:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Koalisi partai politik dalam pemilihan kepala daerah secara langsung: Kasus pilkada Provinsi Banten tahun 2006 = Political party coalitions in the direct local leader elections: The case of Banten Province's 2006 Pilkada

Sri Budi Eko Wardani; Burhan Djabir Magenda, supervisor; Djohermansyah Djohan, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007)

 Abstrak

Perubahan partai politik setelah rezim Orde Baru membawa konsekuensi serius bagi peran partai politik. Pertama, adanya pergeseran peran partai politik dari aktor di pinggiran kekuasaan menjadi aktor utama yang berperan membentuk kekuasaan politik. Kedua, adanya keharusan partai politik melakuka reformasi internal untuk tujuan memenangkan kekuasaan politik sekaligus menjawab tuntutan publik. Ketiga, terkait keterlibatan partai politik dalam pemilihan untuk mengisi jabatan politik dan jabatan politik.
Partai politik lalu dihadapkan pada paradigma baru yaitu bekerja profesional, memiliki kemampuan bekerjasama atau bernegosiasi dengan partai lain dalam meraih kemenangan, serta melihat konstituen sebagai aset atau kapital yang harus terus dikumpulkan dan dipelihara. Salah satu strategi memenangkan pemilihan umum adafah melalui koalisi politik. Koalisi partai politik membentuk pemerintahan dan untuk memperkuat posisi tawar dalam proses politik di parlemen atau kabinet, menjadi hal tak terhindarkan dalam kehidupan partai di era reformasi ini. Fenomena tersebut dianggap wajar mengingat hasil Pemilu 2004 menghasilkan kekuatan partai yang terfragmentasi secara berimbang. Hal ini membuat keputusan membentuk koalisi menjadi tak terhindarkan. Salah satunya yang terjadil dalam pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada).
Pilkada yang dimuiai pada Juni 2005 menjadi arena politik baru bagi partai-partai politik. Dari 211 Pilkada pada 2005, ada 126 Pilkada yang dimenangkan oleh pasangan yang diusung koalisi partai. Sedang 85 lainnya dimenangkan oleh pasangan salon yang didukung partai tanpa koalisi. Bagi partai, koalisi dalam Pilkada memiliki kekhasan yang patut dicatat, yaitu: (1) secara kuantitas formasi koalisi bisa sangat banyak yang disebabkan oleh banyaknya pemilihan; (2) adanya kebutuhan pemetaan yang memungkinkan pengurus pusat partai memberikan kebebasan relatif pada pengurus daerahnya untuk memutuskan koalisi; dan (3) kecenderungan pofa koalisi dalam Pilkada yang sangat menyebar dan nyaris sulit untuk diramalkan. Salah satu kasus yang diamati untuk menunjukkan kecenderungan tersebut adalah Pilkada Provinsi Banten pada 26
Tesis ini menggunakan tiga kerangka teori untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pertama adalah teori koalisi politik dari William Riker yang menekankan prinsip ukuran (Minimal Winning Coalitions) dan Robert Axelrod yang menekankan prinsip kedekatan preferensi kebijakan (Minimal Connected Winning). Kedua, teori pilihan rasional untuk melihat kontestasi pilihan-pilihan kepentingan yang menjadi dasar pengambilan keputusan para aktor untuk berkoalisi. Keputusan berkoalisi adalah sebuah pilihan rasional dalam rangka memaksimalkan kepentingan atau keuntungan yang dapat diraih. Ketiga, adalah teori oligarki dari Robert Michels. Teori ini digunakan untuk melihat pengaruh struktur partai dalam mempengaruhi pembentukan koalisi partai.
Setidaknya ada lima faktor yang diuji dalam tesis ini - mengacu pada kasus Pilkada Banten- untuk melihat pengaruhnya dalam pembentukan koalisi partai. Pertama adalah pemetaan kekuatan politik di DPRD. Tingkat pengaruh faktor ini sedang karena diperlukan untuk memenuhi persyaratan pencalonan 15% suara atau kursi. Tetapi calon dapat saja membentuk koalisi dengan partai-partai non parlemen jika diperlukan. Kedua, pertimbangan platform partai dalam pembentukan koalisi, apakah sifatnya ideologis atau pragmatis. Tingkat pengaruh faktor ini rendah karena partai pada dasarnya dapat membangun koalisi dengan partai manapun tergantung pemaksimalan kepentingan yang dapat diraih.
Faktor ketiga adalah mekanisme internal penjaringan oleh partai politik. Tingkat pengaruh faktor ini rendah karena tidak ada keharusan partai melakukan penjaringan internal, dan kalaupun dilakukan, hasilnya tidak mengikat atau dapat dibatalkan oleh pengurus pusat. Keempat adalah peran dewan pengurus pusat (DPP) partai. Tingkat pengaruh faktor ini tinggi karena rekomendasi atau persetujuan DPP bersifat mutlak sehingga tidak ada alternatif lain bagi pengurus daerah selain mengikuti petunjuk DPP. Dan kelima adalah peran figur bakal calon kepala daerah. Tingkat pengaruh faktor ini tinggi dalam pembentukan koalisi karena figur yang mendanai penggalangan dukungan selama pencalonan. Partai politik secara institusi biasanya tidak rnengeluarkan materi untuk mendukung pencalonan kepala daerah.

