:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Gendang Kibot : Fungsi Integrasi pada Masyarakat Karo di Jakarta

Limbeng, Julianus; James Danandjaja, supervisor (Universitas Indonesia, 2002)

 Abstrak

Karo adalah salah satu sub-suku bangsa yang banyak anggota masyarakatnya melakukan migrasi ke Pulau Jawa, khususnya ke Jakarta dan sekitarnya. Perpindahan ini hingga saat ini terus berlangsung sehingga diperkirakan populasi orang Karo di Jakarta lebih kurang 20.000 orang. Hal ini bisa kita lihat dari data anggota Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) saja di Jakarta lebih kurang 12.000 orang, dan ditambah pemelukpemeluk agama lain seperti Katholik, Islam, Kristen Protestan dan lainnya. Namun sampai saat ini angka yang pasti tentang jumlah orang Karo di Jakarta belum ada.


Melakukan migrasi pada masyarakat Karo bukanlah prilaku yang acak, karena itu orang-orang yang memutuskan untuk bermigrasi dapat dianggap sebagai orang-orang pilihan dari antara populasi (Guillet et at, 1976: 10), walaupun mungkin ada unsur-unsur atau faktor kemungkinan yang mendorong untuk bermigrasi. Keadaan-keadaan biografi personal mungkin merupakan faktor-faktor selektif yang menentukan individu-individu yang mana cenderung bermigrasi (Pally, 1994 : 8).


Orang Karo yang melakukan migrasi ini biasanya mempunyai kelompok-kelompok dan memilih tempat tinggal sementara dimana ada orang yang dikenalnya seperti satu kampung, hubungan kerabat dan sebagainya, karena orang Karo yang di Jakarta berlainan asal usul dari daerah asalnya (Petro, 1981 : 1-10). Walaupun jauh dari daerah asalnya, masyarakat Karo di `perantauan' di dalam kehidupan dan adaptasinya dengan budaya-budaya yang amat heterogen masih berusaha mempertahankan identitas etniknya dengan melakukan kegiatan-kegiatan budaya yang dijewantahkan di dalam upacara-upacara adat yang dilakukan yang disebut dengan adat nggeluh (Ginting, 1989 : 1-20) yang dibawa dari daerah asal walaupun perubahan-perubahan dapat saja terjadi dari beberapa sisi akibat banyak faktor.


Keberadaan instrumen musik dalam setiap upacara-upacara adat adalah merupakan hal yang sangat penting. Ensambel musik ini dikenal dengan nama gendang lima sedalanen yang terdiri dari 5 buah instrumen, yaitu sarune (aerofon, single-reed), gendang indung (membranofon, konikal), gendang anak (membranofon, konikal), gang (gong), dan penganak yaitu sejenis gong kecil (Sembiring, 1995 : 2). Ensambel musik ini dimainkan oleh lima orang. Namun, sekarang ini alat musik ini sudah jarang sekali digunakan di dalam kegiatan upacara-upacara yang ada dan digantikan oleh satu alat musik saja yaitu kibot, dan orang Karo menyebutnya dengan gendang kibot.


Gendang kibot adalah sebuah alat musik elektrik keyboard (organ). Kibot ini dapat diprogram sedemikian rupa untuk meniru bunyi yang hampir sama denga bunyi gendang lima sedalanen. Tidak semua kibot dapat diterima, hanya produksi dari perusahaan alat musik Jepang Technics dengan sari KN-2000. Namun demikian masyarakat Karo di Jakarta menerima kehadiran alat musik ini walaupun adanya perubahan-perubahan di dalam bentuk penyajian. Kehadirannya hampir selalu ada dalam upacara-upacara adat yang dilakukan baik yang bersifat kegembiraan dan kesedihan. Gendang kibot tidak saja sebagai pelengkap upacara, tetapi dia berubab hampir menjadi utama, karena orang cenderung menghadiri sebuah kegiatan apabila alat musik ini ada. Dia menjadi sebuah alat yang mempunyai makna yang sangat luas di dalam adaptasi masyarakatnya untuk membawa masyarakatnya kepada sebuah manifestasi dalam pola-pola hubungan sosial baik ke dalam maupun keluar demi kelangsungan hidup masyarakatnya.


Soal bagaimana gendang kibot berfungsi sebagai salah satu alat integrasi masyarakat Karo di Jakarta dapat dilihat dart kepentingan dan peranan-peranannya di dalam setiap konteks upacara-upacara yang dilakukan masyarakatnya. Hal ini sudah pasti menyangkut adanya suatu kebutuhan masyarakat untuk menggunakan perangkat alat tersebut. Untuk itu, maka beberapa konsep penting untuk mengkaji fenomena tersebut antara lain adalah kebutuhan, integrasi (Smith, 1987), pranata atau institusi (Uphoff, 1986), strategi adaptasi (Smith, 1987), struktur sosial (Foster, 1949; Merton, 1968) dan perubahan sosial budaya (Suparlan, 1986; Bungess, 1948; Inkeles, 1955; Etzioni and Etzioni, 1964).


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Di dalam penelitian ini peneliti terlibat aktif di dalam kegiatan-kegiatan gendang kibot, tetapi wawancara tetap dilakukan kepada sejumlah informan untuk mengambil data primer. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan kehidupan masyarakat Karo di Jakarta dan sekitarnya. Pendekatan kualitatif diarahkan untuk menggali data etnografi masyarakat yang diteliti mengenai fungsi gendang kibot di dalam penintegrasian masyarakat Karo di Jakarta. Pengamatan dan wawancara dilakukan saling melengkapi, baik dalam arti saling mengisi kekurangan data dan menjauhkan penfsiran-penafsiran yang bersifat pribadi.

 File Digital: 1

Shelf
 T 10946.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T10946
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2002
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T10946 15-21-862667729 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 105276