ABSTRAK Pengelolaan kota Batam dapat menimbulkan permasalahan karena adanya dua organisasi pemerintah, yaitu Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam. Kedua organisasi ini memiliki landasan hukum yang kuat dalam menjalankan kewenangannya mengelola kota Batam. Badan Otorita Batam dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1973. Oleh karena pertambahan jumlah penduduk semakin tinggi maka pemerintah pusat membentuk kotamadya Batam pada tahun 1983 dengan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1983. Tugas pemerintah kota saat itu adalah untuk melayani warga masyarakat yang ada di Pulau Batam dan sekitarnya. Tugas pembangunan dijalankan oleh Badan Otorita Batam. Pada 1999 terbitlah Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otnomi Daerah. Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka sejumlah daerah berpeluang untuk dimekarkan menjadi daerah otonom. Salah satunya adalah Kota Batam yang terbentuk berdasarkan HU No. 53 tahun 1999. Devas dan Rakodi ahli manajemen perkotaan mengatakan bahwa banyaknya aktor yang terlibat dalam pengelolaan kota dapat mengakibatkan konflik. Menurut teori Louis Pondy, konflik dapat terjadi karena perbedaan kepentingan, perbedaan pandangan, dan tujuan-tujuan atau juga karena perebutan sumber daya alam.Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadinya konflik dalam pengelolaan kola, khususnya dalam pengelolaan tata ruang. Untuk dapat membuktikan asumsi ini, dilakukan penelitian berdasarkan metode kualitatif yang mencakup observasi lapangan, wawancara terstruktur, Berta studi kasus. Observasi di lapangan dilakukan untuk melihat pengeloaan tata ruang dan proses perijinan yang berlaku di Batam. Wawancara dilakukan etas narasumber yang merupakan pemangku jabatan struktural dalam kedua organisasi pemerintahan di Batam, kalangan pengusaha dan warga masyarakat.Dari hasil penelitian, ditemukan konflik dalam pengelolaan kota Batam antara Pemerintah Kota dan Badan Otorita. Konflik mengikuti pola Louis Pondy, yakni lima tahapan atau jenis konflik. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi konflik dalam pengelolaan kota Batam, khususnya dalam perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang. Konflik yang terjadi di Batam sudah dapat dikatakan konflik termanifestasi sesuai dengan model tahapan konflik Pondy. Dampak dari konflik tersebut terhadap pengelolaan kota antara lain berdampak pada pelayanan publik. Akibat lebih lanjut, berdampak pada perkembangan kota Batam. ABSTRACT The management of Batam City may create problems due to the fact that there are two governmental organizations, which is Batam Industrial Development Authority (BIDA) and Batam City Government. Both organizations are supported by strong legal foundations in running the management of Batam City. Batam Industrial Development was founded based on the Presidential Decree No. 41/1973. However, since the population of the city keeps increasing, the central government created Batam municipality in 1993 with the Government Regulation no. 34/1983. The duty of the city government at that time was to provide services to the people living on Batam Island and in the surrounding area. Meanwhile, the duty to develop Batam was conducted by BIDA. In 1999, Act No. 22 re Regional Autonomy was issued. This Act allowed several regions to be expanded into autonomic regions and one of them was Batam City which was founded based on Act No. 53/1999. Devas and Rakodi, urban management experts, said that the involvement of several actors in the management of a city may result in conflicts. According to Louis Pondy's theory, conflicts may occur for several reasons: different interests, different perspectives, and different objectives or because there is a rivalry in managing the natural resources.The objective of this research is to prove that conflicts occurred in the city management, especially in the spatial management. To prove this assumption, a qualitative research was conducted that covers field observation, structured interviews, and case study. Field observation was carried out to see the spatial management and the licensing procedures that are applied in Batam. Government officers of both organizations, businessmen, and some people of Batam City were interviewed.The finding of the research is the occurrence of conflicts between Batam City Government and Batam Industrial Development Authority in the managing Batam City. The conflict is in accord with the pattern described by Louis Pondy, which covers five steps or five types of conflicts. It can be concluded that there have been conflicts in the management of Batam City, especially in the spatial planning, spatial usage, and spatial control. According to Pondy's stages of conflicts, the conflicts that happened in Batam can be classified as manifested conflicts. The conflicts affect the public services which in the long run will hinder the development of Batam City. |