulu, seperti Sambiloto dan Spirulina yang diduga memiliki banyak khasiat seperti anti-inflamasi dari substans flavonoid dan juga angiostatik dari phycocyanin. Riset ini dilakukan untuk mengetahui efek dari kombinasi Sambiloto dan Spirulina pada aspek histopatologi kolon media tikus yang diinfeksikan dengan P. berghei Anka. Data percobaan ini berasal dari mencit Swiss Webster jantan yang sudah diinfeksikan dengan P. berghei anka. Mencit dibagi menjadi 4 kategori; kelompok pertama diberikan Sambiloto, kelompok kedua diberikan Sambiloto dengan ekstrak Spirulina, kelompok ketiga diberikan Sambiloto dan bubuk Spirulina, dan kelompok keempat sebagai kontrol yang telah diberi terapi DHP. Data kemudian diproses dengan uji Saphiro-Wilk dengan hasil distribusi normal. Olah data dilanjutkan dengan uij ANOVA, kemudian uji Tukey Post Hoc untuk hasil yang signifikan dan uji Kruskal Wallis untuk hasil tidak signifikan. Hasil riset membuktikan penambahan Spirulina memberikan perubahan signifikan pada kolon medial mencit, terutama pada fokus inflammasi dan juga angiogenesis. Namun, efek pada jumlah sel Goblet dan displasia tidak memberikan hasil signifikan karena dibutuhkan proses inflamasi yang berkepanjangan untuk mencapai hasil yang optimal. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabil Bilqis Maulida
"ABSTRAK
Pengantar: Saat ini, malaria masih menjadi penyakit endemik dan hampir 3.2 milyar orang berisiko terkena malaria, kasus terbanyak terjadi di Asia Tenggara dan Afrika. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki prevalensi tinggi. Terlebih lagi, berkembangnya resistensi terhadap obat anti malaria di Asia Tenggara, khususnya resistensi kloroquin di Indonesia. Sambiloto merupakan obat herbal yang telah digunakan sebagai obat anti malaria dan anti inflamasi. Spirulina juga memiliki fungsi sebagai anti inflamasi. Namun, belum ada penelitian mengenai kombinasi kedua obat ini sebagai obat anti malaria. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek kombinasi dari sambiloto dan spirulina pada perubahan histopatologi di usus halus mencit terinfeksi Plasmodium berghei. Metode: Data diambil dari percobaan pada mencit jantan Swiss Webster yang sudah terinfeksi Plasmodium berghei Anka. Ada empat kelompok perlakuan, kelompok AP yang sudah diobati dengan ekstrak sambiloto, kelompok AP ES yang diberikan ekstrak sambiloto dan ekstrak spirulina, kelompok AP PS yang diobati dengan ekstrak sambiloto dan powder spirulina, serta kelompok DHP sebagai kontrol positif. Hasil: Hasil analisis menggunakan tes one-way ANOVA dan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah fokus inflamasi, sel goblet, dysplasia dan angiogenesis. Namun, dengan pengamatan mikroskopik dan perhitungan rata-rata tiap kelompok, kelompok yang diberikan spirulina memiliki hasil jumlah fokus inflamasi, sel goblet, dysplasia dan angiogenesis yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Diskusi: Pada riset ini, sifat anti inflamasi pada sambiloto dan spirulina dikarenakan komponen aktif dari sambiloto yaitu andrographolide dan phycocyanin dari spirulina. Jumlah sel goblet meningkat bersamaan dengan meningkatnya inflamasi, karena fungsi nya sebagai pelindung pada lapisan mucosa. Dysplasia juga berkaitan dengan proses inflamasi terutama dalam perkembangan neoplasma. Beberapa mediator inflamasi juga memiliki sifat angiogenic, yang mendukung terjadinya proses angiogenesis saat mediator- mediator ini direkrut pada proses inflamasi.

