Banyaknya warganegara asing yang melakukan aktifitas keluar masuk dari dan ke Indonesia memberikan fakta baru bahwa diantara warganegara asing tersebut diduga melakukan tindak pidana keimigrasi berupa pelanggaran atau kejahatan, mengingat perkembangan tindak pidana keimigrasian semakin beragam maka Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi dituntut untuk lebih peka dan profesional dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan dan keberadaan warganegara asing yang disertai dengan penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun pro justitia dengan melakukan penyidikan terhadap warganegara asing yang diduga kuat melakukan tindak pidana keimigrasian.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah masa pendetensian yang telah dijalani warganegara asing di Rumah Detensi Imigrasi selama proses penyidikan tindak pidana keimigrasian dapat disamakan dengan penahanan sehingga dapat diperhitungkan dan dikurangkan dari putusan pidana yang dijatuhkan Hakim di Pengadilan, serta untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Pasal 51 Undang-undang nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap anak dibawah umur warganegara asing yang lahir di Indonesia dan tidak melaporkan kelahirannya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari.Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, yang bersumber dari data sekunder, data primer dan data tersier dimana data sekunder merupakan data utama yaitu dengan melakukan studi kepustakaan, kemudian data primer merupakan data pelengkap yaitu dengan melakukan penelitian lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Selanjutnya untuk melengkapi data tersebut diatas dilakukan study kasus mengenai tindakan administratif dibidang keimigrasian dan putusan pengadilan mengenai tindak pidana keimigrasian.Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian dengan ancaman pidana dibawah 5 (lima) tahun Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi tidak dapat melakukan penahanan terhadap tersangka, karena dasar hukum untuk melakukan penahanan tersebut tidak diatur dalam Hukum Acara Pidana sehingga tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi terhadap tersangka adalah dengan mengenakan tindakan keimigrasian berupa penempatan dalam Rumah Detensi Imigrasi, hal ini menjadi problema tersendiri karena masa pendetensian yang dijalani tersangka di Rumah Detensi Imigrasi tidak dapat diperhitungkan atau dikurangkan dari putusan pidana yang dijatuhkan hakim di pengadilan. Kemudian penerapan Pasal 51 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap anak dibawah umur warganegara asing, untuk penyidikannya mengalami kendala karena Penyidik Pegawai Negeri Sipil kesulitan untuk menentukan siapa yang dapat dijadikan tersangka karena belum adanya dasar hukum yang mengatur tentang hal tersebut, sehingga dalam penyelesaiannya dilakukan proses administratif dibidang keimigrasian, Yaitu dengan mengenakan tindakan keimigrasian berupa pengusiran (Deportasi). |