Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengidentifikasikan dan menjabarkan kondisi Selat Malaka dan bentuk-bentuk perompakan yang sesungguhnya terjadi di kawasan perairan ini guna menetapkan solusi penanganan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kegiatan penelitian dilakukan dalam kurun waktu 2003-2004, karena berdasarkan Iaporan IMB (International Maritime Bureau) pada saat ini kasus-kasus perompakan dan pembajakan di wiiayah perairan Selat Malaka meningkat dan teiah meresahkan berbagai pihak yang menggunakan laut sebagai media perhubungan, perdagangan dan transportasi.Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan dua pertiga wilayahnya terdiri atas lautan. Secara geografis, Indonesia lerletak di persilangan dunia menempatkan perairannya mengalir arus lalu Iintas barang dan jasa dan ke Afrika, Timur Tengah, Timur Jauh, Australia bahkan daratan Eropa dan Amerika, oleh sebab itu bagi bangsa-bangsa di dunia, sebuah pelayaran yang aman di perairan Indonesia merupakan suatu keharusan.Apabila alur-alur pelayaran yang ada di Indonesia terganggu, seperti perompakan dan pembajakan, maka dapat dibayangkan kerugian yang ditimbulkan baik di bidang ekonomi, iingkungan serta kerugian polilik dan diplomasi yang tentunya dapat merugikan nama baik Indonesia di mata dunia internasional, dan akan menyandang predikat perairan yang rawan.Oleh karena itu, sejumlah pengamat menilai bahwa apabila selat yang melewati pesisir Indonesia, Malaysia dan Singapura ini terganggu, maka dapat melumpuhkan perdagangan dunia selama berbulan-bulan. Sementara masalah keamanan sepanjang selat ini adalah tanggung jawab tiga negara pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura. Untuk itu ketiga negara tersebut sejak lama telah menjalin kerja sama pengamanan di wilayah perairan ini dalam bentuk Patroli Terkoordinasi (Patkor) Malindo antara Indonesia dengan Malaysia dan Patkor lndosin antara Indonesia dengan Singapura. Kemudian Patkor tersebut ditingkatkan dari kerjasama bilateral menjadi kerjasama trilateral yaitu Patkor Malsindo (Malaysia, Singapura dan Indonesia) yang diresmikan pada tanggal 20 Juli 2004 di Selat Malaka.Kesimpulan dari penelitian ini adalah sejak digelamya Patroli Terkoordinasi tiga negara (Trilateral) antara Malaysia, Singapura dan Indonesia dengan sandi Malsindo di Selat Malaka, tingkat kejahatan di perairan tersebut mulai menurun. Dulu, para perompak leluasa beroperasi di Selat Malaka, tetapi sejak digelarnya Patroli Terkoordinasi yang melibatkan 17 kapal perang, tidak ada ruang Iagi bagi mereka. Selain itu, indikasi menurunnya tingkat kejahatan di Selat Malaka terlihat dari jumlah kasus yang dilaporkan oleh para kapal-kapal pelintas perairan tersebut. Sebelum ada Patkor Trilateral, paling sedikit ada 9 laporan kejadian tiap bulannya, sedangkan sekarang sudah menurun menjadi 4 laporan setiap bulannya.Konsekuensi logis Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang memiliki 17.506 pulau dan luas perairan sekitar 5,8 juta km2 serta dihadapkan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis, maka Indonesia harus memiliki Angkatan Laut yang kual dan mampu menjamin tercapainya keamanan dan kedaulatan negara di laut Serta mampu melaksanakan proyeksi kekuatan apahila sewaklu-waktu dibutuhkan.Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, kecuali membangun dan mengembangkan Angkatan Laut yang kuat guna menegakkan kedaulatan negara dan hukum di laut, serta melindungi segenap kepentingan nasional di Iaut. Bagi negara maritim besar seperti Indonesia, Angkatan Laut yang kuat bukan merupakan sebuah kemewahan, melainkan merupakan sebuah kebutuhan. |