Setelah melakukan IPO pada tahun 2000, PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) mulai memasuki babak baru dalam sejarah kepemilikannya. Selanjutnya melalui strategic private placement, pada tahun 2002 masuklah Farindo sebagai pemegang saham mayoritas. Karena kinerja perusahaan yang baik, saham BCA menjadi salah satu yang diminati oleh para pemodal. Selama tahun 2002, harga saham BCA mengalami apresiasi sebesar 69,5% sedangkan IHSG terapresiasi sebesar 8.4%. Untuk membantu keputusan investasi terhadap saham BCA, maka penulis melakukan analisa fundamental untuk melihat prospek saham BCA ke depan. Analisa meliputi makro ekonomi, kondisi industri perbankan, dan kondisi spesifik perusahaan. Metode valuasi yang akan digunakan adalah Free Cash Flow to Equity dan Earning Multiples (PER).Kondisi makro ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2003 menunjukkan perbaikan. Hal ini memberikan keyakinan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia sedang berjalan seiring dengan pemulihan ekonomi global. Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 akan mencapai 3.5% - 4%, pertumbuhan ini masih didominasi oleh konsumsi swasta, sedangkan peningkatan investasi walaupun ada namun belum dapat menggairahkan sektor riil.Kondisi sektor perbankan nasional secara umum cenderung membaik. Hal ini dicerminkan dengan meningkatnya DPK, kredit dan penyaluran kredit baru. Sebaliknya rasio Non Performing Loan (NPL) menurun, dan Net Interest Income (NII) tetap positif, serta permodalan bank yang semakin membaik.Namun terdapat beberapa hal yang perlu diwaspadai antara lain:a. Tekanan terhadap profitabilitas bank akibat lambanya pertumbuhan kredit terutama untuk sektor usaha produktif dan adanya kecenderungan penurunan suku bunga.b. Rendahnya efisiensi operasional bank-bank besar dan tinigginya ketergantungan pada pendapatan bunga obligasi dan SBI.Kondisi keuangan BCA juga menunjukkan perbaikan di lengah kecenderungan menurunnya suku bunga SBI, Net Interest Margin (NIM) tetap dapat terjaga stabil dikisaran 5%-6%, komposisi pendapatan bunga juga mengalami perbaikan dengan meningkatnya pendapatan bunga yang berasal dari penyaluran kredit. Laba per lembar saham pada akhir tahun 2002 sebesar Rp 426 sedangkan per akhir September 2003 sebesar Rp 276.Untuk menghadapi persaingan di sektor perbankan yang semakin ketat, BCA Semakin memfokuskan diri sebagai bank ritel pilihan untuk melakukan berbagai transaksi. Selain didukung 800 Kantor Cabang ,2500-an mesin ATM BCA dan 20,000-an mesin EDC Debit BCA yang tersebar di berbagai Iokasi strategis, BCA juga mengembangkan layanan transaksi yang berbasis teknologi seperti internet banking, mobile banking dan phone banking. Selain sebagai upaya meningkatkan customer value, pengembangan elektronic channel ini juga meningkatkan efisiensi operasi.Berdasarkan hasil valuasi harga saham BCA dengan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) diperoleh harga saham BCA sebesar Rp. 4,779 / lembar per akhir September 2003, sedangkan harga saham BCA di pasar sebesar Rp 3525 / lembar sehingga posisi harga saham BCA pada tanggal tersebut adalah undervalued .Sedangkan hasil valuasi dengan metode Earning Multiples (PER) diperoleh bahwa harga saham BCA sebesar Rp 3,416 / lembar per akhir September 2003, nilai ini hampir mendekati harga saham BCA di pasar pada tanggal tersebut yairu Rp 3,525 / lembar. Walaupun metode Earning Multiples sering digunakan dalam melakukan penilaian harga saham, metode ini tidak mencerminkan aspek fundamental dari BCA. Nilai yang dihasilkan dari metode FCFE lebih mencerminkan prospek usaha BCA ke depan.Berdasarkan hasil analisa fundamental tersebut, disarankan kepada investor untuk membeli saham BCA selama harga di pasar lebih rendah daripada intrinsic value saham BCA yaitu sebesar Rp 4,779 / Iembar. Namun perlu diingatkan bahwa intrinsic value ini diperoleh dengan metode valuasi FCFE yang sangat bergantung pada berbagai asumsi yang mendasari proyeksi cash/flow perusahaan di masa depan dan besarnya expected rate of return yang diharapkan oleh investor. |