ABSTRACT
Introduction Recently, malaria is still endemic in some area and approximately 3.2 billion people were at risk, most cases happen in South East Asia and African. Indonesia also has high prevalence of malaria. Moreover, high level of antimalarial drug resistance occurs in South East Asia, specifically choloroquine in Indonesia. Sambiloto, one of herbal drugs, has been used as anti malarial drug and also anti inflammatory. Spirulina also has anti inflammatory properties. However, there is no study that prove sambiloto and spirulina combination could be use as anti malarial drug. The purpose of this study is to analyze the effects of sambiloto and spirulina combination to histopathological changes of small intestine from mice that already infected by Plasmodium berghei Method Data is obtained from clinical experiment of Male Swiss Webster mice that already infected with Plasmodium berghei Anka. There are 4 groups of treatment, AP group which has been treated with sambiloto extract, AP ES group treated using sambiloto extract with spirulina extract, AP PS that were treated using sambiloto extract and spirulina powder, and DHP group which is treated with DHP as the positive control group. Results Data analysis using one way ANOVA and Kruskal Wallis shows that there is no significant differences in inflammatory focus, goblet cells, dysplasia and angiogenesis among 4 group of treatment. However, from microscopic field view and mean comparison, addition of spirulina, both extract and powder form, into sambiloto extract decreased inflammatory focus, goblet cells, dysplasia and angiogenesis on the small intestine. Discussion In this research, anti inflammatory properties of sambiloto is due to its bioactive component such as andrographolide and phycocyanin that inhibit pro inflammatory mediators. Goblet cells count increase as inflammation occurs, as it has function as protective part in mucous layer. Dysplasia is also related to inflammation process, especially in neoplasm development. Inflammatory cytokines also have angiogenic properties, as increasing of inflammation process will recruit inflammatory mediators and promote angiogenesis to happen. "
2016
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Noviasari
"Plastik yang dapat terbiodegradasi merupakan salah satu solusi dalam upaya mengurangi limbah plastik. Plastik dapat diproduksi dari mikroalga dengan kandungan protein yang tinggi, seperti Spirulina platensis. Mikroalga dicampur dengan polimer; dalam penelitian ini polivinyl alkohol digunakan sebagai polimer untuk menghasilkan bioplastik. Material lain yang dibutuhkan yaitu gliserol sebagai plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitas dan maleat anhidrida sebagai compatibilizer untuk memperkuat ikatan antara mikroalga dan polimer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan plastik biodegradable dengan sifat mekanik yang mirip dengan plastik komersial, yaitu dengan kuat tarik sebesar 26,4 kgf/cm2 dan elongasi 222,5.
Dalam penelitian ini, hal yang divariasikan adalah jumlah maleat anhidrida, yaitu 0 wt, 2 wt, 4 wt, dan 6 wt dan jumlah gliserol, yaitu 15 wt, 20 wt, 25 wt, dan 30 wt. Sifat mekanik, seperti kuat tarik dan elongasi, dan morfologi permukaan dengan menggunakan SEM telah dianalisis. Dari percobaan ini diperoleh konsentrasi optimal compatibilizer adalah 6 wt dan konsentrasi optimal plasticizer adalah 30, menghasilkan kuat tarik film bioplastik 27,7 kgf/cm2dan elongasi 66. Morfologi permukaan yang terbentuk dilihat dengan SEM menunjukkan bahwa film bioplastik yang menggunakan compatibilizer memiliki permukaan yang lebih homogen dibandingkan dengan film bioplastik tanpa compatibilizer.

Biodegradable plastics are one of the breakthrough in the effort to reduce plastic waste. Plastic can be produced from microalgae with a high protein content, such as Spirulina platensis. Microalgae were mixed with polymer polyvinyl alcohol was used in this research to produce the bioplastics. Other materials were glycerol as plasticizer to increase flexibility and maleic anhydride as compatibilizer to strengthen the bond between the microalgae and polymer. The aim of this research is to produce biodegradable plastic with mechanical properties similar to commercial plastics, i.e. tensile strength of 26,4 kgf cm2and elongation of 222,5.