The post new order change within political parties brought serious consequences towards their role: These include: the shift within the political parties' role from being marginal actors in the national power sphere, towards assuming a main role in the formation of political power; political parties being obliged to conduct internal reforms for the sake of winning the contested political power and in order to answer public demands; political parties' involvements in elections dedicated towards filling political position slots.
Political parties were then introduced to a new paradigm which encompassed virtues such as professionalism, ability to cooperate and negotiate with other parties in the attempt of winning the election, and in how they were to view constituents as valuable assets of which supports must always be gathered and preserved. One of the strategies in winning political elections is by creating political coalition(s). Political coalitions in building a new government and in order to create a better bargaining power in the parliamentary or cabinet political processes have become an inevitable phenomenon in this post-reform era. This phenomenon was considered as an obvious one due to the fact that the 2004 election had bred out a fragmentated and balanced political party power configuration. Such configuration later induced many parties to form coalitions as a necessity to anticipate the situation in other elections, as can be seen in the direct regional leader election ("Pemilihan Kepala Daerah Langsung" - PiLKADA).
The Pilkada, which began on June 2005, became a new arena for political parties. From over 211 Pilkada held in 2005, 126 of them were won by candidates supported by party coalitions, while another 85 were won by candidates supported by parties not engaging in coalitions. For many parties, the coalitions made during the Pilkada had certain features: (1) Quantitatively, the abundance of coalitions was made possible due to the many elections held; (2) mapping requirements made many central party officials to allow greater freedom for their local agents to decide coalitions; (3) the tendency within Pilkada coalition patterns exhibited a divergent and unpredictable trend. One of the examined which showed such tendency was the Banten Province Pilkada held on November 26, 2006 in which 4 candidate pairs who participated in this event were all supported by political party coalitions.
This thesis applies three theoretical frameworks in order to answer its research question. The first one is political coalitions theory by William Riker, which emphasizes the measurement principle (Minimal Winning Coalitions), and Robert Axelrod, which emphasizes the policy preference connectedness principle (Minimal Connected Winning). The second one is the rational choice theory which will be used to analyze the contestation of interest choices, which serves as a basis for actors' decision making to form coalitions. Such decision can be seen as a rational choice in order to maximize an actor's interest and benefits. The third theoretical framework applied here is oligrarchic theory by Robert Michels. This theory will be used to view how party structures influence the decision to form coalitions.
There at least five factors which this thesis seeks to analyze, referring to the Banten Pilkada case, in order to see their effect to party coalition formations. The first factor is the political power mapping in DPRD level. This factor's level of influence is medium, due to its function to fulfill the 15% vote or chair requirement. However, candidates may likely form coalitions with non-parliamentary parties if necessary. The second factor is the party platform considerations in coalition formations, whether they include the involvement of ideological preferences or more pragmatic stances. The influence level of this factor can bee deemed low due to the fact that most parties are likely to build coalitions with any party depending on the interest maximization which can be gained.
The third factor is the internal networking mechanisms by political parties. This factor's level of influence is low due to the inexistence of requirements by parties to conduct internal networkings. However, if such mechanism is to occur, the results would likely to be non-bounding or cancellable according to the decision of central organizers. The fourth factor is the role of party's central organizing board (Dewan Pengurus Pusat - DPP). This factor has a high level of influence due to the absolute recommendation or agreement made by the DPP which in turn negates all other alternatives for local organizers to follow except the ones established by the DPP. The fifth factor is the role of local leader candidates. This factor is highly influential in determining the coalition formation due to the role of certain figures who financially support the candidates. Political parties are normally refrained from committing material supports during the local leader elections.

 File Digital: 1

Shelf
 Koalisis partai Full text (T 19281).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T19281
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xii, 138 pages : illustration ; 29 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T19281 15-19-373971787 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 110905