Pada beberapa perseroan terbatas yang terdapat pemegang saham dari pihak asing, umumnya mereka membuat risalah rapat umum pemegang saham (Rapat) di bawah tangan dalam bahasa Inggris. Akan tetapi untuk keputusan-keputusan yang membutuhkan tindak lanjut ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, risalah Rapat tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta pernyataan keputusan rapat dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut sehubungan dengan adanya perubahan bahasa tanpa melalui penerjemah resmi? Dalam melakukan penelitian tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang tidak saja meneliti peraturan perundang¬undangan yang mengatur tetapi juga bagaimana penerapan dalam praktek pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Pasal 43 Undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai penerjemahan yang wajib dilakukan oleh Notaris dan apabila Notaris tersebut tidak dapat menerjemahkan, maka dapat dibantu oleh seorang penerjemah resmi. Namun tidak dalam semua hal penerjemahan itu dapat dilakukan oleh Notaris. Dalam hal pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, Notaris tidak dapat langsung menerjemahkan risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan yang diterimanya dan tertulis dalam bahasa Inggris, walaupun Notaris tersebut memahami isi risalah Rapat. Notaris hanya dapat menerjemahkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, bukan akta yang berasal dari pihak lain. Jika Notaris tetap menerjemahkan akta risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan tersebut, maka akta itu kehilangan otentisitas karena penerjemahan dilakukan di luar kewenangan Notaris dan menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti akta yang dibuat di bawah tangan serta Notaris bertanggung jawab penuh atas tindakan tersebut. Apabila ada pihak yang dirugikan akibat tindakannya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang¬undang tentang jabatan Notaris, kode etik profesi, maupun digugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri. It is often that in the companies in which some of the stakeholders are foreigners, the notes that conclude the general meeting of stakeholders is made unofficially in English. However, concerning the decisions that need a further follow up particularly to the Department of Law and Human Rights of Republic of Indonesia, the note should be stated officially in a certificate of the meeting decision, all in Indonesian. Regarding to this matter, how is the responsibility of a notary should be seen when there is a language translation conducted without hiring any official translator? In this research the writer applies the juridical-normative legal research method, which is not only scrutinizing the regulating law itself, but also its implementation in term of how the notary carrying his/her duty. The article 43 of the Law concerning the Notary Office regulates the criteria of a translation task that should be conducted by a notary, and in case he/she is not eligible to do it, an official translator can be hired to aid. However, not all translation could be done by a notary. Instead, in case of the meeting decision certificate making, a notary has no right to directly translate the English note he/she received, even though he/she comprehends the contents. A notary is only able to translate a certificate made by or before him/her, and not the one made by other party. If the notary ignorantly still runs the translation on such a note, the certificate translated looses its authenticity since the translation is considered as conducted beyond the notary's authority and thus the certificate becomes of the same power as an unofficial one. In addition, the notary did it is considered as fully responsible for his/her deed. If there were any party whose interest being harmed for this, then the concerned notary can be put under sanction which is in accordance with the law of the notary office, profession code of conduct, as well as being sued referring to the regulation in the civil law through a State Court. |