:: UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Peralihan kewenangan penyelesaian sengketa hasil PILKADA dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi = Transition authority accomplishment election of regional dispute results from supreme court to constitutional

Siswantana Putri Rachmatika; Satya Arinanto, supervisor; Abdul Bari Azed, 1949-, examiner; Harun Alrasid, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008)

 Abstrak

Indonesia merupakan Negara hukum yang menganut paham demokrasi dan menerapkan sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat atau yang lazim disebut system pemerintahan demokrasi. Implikasi dari asas demokrasi dan kedaulatan rakyat itu adalah dilaksanakannya Pemilu. Pada tahun 2004, Pemilu Presiden dilakukan dengan mekanisme pemilihan langsung. Hal ini ternyata membawa pengaruh terhadap pelaksanaan Pilkada hingga akhirnya DPR membuat seperangkat aturan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan Pilkada secara langsung yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pilkada.
Dalam peraturan ini, Pilkada masuk dalam rezim pemerintah otonomi daerah, sehingga penyelesaian sengketa Pilkada berada pada kewenangan Mahkamah Agung, bukan Mahkamah Konstitusi seperti dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Pada perjalanannya, penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Agung banyak justru menambah permasalahan semakin kompleks, baik dari segi jangka waktu penyelesaian yang berlarut-larut, materi putusan yang banyak menimbulkan kontroversi dan bahkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan Mahkamah Agung untuk dapat menyelesaikan sengketa pilkada dengan cara mempraktikkan sistem peradilan yang bersih, cepat, dan murah. Banyaknya masalah penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Agung menimbulkan keinginan untuk memasukkan pilkada sebagai rezim Pemilu sehingga konsekuensinya adalah penyelesaian sengketa pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.
Pada akhirnya pembuat undang-undang memasukkan pilkada dalam rezim Pemilu dengan melakukan Perubahan Kedua Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 dengan membentuk Undang-Undang No. 12 tahun 2008 yang dalam pasal 236C menyatakan bahwa penyelesaian sengketa Pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan-permasalahan yaitu apakah peralihan kewenangan penyelesaian sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi merupakan hal yang konstitusional dan apakah peralihan kewenangan tersebut dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif sehingga dalam menjawab permasalahan-permasalahan tersebut menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan perbandingan.

Indonesia is a country that adopted the law understand and apply democratic system of government based on sovereignity of the people or the prevalent system of government called democracy. Implications of the principle of democracy and the sovereignty of the people is the implementation of elections. In 2004, the Presidential Election is done with the direct election mechanism. This appeared to bring the influence of the implementation of the elections eventually the House of Representatives to create a set of rules that is used as a tool for direct election of regional to the Act No. 32 of 2004 on Local Government and the Government Regulation No. 6 of 2005 on Direct Election of Regional.
In this rule, the elections included in the regional autonomy regime, so that disputes are on the election authority the Supreme Court, not the Constitutional Court as in the legislative election and the Election of the President. On the journey, direct elections of regional settlement of disputes in the Supreme Court would add a lot more complex problems, both in terms of the settlement period of sustained, the decision that a lot of controversy and even distrust of the ability of people to the Supreme Court can resolve disputes in a way direct election of regional practice system the clean, fast, and cheap. The many problems the settlement of disputes in the Supreme Court direct elections of regional desirable to enter Election regime as a consequence so is the settlement of disputes pilkada completed in the Constitutional Court.
In the end, legislator enter direct election of regional regime in elections by making changes Second Act No. 32 of 2004 established the Act No. 12 of 2008 which states in Article 236C that election disputes are resolved in the Constitutional Court. This research is an attempt to answer the problems, namely whether the transition of authority from the election of regional dispute by Supreme Court to Constitutional Court is a constitutional authority and whether the transition can guarantee legal certainty in the implementation of democracy in Indonesia. This type of research is the study of law so that in a normative problems by using the method of approach to legislation, the concept of the approach, and comparative approach.

 Metadata

No. Panggil : T25996
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 150 pages ; 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T25996 15-19-581258397 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 121999