Penelitian ini berjudul ?Efektivitas Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS) dari Sudut Pandang Stakeholder (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Tebet)?. Penelitian ini dilandasi atas permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba dan kasus penyebaran HIV/AIDS. Kendati telah dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dan KPAN pun telah merumuskan Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS melalui Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkoba Suntik, tetapi penyebaran virus HIV/AIDS, berdasarkan data yang ada, menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari waktu ke waktu. Program LJASS ini telah berlangsung selama 2 tahun (dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) di beberapa Puskesmas sebagai Pilot Project yang tersebar di 2 (dua) propinsi, yaitu propinsi Bali dan DKI Jakarta. Khusus Puskesmas yang beroperasi di DKI Jakarta berjumlah 33 Puskesmas dengan rincian 1 Puskesmas tingkat kelurahan dan 32 Puskesmas tingkat kecamatan termasuk Puskesmas Kecamatan Tebet.Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimanakah efektifitas pelaksanaan Program LJASS yang berlangsung selama ini (mulai dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) ?, bagaimanakah pemahaman para stakeholder terhadap penerapan program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik khususnya Program LJASS ?, bagaimanakah penguasaan, kemampuan dan ketrampilan kalangan stakeholder dalam menerapkan Program LJASS sesuai ketentuan yang berlaku ?, dan bagaimanakah pendapat stakeholder berkenaan dengan penerapan Program LJASS tersebut ?.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, wawancara mendalam dan observasi. Responden penelitian ini sebanyak 21 orang yang mewakili dari berbagai stakeholder, yaitu: Depkes (Dokter, Paramedis, Kader Muda), KPA, Kepolisian, LSM, Masyarakat dan Pengguna Narkoba Suntik (Penasun).Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Program LJASS yang berlangsung selama ini dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya pemahaman para stakeholder. Mereka yang memiliki pemahaman kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki pemahaman kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki pemahaman kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kemampuan, penguasaan dan ketrampilan stakeholder juga beragam. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.Selain itu, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa para stakeholder memiliki pendapat yang beragam. Sebagian mengatakan setuju Program LJASS ini terus dilaksanakan, sebagian lainnya mengatakan tidak setuju. Mereka yang mengatakan setuju dengan pelaksanaan program tersebut beralasan bahwa program tersebut sangat membantu Penasun untuk mendapatkan jarum suntik steril dan dapat mencegah penyebaran virus HIV/AIDS di kalangan sesama Penasun, keluarga dan masyarakat luas. Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan program tersebut beralasan bahwa program tersebut tidak berjalan efektif dan sia-sia belaka. Hal ini ditandai dengan: Tidak tertibnya Penasun mengikuti program (tidak berkunjung dan berobat ke Puskesmas secara teratur, tidak selalu mengembalikan jumlah jarum suntik bekas ke Puskesmas sesuai dengan jumlah jarum suntik yang diterima, yang sudah beralih ke Program Substitusi Narkoba-Metadon ternyata masih kadang-kadang menggunakan narkoba suntik, tidak menggunakan kondom ketika berhubungan intim dengan pasangan seksualnya dengan alasan tidak enak kalau pakai kondom, masih bertukar jarum suntik meski sudah diberi Paket Perjasun); kurang paham dan menguasainya Stakeholder dalam menerapkan program ini sesuai dengan peran masing-masing; tidak terkoordinasinya pelaksanaan Program LJASS antara yang dilaksanakan oleh LSM dan Puskesmas, sehingga tidak tercipta keterpaduan pelaksanaan program dan pencapaian tujuan program sulit dikontrol atau diukur; tidak harmonisnya landasan hukum Permenkokesra No: 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 dengan UU No: 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No: 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ini semua akhirnya bermuara pada tidak tercapainya tujuan program atau dengan kata lain program tersebut tidak efektif.Berkaitan dengan hal itu, peneliti berkesimpulan bahwa Program LJASS yang dilaksanakan di Puskesmas Tebet berjalan tidak efektif, dan oleh karenanya program tersebut harus dihentikan. Peneliti menyarankan agar program tersebut diganti dengan Program Substitusi Narkoba (Metadon). This study entitled : ?EFFECTIVITY OF THE STERILE NEEDLE PROGRAM