:: UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Efektivitas pelaksanaan kebijakan secondary offering pararel dengan rights isue dalam rangka pendanaan PT Bank Negara Indonesia (persero) tbk

Punike Pirantya; Eko Rizkianto, supervisor; Rhenald Kasali, examiner (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008)

 Abstrak

Pada pertengahan tahun 2007 BNI mengeluarkan kebijakan public offering yang tidak biasa. Setelah prospektus ringkas rights issue diumumkan di surat kabar Bisnis Indonesia tanggal 28 Juni 2007, empat hari kemudian, tepatnya tanggal 2 Juli 2007, BNI kembali mengumumkan prospektus ringkas secondary offering di surat kabar yang sama. Yang menarik adalah kedua public offering tersebut sama—sama diperdagangkan di BEI mulai tanggal 13 Agustus 2007. Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi adalah PT Bahana Securities untuk tingkat domestik dan JP Morgan untuk tingkat intemasional, sedangkan Hadinoto dan Partners ditunjuk sebagai konsultan hukum. Dalam pelaksanaan rights issue BNI menawarkan sekitar 1,99 milyar saham biasa seri C dengan harga Rp2.025 per saham. Para pemegang saham lama merniliki FIMIETD dengan rasio setiap pemegang 20 lembar saham lama berhak memesan tiga lembar saham baru. Sementara itu, secondary offering menawarkan sekitar 3,475 milyar saham biasa atas nania seri C, yang terdiri atas 1,5 milyar saham seri C lama milik Pemerintah untuk program divestasi dan 1,974 milyar saham seri C baru hasil pelaksanaan rights issue. Pada Sindo tanggal 1 Agustus 2007 diberitakan bahwa harga penawaran saham "secondary offering" ditetapkan sebesar Rp2.050 yang merupakan level minimum dari kisaran harga yang ditargetkan pemerintah sebelumnya, yaitu Rp2.050-Rp2.700 per saham. BNI mereficanakan dana hasil rights issue untuk rtieniperkuat struktur permodalan dálam rangka pengimplementasian Bassel II dan mengembangkan kegiatan usaha BNI. BNI memperkirakan akan mendapatkan dana sebanyak Rp3-4 trilyun dari publik bagi pengembangan usahanya. Di sisi. lain, Pemerintah menargetkan penerimaan APBN 2007 sebesar Rp3,3 trilyun dari divestasi' saham BNI melalui secondary offering. Aksi korporasi bersama BNI dan Pemerintah diprediksi akan tercatat sebagai transaksi terbesar dalam sejarah bursa saham di Indonesia. Tujuan dari karya akhir mi adalah untuk menganalisis pergerakan cumulative abnormal return (CAR) pada hari-hari sekitar event dan uji signifikansi abnormal return, sehingga dapat diketahui keefektifan kedua kebijakan public offering BNI. Selain itu, karya akhir mi juga bertujuan untuk mengamati kisaran harga yang terjadi pada saat perdagangan di BE! terkait dengan target APBN Pemerintah. Metode yang digunakan dalam analisis kasus mi adalah event study yang memungkinkan pengamat menilai dampak peristiwa (event) terhadap harga saham perusahaan. Dampak tersebut diukur dengan memperkirakan abnormal return menggunakan market model. Dengan meregresikan abnormal return dengan waktu dan kemudian dilakukan pengujian koefisien regresinya dengan uji t akan diketahui efektivitas kebijakan BNI. Sementara itu, CAR digunakan untuk mengkaji dampak keseluruhan pengumuman di sekitar event. Hasil analisis menunjukkan terjadinya pergerakan pasar seminggu sebelum diumumkannya prospektus ringkas baik untuk rights issue maupun secondary offering. Bhkan, pergerakan tersebut juga telah terjadi sebelum perdagangan di BEI yang menimbulkan indikasI terjadinya kebocoran informasi atau adanya insider trading. Meskipun demikian, pasar merspon negatif yang, menyebabkan tidak terjadinya lonjakan nilai CAR pada saat hari pengumuman event. Bahkan, CAR bernilai negatif. Kemudian, total CAR pengumuman prospektus rights issue dan secondary offering daripada nilai CAR pada saat perdagangan keduanya di BET. Selain itu, fenomena overpricing ditunjukkan dalam divestasi saham BNI. Harga saham selama perdagangan di BET berada di kisaran Rp I .680-Rp2.000. Dengan kata lain, saham diperdagangkan pada level harga di bawah yang sudah ditetapkan Pemerintah pada saat rights issue dan secondary offering. Dengan demikian, kebijakan yang dijalankan oleh BNI tidak efektif dan target penerimaan APBN 2007 juga tidak tercapai. Mengacu pada kesimpulan tersebut, maka BNI diharapkan tidak lagi mengeluarkan dua kebijakan public offering sekaligus dan memperpendek rentang waktu antara pengumuman dan pelaksanaan public offering, sehingga dapat dicegah terjadinya kebocoran informasi. Pemerintah juga diharapkan tidak terlalu banyak mengeluarkan pernyataan di media yang membuat para pelaku pasar bingung. Sementara itu, underwriter sebagai salah satu penentu keberhasilan public offering diharapkan dapat merespon lebih cepat terhadap segala peristiwa yang terjadi di pasar, sedangkan investor disarankan tidak terlalu optimis di awal pada saat kebijakanpublic offering diumumkan.

