Khittah 1926 dan Orientasi civil society merupakan pengambilan jalan tengah bagi proses politik dalam tubuh NU. Ada tiga pemahaman Khittah: Pertama, khittah merupakan reposisi NU dalam mengembangkan organisasi kemasyarakatan dan pesantren. Kedua, khittah sebagai strategi politik Ketiga, khittah masuk dalam tataran praktik keagamaan dan menolak NU keluar dalam jalur politik.Metodologi yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi analisis. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen, wawancara, koran-koran, majalah yang membahas tentang NU dan civil society tepatnya paradigma khittah 1926.Teori yang digunakan dalam hai ini adalah teori J.W.F Hegel tentang cavil society yang menegaskan bahwa elemen gerakan civil society tetap tidak bisa lepas dari kontrol negara, dan masyarakat dapat terlibat dalam negara. Karenanya peran yang dilakukan oleh elemen civil society tidak sebatas ruang gerak vis-a vis negara, tetapi menjadi mitra koordinatif antara negara dan masyarakat, tetapi tetap sebagai gerakan civil society, NU terus mengedepankan tahap kritis terhadap negara.Penemuan dalam penelitian ini adalah bahwa pads prinsipnya NU hanya mengorientasikan pada gerakan civil society sebagai stralegi politik untuk menekan terhadap dominasi negara. NU dalam kapasitasnya sebagai elemen civil society lebih mengorientasikan pada nilai-nilai gerakan sosial keagamaan. Keputusan menjadikan NU sebagai gerakan sosial keagamaan diorientasikan untuk memperkuat posisi warga negara yang banyak dieksploitir dan dihegemoni oleh negara. Adapun keberadaannya sebagai gerakan politik NU lebih menekankan pada pendekatan transformasi f, dimana gerakan politik diorientasikan pada pemenuhan kebijakan politik untuk perbaikan masyarakat.Kesimpulannya bahwa NU secara garis besar telah mengorientasikan dirinya pada wilayah gerakan sosial keagamaan, tak bisa dipungkiri memang pasalnya keterlibatan NU dalam ranah politik praktis membuat NU terjebak pada pragrnatisme politik yang akut. Karenanya NU pasca muktamar ke-31 mempertegas posisi organisasi NU pada wilayah gerakan sosial keagamaan atau tepatnya gerakan civil society.Implikasi teorinya adalah yang dikembangkan dalam civil society dalam barat menekankan pada wilayah otonomi dalam masyarakat, masyarakat menjadi kekuatan untuk melawan negara, padahal dalam kontek Indonesia elemen civil society lebih cenderung tidak bisa lepas dari negara, NU megalami nilai civil society yang cenderung selalu menarik ulur akan eksistensinya dalam vis-a vis negara. Khittah of 1926 and civil society orientation is a middle way for the political process in the organization of NU. There are three comprehensions on it: first, khittah is a reposition of NU in advancement of the communal organisation and pesantren. Second, khittah is a political strategy. Third, khittah is a practical implementation of religion and deny coming out to political track.The methodology which is used is qualitative approach and the category of research is descriptive analytic. Technique of data collection is done by collecting data from books, documents, interviews, newspaper, and magazines that look at NU and civil society especially the khittah of 1926.Theory which is applied in the study is theory of civil society generated by G.W.F Hegel who assumed that elements of civil society movement cannot escape from state control and society can involve within state. Consequently, the role of elements of civil society is not only opposite the state, but also coordinative partner between state and society. As a civil society movement, NU still endorses critical position toward state.Finding of the study is that the principles of NU orientate to civil society movement as a political strategy only to resist the domination of state. NU in its capacity of-civil-society has a-strong orientation nn socio-religion values. The v6rdict of directing NU as socio-religious movement is oriented to strengthen the position of citizen who is exploited by state. Its existence as a political movement impels to transformative approach, which political movement is oriented to the fulfillment of political strategy to develop society.To conclude, NU generally tends to acquaint itself to socio-religious movement. It is undeniable that the involvement of NU in the political practice activities has trapped NU in an acute political pragmatism. Consequently, NU after 31th muktamar has stated its position in the socio-religious movement of civil society movement.The implication of theory is that in the theories of civil society in Western tradition focus on autonomy of society whereas society is a political power against state. In the context of Indonesia, elements of civil society cannot liberate from state. NU itself has an experience of a civil society which tends to back and forth facing the state. |