Peranan kejaksaan dalam pembebasan bersyarat
Hasibuan, Evi;
Rudy Satriyo Mukantardjo, supervisor; Mardjono Reksodiputro, examiner; Yoni Agus Setyono, examiner
([Publisher not identified]
, 2007)
|
ABSTRAKKejaksaan sebagai salah satu institusi penegakan hukum yang melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan Undang-Undang. Tugas utama yang lebih dikenal luas adalah sebagai lembaga penuntutan terhadap kasus-kasus pidana di Pengadilan. Padahal tugas-tugas lain yang cukup penting juga dipegang oleh Kejaksaan, antara lain sebagai eksekutor suatu keputusan. Salah satu yang dieksekusi adalah melakukan pembebasan bersyarat dan pengawasan terhadap pembebasan bersyarat. Hal ini tidak banyak disinggung dalam berbagai literatur. Padahal pembebasan bersyarat sangat diharapkan sebagai proses pembinaan bagi narapidana diluar lembaga agar dapat lebih mudah untuk bersosialisasi. Adanya pembebasan bersyarat dipengaruhi oleh pandangan modern pemidanaan yang menghendaki kemanfaatan dan pembinaan terhadap narapidana yang dinilai telah memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat tersebut. Mekanisme pemberian bersyarat secara rinci diatur dalam dalam Pasal 12 dan 13 Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.Dl.PK.04-10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan CuLi Menje3ang Bebas. Keputusan pemberian pembebasan bersyarat merupakan wewenang Menteri Kehakiman atau pejabat yang ditunjuk olehnya.Pasal 30 ayat (1) huruf c UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, menyebutkan Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pembebasan bersyarat. Namun dalam melaksanakan tugasnya tersebut belum dapat dilakukan maksimal. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain adanya kendala administrasi, kurangnya petunjuk baku berupa juklak atau juknis pelaksanaan pengawasan pembebasan bersyarat dan belum adanya koordinasi antar Kejaksaan dalam pengawasan pembebasan bersyarat tersebut.Dalam kendala administrasi, seharusnya setiap pembebasan bersyarat dicatat dalam suatu register, namun dalam praktek tidak semua Kejaksaan memiliki daftar tersebut. Hal ini disebabkan adanya volume pekerjaan yang cukup padat sedang pegawai sangat kurang. Di sisi lain aturan intern Kejaksaan yang mengatur bagaimana pelaksanaan pengawasan sangat kurang bahkan tidak ada. Hal ini menyebabkan Kejaksaan tidak dapat melakukan tindakan lain terhadap terpidana yang tidak melapor diri sebagai pengawasn terhadap terpidana. Diharapkan ke depannya terdapat suatu aturan baku tentang pelaksanaan pengawasan pembebasan bersyarat. Sebab pembebasan bersyarat di masa yang akan datang akan semakin penting dalam pemidanaan Indonesia. ABSTRACTJudiciary as any law enforcement institution who implement duty and functions based on legislation. The well-known main duty is institution that prosecute criminal case at court. Indeed, other important relative duties is also handled by Judicature among other thing executing any judgment, i.e. conditional release and its supervision, it had not mostly be written in literature. Actually, it is highly wished as building process for criminal actor outside' of correctional facility so as to socialize easily. The conditional release is influenced by modern concept, the punishment that wishes benefit and building against prison who had had values complying with requirements to obtain such conditional release. In details the mechanism of giving conditional release is set forth in Article 12 and Article 13 of Ministerial Decree of Justice No.M.01.PK.04-10 year 1999 on Assimilation, Conditional Release and Leave Facing Release. It represent authority of Justice Minister or the officer appointed by his.Article 30 paragraph (1) letter C Laws No.16 year 2004 on Judiciary stating that Judiciary as institution that authorize to supervise conditional release. But, to realize such duties it had not been realized maximally. It is caused by some factors among them administrative hindrances, lack of manual such as operational guidance or technique in implementing such conditional release supervision and no inter judiciary coordination to supervise such conditional release. Administratively, essentially, any conditional release is recorded in register, but, practically, not all judiciaries had such register. It is resulted by job volume is more and employee is less. In other side, internal judiciary regulating how supervision performance is it may not be wished (lack). So that, Judiciary may not implement other actions against criminal actor(s) who had not reported their selves. For the future it is wished any standard regulation on supervision performance for conditional release may be realized, because in Indonesia the punishment will be more important. |
Peranan kejaksaan-Full text (T 19285).pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T19285 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2007 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | viii, 175 pages : illustration ; 30 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T19285 | 15-19-907641734 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 110761 |