:: UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Analisis tugas dan wewenang penyidik, penuntut umum dan advokat dalam Lembaga Prapenuntutan, suatu upaya menuju pada satu kebijakan operasional tahap Pra-Ajudikasi = Analysis of function and Authority of Investigator, Public Prosecutor and Advocate in Preprosecution, an Effort Aiming to One Operational Policy on Pre-Adjudication Phase

Rusdi Amin; Rudy Satriyo Mukantardjo, supervisor; Surastini Fitriasih, examiner; Topo Santoso, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009)

 Abstrak

Sistem peradilan pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Peradilan pidana digerakkan oleh rangkaian sub-sub sistem yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, termasuk advokat dan dalam prosesnya dibagi menjadi : tahap sebelum sidang pengadilan (pra-ajudikasi), tahap sidang pengadilan (ajudikasi) dan tahap setelah pengadilan (puma ajudikasi). Layaknya suatu sistem, seharusnya dalam sistem peradilan pidana telah terjalin koordinasi dan integrasi/keterpaduan pada keseluruhan sub-sub sistem, sehingga dapat mencapai efisiensi dan efektifitas. Tahap pra-ajudikasi sebagai tahap awal dari sistem peradilan pidana melaksanakan penanganan proses pidana melalui fungsi penyidikan dan penuntutan. Antara fungsi penyidikan dan penuntutan saling berhubungan erat, dimana tahap yang satu meletakkan dasar-dasar bagi tahap yang lain dan saling mendukung satu sama lain. Keberhasilan penyidikan menjadi keberhasilan penuntutan. Berdasarkan prinsip diferensiasi fungsional yang dianut KUHAP, dilakukan penegasan/pembagian antara fungsi penyidikan dan penuntutan dengan tetap memberikan sarana penghubung untuk menyelaraskan kedua fungsi tersebut melalui lembaga prapenuntutan. Lembaga prapenuntutan dapat dimanfaatkan untuk menyusun suatu kebijakan pidana (criminal policy) dalam bidang penyidikan dan penuntutan yang terpadu dengan mendasarkan pada tujuan hukum acara pidana, yaitu proses hukum yang adil {due process of law). Dari data sekunder yang telah diperoleh, berupa bahan hukum (primer dan sekunder) yang dikumpulkan melalui studi dokumen / literatur, dikonfirmasikan dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan nara sumber terkait, yaitu polisi, jaksa, dan advokat, kemudian dilakukan analisis secara yuridis kualitatif melalui dua (dari lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu faktor hukum (dalam hal ini undang-undang) dan faktor penegak hukum (pada tahap pra-ajudikasi terdiri dari : polisi, jaksa, dan advokat). Dalam praktiknya tidak jarang prapenuntutan memunculkan permasalahan, kebijakan penyidikan dan kebijakan penuntutan belum mengarah pada satu kebijakan (operasional) pidana yang memungkinkan peluang terjadinya proses hukum yang sewenang-wenang (arbitrary process). Pada konteks ini advokat didorongkan untuk memberikan bantuan hukum dalam rangka perlindungan terhadap hak asasi tersangka dan menghidarkan dari proses hukum yang sewenang-wenang sehingga tetjadi keseimbangan dalam proses pra-ajudikasi menuju pada tujuan hukum acara pidana, yaitu proses hukum yang adil (due process of law).

Criminal justice system is a system in a society to tackling crime problem. Criminal justice system moved by component series of system consisting which police departement, district attomey, court and correctional institution, including advocate and on its procedure divided as : before court phase (pre-adjudication), court phase (adjudication) and resocialization phase (post ajudication). As a system, properly in criminal justice system was interlaced coordination and integration on the whole system, so gets to reach efficiency and effectiveness. Pre- adjudication phase is startup phase of criminal justice system on that criminal process perform through investigation and prosecution function. Among investigation and prosecution function each other had a close relationship, where is the one phase basics for another and backs up mutually. Investigation success becomes prosecution success. Base on functional differentiation principle that followed by the code of criminal procedure (KUHAP), bring about affirmation / fragmentation among investigation and prosecution function with regulary given infrastructure link to harmonise both through preprosecution. The preprosecution can be utilized to arrange a criminal policy (operational policy) in investigation and prosecution area that coherent by goes upon criminal procedure goals, which is due process of law. Through secondary data already been gotten, as law material (primary and secondary) one that is gathered thru document / literature, confirmed by acquired primary data through interview with resource person conceming, which is police, attomey, and advocate, then by qualitative analysis pass through two (of five) factor that law enforcement influence, which is law factor (statute) and law enforcement agencies factor (on pre-adjudication phase consisting of: police, attomey, and advocate). In a fact preprosecution not sparse arises a problem, investigation policy and prosecution policy haven't aimed on one policy criminal which enable its opportunity opened arbitrary process. In this case, its importance to impulse advocate to give legal aid in order to protection the basic right of suspect and avoid of arbitrary process so arice checks and balances in pre-adjucation process goes in the direction of criminal procedure, which is due process of law.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : T26045
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xi, 137 pages 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T26045 15-23-62993095 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 122289