This research varied the amount of maleic anhydride, which were 0 wt, 2 wt, 4 wt, and 6 wt and the amount of glycerol, which were 15 wt, 20 wt, 25 wt, and 30 wt. Mechanical properties, i.e. tensile strength and elongation and surface morphology with SEM have been analyzed. Based on the experiment, the optimum compatibilizer composition for bioplastic film is 6 wt and the optimum plasticizer composition is 30 wt, which shows the tensile strength at 27,7 kgf cm2and elongation at 66. Surface morphology comparison with SEM shows that bioplastic film with compatibilizer have more homogeneous surface than without compatibilizer.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bagus Prakasa
"Penggunaan tabir surya (sunscreen) adalah cara untuk melindungi kulit dari bahaya paparan sinar UV. Saat ini, ada banyak tabir surya berbasis bahan kimia (sintetis organik) di pasaran, seperti ovobenzone, oxybenzone, otisalate yang telah terbukti sebagai bahan kimia beracun bagi kulit. Penelitian terkait penggunaan bahan alami sebagai zat aktif untuk tabir surya terus meningkat, salah satunya adalah mikroalga. Mikroalga Spirulina plantesis adalah cyanobateria yang secara alami menyerap sinar UV dalam selnya, yaitu flavonoid. Flavonoid berpotensi untuk digunakan sebagai bahan tabir surya aktif karena kemampuannya untuk menyerap panjang gelombang maksimum dalam kisaran sinar UV, serta meningkatkan nilai SPF. Dalam penelitian ini, flavonoid divariasikan dalam kisaran 1-10% (w/w) dan perbandingan olive oil : candelilla wax divariasikan, yaitu 10: 1 dan 5: 1 dengan kisaran komposisi wax adalah 35-40% (w/w) untuk mendapatkan stabilitas krim dan nilai SPF yang optimal dari sediaan krim sunscreen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa flavonoid dalam sampel kering dan basah mikroalga adalah 22,10 mg/g ekstrak dan 10,91 mg/g ekstrak. Komposisi sunscreen terbaik pada penelitian ini adalah sunscreen dengan ekstrak mikroalga 7% (w/w) dan perbandingan antara olive oil : candelilla wax adalah 35: 7, karena formulasi ini memberikan hasil yang baik yang dikategorikan sebagai ultra-SPF (29,57) dan memiliki skor stabilitas yang baik (18,67 dari 20). Oleh karena itu, tabir surya dari ekstrak mikroalga yang mengandung flavonoid aman digunakan, karena total mikroba masih di bawah batas mikroba total pada SNI dan tidak mengiritasi kulit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Regita Cendani
"Latar belakang: Kanker kolon merupakan salah satu kanker yang mengalami peningkatan insidensi saat ini, hal tersebut terjadi karena konsumsi lemak tinggi yang menyebabkan absorbsi senyawa karsinogenik dalam tubuh dan memperlambat waktu pengangkutan ke usus. Doksorubisin sebagai obat kanker kolon memiliki kelemahan yaitu dapat menginduksi apoptosis dan nekrosis sel yang sehat serta menimbulkan toksisitas pada hati, otak, ginjal dan jantung sehingga diperlukan alternatif pengobatan kanker kolon. Spirulina platensis dapat dikembangkan sebagai antikanker karena ketersediaannya di perairan Indonesia dan terbukti memiliki banyak manfaat.
Tujuan: mengetahui kandungan fitokimia dan efek sitotoksik ekstrak Spirulina platensis terhadap sel kanker kolon WiDr. 
Metode: Maserasi dan ekstraksi Spirulina platensis dengan menggunakan pelarut etanol, etil asetat dan n-heksana. Komponen fitokimia ekstrak Spirulina platensis dianalisis melalui uji fitokimia, dan uji kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis aktivitas sitotoksik ekstrak etil asetat, ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol terhadap sel WiDr dilakukan dengan metode uji MTT assay. 
Hasil: Komponen senyawa fitokimia ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol Spirulina platensis masing-masing mengandung metabolit sekunder flavonoid, triterpenoid, steroid, alkaloid dan glikosida. Ekstrak n-heksana Spirulina platensis mengandung metabolit sekunder triterpenoid, steroid dan alkaloid. Pada uji KLT, didapatkan tujuh komponen fitokimia pada ekstrak n-heksana serta terdapat enam komponen pada ekstrak etanol dan etil asetat Spirulina platensis. Ekstrak etanol, n-heksana dan etil asetat Spirulina platensis pada penelitian ini memiliki aktivitas inhibisi terhadap sel kanker kolon WiDr. Nilai IC50 yang didapatkan pada ekstrak etanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana Spirulina platensis terhadap sel WiDr secara berurut adalah 6,764 ± 1,691¼g/mL; 42,509 ± 1,603¼g/mL dan 71,257 ± 3,4¼g/mL, sedangkan kontrol positif doksorubisin memiliki nilai IC50 sebesar 0,226 ± 0,185¼g/mL.
Kesimpulan: Ekstrak Spirulina platensis terbukti memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai terapi alternatif dalam tata laksana kanker kolon. 

Background: Colon cancer is one of the cancers that has an increasing incidence at this time, this happens because of high-fat consumption which causes absorption of carcinogenic compounds in the body and slows transport time to the intestine. Doxorubicin as a colon cancer drug has a weakness that is it can induce apoptosis and necrosis of healthy cells and cause toxicity to the liver, brain, kidney and heart, so an alternative treatment for colon cancer is needed. Spirulina platensis can be developed as an anticancer because of its availability in Indonesia’s ocean and has been proven to have many benefits.
