Kaum muda atau remaja banyak melakukan eksperimen untuk mencari jati diri antara lain dengan menggunakan musik. Mereka bahkan kemudian menjadi pendorong dari kelahiran subkultur. Musik rock dipakai sebagai salah satu satu yang mampu merangsang pemikiran dan pembentukan kelompok tandingan yang direpresentasikan melalui lahirnya komunitas-komunitas subkultur. Kelahiran subkultur, pada awalnya, tidak pernah bisa dipisahkan dengan gaya hidup menyimpang. Anggota-anggota subkultur dianggap melakukan praktek-praktek penyimpangan perilaku seperti tindakan kriminal, alkohol, drugs, atau seks bebas. Rock sebagai musik yang muncul dengan semangat pemberontakan dijuluki sebagai musik 'iblis' karena dianggap merangsang kebiasaan hidup menyimpang tersebut.Komunitas slanker merupakan salah satu kelompok subkultur kaum muda di Indonesia yang mendasarkan pada musik rock. Seperti halnya subkultur-subkultur lain, slanker juga tidak bisa melepaskan diri dari stigma negatif berupa penyimpangan hidup. Di awal kemunculannya, anggota-anggota kelompok slanker juga banyak melakukan gaya hidup menyimpang seperti mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang. Namun pada perkembangannya, mereka meninggalkan kebiasaan hidup menyimpang itu. Dipengaruhi oleh kelompok musik idola mereka Slank, subkultur slanker menentang budaya bangsa yang penuh dengan korupsi, kolusi, dominasi, segregasi, dan kepalsuan yang dianggap sebagai 'kultur dominan'. Sebagai kelompok subkultur mereka menciptakan simbol-simbol spesifik untuk menegosiasikan bentuk budaya alternatif atas budaya dominan dan atau tradisional. Busana mereka cuek dan apa adanya, gaya bahasa mereka terbuka dan kadang kasar, mereka memiliki cara jabat tangan khas, dan mereka juga menciptakan pesan-pesan tertentu terkait dengan focal concern sebagai kritik sosial.Penelitian ini bertujuan untuk menggali identitas subkultur slanker dengan mengaitkan peran media KoranSlank terhadap pembentukan identitas mereka. Paradigms konstruksionisme dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran konstruksionisme bersifat dialektis. Proses pemahaman terhadapnya, tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan lebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kultural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tekhnik observasi Iangsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Etnografi juga dipilih agar memungkinkan terjadinya diskusi yang lebih mendalam dengan para informan berkaitan dengan informasi-informasi yang mereka berikan ataupun atas interpretasi-intepretasi hasil yang didapatkan.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa identitas slanker terangkum dalam gaya yang disebut dengan slengean. Identitas tersebut beroperasi dalam interaksi antara apa yang dimiliki secara personal oleh masing-masing anggota (identitas personal) dengan gaya kolektif yang mencerminkan milik komunitas (identitas kelompok). Media KoranSlank berperan besar dalam membentuk gaya slengean, memberi pemaknaan aimbol-simbol komunitas, dan membangun kohesifitas slanker yang akan memperkuat identitas slengean. Implikasi dari hasil penelitian ini memberi pemahaman tentang komunitas slanker sebagai bentuk subkultur yang merespon dominasi budaya tidak dengan praktek-praktek penyimpangan hidup. Pembentukan subkultur slanker lebih merupakan negosiasi atas budaya darninan negeri yang dianggap penuh dengan korupsi, segregasi, hipokrisi, dan kepalsuan. Respon terhadap dominasi budaya tidak dilakukan seperti halnya gerakan politik, tetapi lebih melalui bentuk-bentuk ide budaya seperti gaya busana, gerakan sosial, dan gerakan moral melalui pembuatan kata-kata mutiara. Jumlah anggota, daya kreativitas, dan kohesifitas kelompok menjadi potensi besar bagi pengembangan dan pemberdayaan komunitas.Makna teoritik hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelahiran subkultur sebagai bentuk dari budaya kaum muda menjadi penyedia bentuk identitas kelompok alternatif diluar dari yang ditawarkan oleh sekolah dan pekerjaan. Kaum muda merespon dominasi budaya dengan melakukan negosiasi budaya. Perubahan sosial yang tidak mungkin terhindarkan menyebabkan sifat otentisitas subkultur bersifat lentur, mengikuti perubahan tersebut. Subkultur slanker lebih menunjukkan perlawanan budaya dalam praktek kompromistis. Para anggota subkultur masih mempertimbangkan nilai-nilai lokal yang dimiliki orang tua. Norma-norma dan nilai-nilai tradisi atau religi tetap dihormati. Berbeda dengan subkultur lain yang banyak muncul di Barat, subkultur di Indonesia lebih terlihat masih memperhatikan nilai-nilai tradisional. Karenanya, cakupan teoritik (theoretical scope) terkait dengan subkultur perlu memperhatikan faktor lokalitas. Sifat kompromi subkultur terhadap budaya dominan dan atau budaya orang tua perlu diperhatikan terutama terhadap subkultur-subkultur yang lahir di dunia timur. |