Partal Keadilan Sejahtera (PKS) adalah kelanjutan dari Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan bermula dari gerakan tarbiyah yang dipelopori oleh aktifis dakwah kampus yang terbangun selama bertahun-tahun di mushala-mushala dan masjid-masjid di beberapa universitas yang dengan ter jadinya gejolak reformasi 1998 kemudian bertransfonnasi menjadi gerakan politik.Fakta mengalakan bahwa kamudian partai ini menjadi sebuah fenomena karena pada tahun PEMILU 2004 berhasil memperoleh dukungan yang cukup signifikan dan dengan perolehan 45 kursi DPR, PKS menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan. Salah satu daya tarik yang menonjol yang diusung oleh PKS adalab label "partai dakwah", yang memberikan sebuah pernyataan bahwa politik bagi PKS bukan sekedar upaya untuk meraih kekuasaan namun memakainya sebegai kendaraan dakwah.lsu ini menjadi sebuah magnet utama para pemilih karena pada awal-awal gerakannya telah berhasil disajikan dengan baik oleh para kader PKS dengan tampilnya mereka sebagai sosok-sosok idealis dan memperlihatkan gaya tersendiri sebagai politisi-politisi berpenampilan sederhana jauh dari kemewahan, yang secara demonstrative dimotori oleh pemimpinnya yaitu DR. Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang kemudian berhasil menduduki jabatan sebegni Ketua MPR) dengan menolak fasilitas-fasilitas yang berlebihan layaknya pejabat negara.Namun dalam dinamika yang berjalan, dengan makin memudarnya politik aliran serta menyeruaknya pragmatisme dalam masyarakat sendiri, yang kemudian secara massif menjadi sebuah keniscayaan bahwa terjun dalam politik ujungnya adalah pencapaian target-target kuantitatif berupa perolehan suara dalam pemilu, perolehan kursi di parlemen dan keberhasilan merebut jabatan-jabatan kepala daerah baik tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional, hal tersebut tak pelak memberikan pengaruh kepada PKS sebagai sebuah entittas yang menjadi begian darinya.Terlihat kemudian PKS mulai mengakomondir ide-ide pramatis sebagai sarana mencapai target, dengan melansir isu-isu yang pada saat-saat sebelumnya niscaya menjadi hal-hal yang dihindari.Tesis ini berusaha mengupas produk-produk kebijakan PKS yang bisa digolongkan sebagai kebijakan pragmatis terutama dalam usahanya mencapai target perolehan suara sebesar 20% pada PEMILU Legislatif 2009, dan dampak-dampaknya bagi PKS sondiri serta kontradiksi-kontradiksi jika dilawankan dengan label yang disandang sebagai partal dakwah. Partai Keadilan Sejahtera (The Prosperous Justice Party, or PKS) was a continuation from Partai Keadilan (The Justice Party, or PK). The Justice Party began as a religious movement which was pioneered by university campus activists who built religious gatherings for several years in prayer rooms and mosques in numerous universities. With the rise of the reform movement in l998, this movement later transformed into a political organization.The facts show that titis party became a phenomenon in the 2004 national elections by winning a significant amount of support, and after obtaining 45 seats in the national parliament (the DPR), PKS became a force to be reckoned with. One of the definitive attractions which was created by PKS was the label of a "dakwah party" (or propagation party), which made the statement that polities for PKS was not just an effort to gain power but was rather a vehicle for dakwah (propagation of lslam).This issue became the prbeacy magnet for voters because from the very beginning of the movement, the party had succeeded in presenting this intention in a clear way. This was done through the use of PKS cadres who appeared as idealists and demonstrated their own style as politicians, who favored a simple appearance thai was far from a luxurious lifestyle. The active demonstartion of their intentions was pioneered by Dr. Hidayat Nur Wahid (the first President of PKS who later became the head of the MPR, the People's Consultative Assembly). Dr. Hidayat Nur Wahid actively rejected the excessive facilities that came with his high-level government position.However, with the dynamic nature of the situation at the moment, where the impact of polities is decreasing and society is becoming more pragmstic, it has become clear that any groups entering politics are simply interested in achieving quantitative targets based on the number of votes in the election, the number of seats in parliament, and the eventual quarreling over political appointments at the regional and national levels. The reality of this situation has in turn made an impact on PKS, as this party is also an entity which is currently engaging in the political process in Indonesia.It then became clear thai PKS started to accommodate more pragmatic ideas as a method for achieving their targets, by socializing ideas which in the previous period would have been avoided.This thesis will attempt to analyze those political policies of PKS which can be categorized as pragmatic policies and ideas, especially those which are aimed at achieving their target of 20% of votes in the 2009 Legislative Election. This thesis will also examine the effect on PKS itself as well as the contradictions which might arise if these polices are compared with the parties label as a propagation (dakwah) party. |