Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh stadium larva Taenia solium (cacing pita babi), sedangkan taeniasis solium disebabkan cacing dewasa yang hidup di dalam rongga usus halus manusia. Penyakit ini sampai sekarang terutama ditemukan di tiga propinsi yaitu Bali, Sumatera Utara dan Papua. Prevalensi tertinggi ditemukan di Propinsi Papua pada tahun 1997 yaitu 42.7%. Studi kasus kontrol ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sistiserkosis di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Kelompok kasus ini merupakan seluruh penderita sisterserkosis berusia lebih dari 8 tahun yangditemukan melalui kuesioner pada surveri Tarniasis, Sistiserkosis dan Neurosistiserkosis yang dilaksanakan oleh tim bulan Januari sampai dengan Februari 2002, sedangkan kelompok kontrol diambil secara acak dari orang yang tidak menderita sistiserkosis pada survei tersebut. Diagnosis sistiserkosis ditentukan dengan pemeriksaan ELISA terhadap serum antibodi parasit tersebut baik pada kasus maupun kontrol. Dari seluruh variabel yang ditelliti didapatkan beberapa faktor yang secara statistik berhubungan bermakna dengan kejadian sistiserkosis setelah dikontrol secara bersamaan yaitu cuci tangan (OR 4.9 95% CI:2.55-9.61), jenis pekerjaan (OR 2.11 95% CI:1,14-4\3.91), frekuensi mandi (OR 2.59% CI: 1.31-5.12), jenis sumber air bersih (OR 2.41 95 CI:1.31-4.44) dan tempat buang air besar (OR 6.25 95% CI:3.14-12.44). Perlu dilakukan pendidikankesehatan kepada masyarakat tentang hal hal sebagai berikur: kebiasaan mencuci tangan, pentingnya mandi dengan menggunakan air bersi serta membuang air besar pada tempat yang terlindung. Pemerintah daerah perlu mengadakan saranan air bersih da n sarana umum untuk tempat buang air besar. Factors Associated With Occurrence of Cysticercosis Among Wamena People’s, at Jayawijaya District, PapuaProvince, In 2002. Cysticercosis is a disease caused by the larva of Taenia solium, the pig tapeworm, whereas taeniasissolium is caused by the adult worm, which lives in the small human intestines. The prevalence oftaeniasis/cysticercosis in Indonesia varies from 1.0% to 42.7% and until now is found predominantly in three provincesi.e. Bali, North Sumatera and Papua. The highest prevalence was found in Papua during the year 1997 (42,7%). Thiscase-control study was designed for finding factors in connection with the existing cysticercosis in Sub-districtWamena, District Jawawijaya. The number of cases consisted of all patients suffering from cysticercosis aged morethan 8 years, found by questionaires during a survey for Taeniasis, Cysticercosis and Neurocysticercosis, conducted bythe team from January till February 2002 and the control group consisted of individuals without cysticercosis during thesurvey. The diagnosis of cysticercosis was determined with ELISA by antibody detection of the parasites in the serumof both groups. Among the total number of variables several factors were found significantly associated with theexistence of cysticercosis after calculation as a whole i.e. washing hands (OR 4.9 95%CI:2.55-9.61), profession (OR2.11 95%CI:1.14-3.91), frequency of bathing (OR 2.59 95%CI:1.31-5.13), source of clean water (OR 2.41 95%CI:1.31-4.44) and sanitation (OR 6.25 95%CI:3.14-12.44). Community health education is recommended on topics such as thehabit of washing hands, bathing with clean water and using standard toilets. It is suggested that the local governmentprovides clean water facilities and general sanitation facilities. |