In the middle of year 2007 BNI issued uncommon public offering. After announcing prospectus for rights issue in Bisnis Indonesia on June 28, 2007, four days later, precisely on July 2, 2007, BNI announced again prospectus for secondary offering. The interest thing is both public offering will be traded at the same time, starting from August 13 until August 20, 2007. As underwriters are PT Bahana Securities for domestic level and JP Morgan for international level. Meanwhile, Hadinoto and Partners act as law consultant. Rights issue of BNI will offer around 1,99 billion shares class C at price 2.025 rupiah per share. The existing shareholders with twenty old shares has right to book three new shares. In the meantime, secondary offering of BNI will offer around 3,475 billion shares class C. These shares consist of 1,5 billion old shares class C owned by government for divest program and 1,974 billion new shares class C from rights issue. Based on Sindo, August 1, 2007, price for secondary offering has stated at 2.050 rupiah per share which is minimum level from initial target price from governement, 2.050-2.700 rupiah per share. Capital from rights issue is planned for strengthening capital structure of BNI in order to implement Bassel II and develop business activities of BNI BNI predicts that BNI will get 3-4 billion rupiah from public for business development. In other side, Government has APBN target 3,3 billion rupiah from divest BNI shares through secondary offering. The corporate action BNI together with government is predicted as biggest transaction in the history of stock market in Indonesia. This thesis has purpose to observe trend of CAR around the event and sign jfIcance of abnormal return from rights issue and secondary offering, so the effectiveness of both public offering will be known. The other purpose of this thesis is also to observe share price during the trading regard to the AFBN target 200 7of government. The method for this case analysis is event study that enables an observer to assess impact of particular event on firm 's share price. That impact is measured by predicting abnormal return using market model. The efectiveness of BNI policy can be known through regressing between abnormal return and time and then continuing with t-test for coefficient of regression. Meanwhile, the entire impact of announcement around the event can be captured by CAR. The result of analysis showed that there was market movement a week before announcement of rights issue and secondary offering. This movement also happened a week before trading which indicated that there was leakage of information or insider trading. Nevertheless, market responded negatively causing no signicant leap around the event. Indeed, CAR values were also negative. Then, the total CAR from announcement of rights issue and secondary offering was higher than CAR value in BEI trading. Instead of that, the overpricing phenomenon was showed in divest of BNI shares. During the trading in BEI, the range of share price was 1.680-2.000 rupiah. In the other word, shares were traded on lower price than price that determined by government for rights issue and secondary offering. That is why, the policy of BNI could not be executed effectively and the target for revenue of AFBN 2007 could not be achieved. Based on that conclusion, it is hoped that BNI would not issue two policies ofpublic offering at the same time and shorten the period between announcement date and the execution itself, so the leakage of information can be prevented. Furthermore, the government should not give statement too much in media which could make market confuse. Meanwhile, the underw,'iter, as one of the success factor which determines the success of public offering, is expected to respond any event in market faster than before. For the investor, they should not be too optimistic at the first time when public offering was announced.

 File Digital: 1

Shelf
 T23035-Pirantya Punike.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Kata Kunci

 Metadata

No. Panggil : T23035
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xxv, 69 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T23035 15-23-94214145 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 116264