FROM THE STAKEHOLDER?S PERSPECTIVE (Case study at the Tebet Subdistrict Community Health Center (Puskesmas))?. The study is based on the problem related to the increase of drug criminal cases and the transmission of HIV/AIDS. Notwithstanding the establishment of the National AIDS Commission (KPAN) in formulating a National Policy in Dealing with HIV/AIDS thgrough the Harm Reduction Program, based on the available data the transmission of HIV/AIDS is constantly increasing from time to time. The Sterile Needle Program has been implemented as a Pilot Project for two (2) years (from late 2006 to December 2008) at several Community Health Centers in two provinces, Bali and Jakarta Metropolitan District (DKI). There are 33 Community Health Centers in Jakarta implementing this program,, 1 at the village level and 32 at the sub-district level, including the Tebet Sub-district Community Health Center.The questions raised are as follows : how effective has the sterile needle program been so far (from late 2006 ? December 2008); do the stakeholders comprehend the application of the harm reduction program for Injection Drug Users IDUs), in particular the sterile needle program?; what is the level of mastery, capability and skill of the stakeholder in applying the sterile needle program according to the prevailing provisions?; and what is their opinion in respect of the application of the Sterile Needle Program?The study is based on the qualitative approach and the instrument used is in depth interviews and observations. 21 respondents representing the related stakeholders were interviewed: from the Departement of Health (physicians, paramedics, young cadres), National AIDS Commission (KPA), Police, NGOs, Community elements and Injection Drug Users (IDUs).The outcome of the study shows that the Sterile Needle Program that has been implemented till today is not effective, as this is shown by the different levels of comprehehension. Those who lack adequate understanding are the Police, Community and Injection Drug Users (IDUs). Those who have adequate understanding are the NGOs and Young Cadres, while the only group with good mastery are the physicians and paramedics at the Community Health Clinics and KPA.Results of the study also show the variety in the levels of capability, mastery and skill possessed by stakeholders. Those with inadequate levels of capability, mastery and skill are the Police, Community and Injection Drug Users. Those showing a better level of capability, mastery and skill are the NGOs and Young Cadres, while those in the possession of good capabilities, mastery and skill are the group of physicians and paramedics at the Helath Centers and KPA.Another outcome of the study is the various views shared by the stakeholder. Some of the stakeholders do not agree to continue the program of sterile needles against the other group. Those who are in favour of the program implementation say that the program certainly helps IDUs in obtaining sterile needles, and prevents the transmission of HIV/AIDS virus among IDUs, members of the family as well as the community as a whole. On the other hand, those who are not in favour of the program view that the program is not effective and useless, which is indicated by the indiscipline adherence of the program by IDUs (absence of regular visits to the Health Center, not returning used needles in accordance with the number of needles received, and those IDUs who have turned to the Methadone Substitution Program sometimes still share the needle, to not use condoms with their sexual partner because it is not comfortable); the inadequate comprehension and mastery by the stakeholders in applying the program is based on their respective role; lack of coordination between the NGOs and Community Health Centers in the implementation of the Sterile Needle Program. As a result there is no integration in the program implementation, while difficulties are encountered in controlling and measuring the achievement of the program; lack of harmony in the legal basic of the Minister Coordinator of People Welfare?s Regulation No. : 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007, Law No. 22 of 1997 on Narcotic Drugs and Law No. 5 of 1997 on Psychotrophic Substances. All the issues virtually do not make the program achieved its aim, in the other word, the program is not effective.Therefore, the performer of the study takes the conclusion that the sterile needle program implemented at Tebet Community Health Center is not effective, and should be terminated and suggests the program to be changed with the Metadon Substitution Program. |