Objective: to determine the phytochemical content and cytotoxic effects of Spirulina platensis extract on WiDr colon cancer cells. 
Methods: Maceration and extraction of Spirulina platensis using ethanol, ethyl acetate and n-hexane as solvents. The phytochemical components of the Spirulina platensis extract were analysed by means of phytochemical tests, and thin layer chromatography (TLC) tests. Analysis of the cytotoxic activity of ethyl acetate extract, n-hexane extract and ethanol extract on WiDr cells was carried out using the MTT assay method.
Results: The phytochemical components of the ethyl acetate extract and the ethanol extract of Spirulina platensis each contain secondary metabolites in the form of flavonoids, triterpenoids, steroids, alkaloids and glycosides. N-hexane extract of Spirulina platensis contains secondary metabolites in the form of triterpenoids, steroids and alkaloids. In the TLC test, seven phytochemical components were found in the n-hexane extract and six components in the ethanol and ethyl acetate extracts of Spirulina platensis. The ethanol, n-hexane and ethyl acetate extracts of Spirulina platensis in this study had inhibitory activity against WiDr colon cancer cells. IC50 values ​​obtained in ethanol extract, ethyl acetate extract and n-hexane extract Spirulina platensis against WiDr cells were 6.764 ± 1.691 g/mL; 42.509 ± 1.603 g/mL and 71.257 ± 3.4 g/mL respectively, whereas the positive control of doxorubicin has IC50 value of 0.226 ± 0.185 g/mL.
Conclusion: Spirulina platensis extract has proven potential to be developed as an alternative therapy in the treatment of colon cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Nisrina
"Malaria merupakan penyakit endemik yang disebabkan oleh Plasmodium sp melalui nyamuk Anopheles. Pemberian terapi klorokuin merupakan terapi lini pertama sebagai antimalaria, terutama pada Plasmodium falciparum. Penggunaan klorokuin menjadi tidak terkontrol dan resisten pada beberapa wilayah disebabkan penggunaan dosis obat yang tidak adekuat. Penelitian ini bertujuan dalam menemukan terapi herbal yang dapat bekerja sebagai efek antimalaria. Pemberian herbal yang digunakan pada penelitian ini adalah Spirulina crude yang dalam bentuk bubuk. Spirulina merupakan tanaman yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan parasit dengan memodulasi sistem imun. Selain itu, Spirulina juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Zat aktif yang terkandung dalam Spirulina adalah fikosianin.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian dari efek pemberian Spirulina baik secara tunggal maupun kombinasi dengan klorokuin secara oral kepada mencit Swiss yang terinfeksi Plasmodium berghei. Dosis Spirulina yang diujikan adalah 250 mg/kgBB mencit dan 500 mg/kgBB mencit. Perbandingan densitas parasitemia dengan metode the 4 days suppression test pada semua kelompok perlakuan, mendapati nilai signifikan (p<0.01) dengan uji Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kombinasi Spirulina dengan klorokuin dapat menghambat pertumbuhan parasitemia lebih tinggi dibandingkan pemberian tunggal klorokuin maupun Spirulina. Hal ini dapat disimpulkan pemberian Spirulina menunjukkan sinergisme dengan klorokuin sebagai terapi antimalaria. 

Malaria is an endemic disease caused by Plasmodium sp. through Anopheles mosquitoes. Chloroquine therapy is the first line therapy as antimalarial, especially in Plasmodium falciparum. The use of chloroquine as antimalarial becomes uncontrolled and resistant in some areas due to inadequate use of drug doses. This study aims to find an herbal therapy that can act as an antimalarial agent. Herbal therapy that used in this study is crude spirulina powder. Spirulina is a plant that works by inhibiting the growth of the parasite by modulating the immune system. In addition, Spirulina also has the ability as an antioxidant and antiinflammatory. The active substances contained in Spirulina are flavonoids.
This study examined the herbal therapy of Spirulina either single or in combination with chloroquine to Swiss mice infected with Plasmodium berghei orally. The dose of Spirulina used was 250 mg / kgBW mice and 500 mg / kgBW. The ratio of parasite density to the 4 days suppression test method in all treatment groups found significant value (p <0.01) with Kruskal-Wallis test.
The results prove that the combination of Spirulina with chloroquine has stronger the growth inhibitory activity of parasitemia than single-chloroquine and Spirulina therapy. It can be concluded that Spirulina therapy shows synergism with chloroquine as antimalaria therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>