Kifosis tuberkulosis adalah kelainan tidak stabil yang cenderung bertambah dan menyebabkan banyak masalah. Ada berbagai macam osteotomi yang dilakukan untuk mengkoreksi kifosis yang disebabkan banyak kondisi, namun bukan untuk tuberkulosis. Makalah ini mengajukan shortening procedure untuk mengkoreksi kifosis tuberkulosis. Penelitian praeksperimental dilakukan dengan melibatkan 49 pasien kifosis tuberkulosis yang dioperasi di RSCM dan RS Fatmawati sejak Juni 1996 hingga Juni 2001. Seluruh pasien dievaluasi secara radiografis saat sebelum operasi, setelah operasi, hingga kontrol terakhir (6-36 bulan). Resiko operasi berupa defisit neurologis juga dievaluasi berdasarkan Frankel. Kifosis dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu grup A ( kifosis 30°-59°) grup B (60°-89°) dan grup C (90°-120°). Kifosis pasca operasi rata-rata terkoreksi sebesar 30,82° (67,5%), pada grup A 28° (75,49%), pada grup B 42,3° (62,43%) dan pada grup C 27° (23,36%). Komplikasi neurologis ditemukan pada 6 pasien (12,2%); 4 (11,8%) pada grup A dan 2 (40%) pada grup C, namun tidak ada perbedaan secara statistik berdasarkan komplikasi yang ditimbulkan antara kedua grup (p=0,1023). Dari hasil diatas disimpulkan bahwa Shortening procedure untuk kifosis tuberculosis memberikan koreksi yang signifikan. Pada kifosis TB > 90°, prosedur ini masih memberikan koreksi yang bermakna secara statistik namun dengan risiko komplikasi neurologis. (Med J Indones 2004; 13: 47-52) Tuberculous kyphosis is an unstable lesion that tends to progress and lead to many problems.Various corrective osteotomies for kyphosis have been described for various conditions, but not for tuberculosis. This articles proposed shortening procedure to correct tuberculous kyphosis. The preexperimental study was conducted in 49 patients with tuberculous kyphosis treated surgically at Cipto Mangunkusumo and Fatmawati hospital since June 1996 till June 2001. All patients were evaluated radiographically in the preoperative period, postoperative period, and at the latest follow-up (6-36 months). Neurological deficit risk of operation was also evaluated by Frankel grading. The kyphosis were classified into three group, group A (kyphosis 30° - 59°) group B (60° - 89°) and group C (90° - 120°). The average postoperative kyphosis correction was 30.82° (67.5%); in group A 28° (75.49%), in group B 42.3° (62.43%), and in group C 27° (23.36%). Anova test gave significant difference in persentage of postoperative correction. Paired t-test also gave significance postoperative correction in all groups. Neurological complication was found in 6 patients (12.2%); 4 (11,8%) in group A dan 2 (40%) in group C, and no statistical difference between the two groups concerning this complication (p=0.1023). We concluded that shortening procedure for tuberculous kyphosis gave significant correction. In TB-kyphosis > 90° shortening procedure still gave significant correction although a potential risk of serious neurologic complication. (Med J Indones 2004; 13: 47-52) |