:: UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Penilaian ekonomi hutan kota: (Studi kasus hutan kota srengseng, jakarta barat)

Effa Millya Yulief; Setyo Sarwanto Moersidik, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008)

 Abstrak

Pembangunan kota Jakarta yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH). Kini luasan RTH Jakarta diperkirakan 9,67% pada tahun 2006 dari total luas kota Jakarta yaitu 66.152 hektar. Namun keberadaan hutan kota sering dianggap bernilai ekonomi rendah sehingga cenderung diabaikan dan dialihfungsikan. Kondisi tersebut menyebabkan pembangunan dan pemeliharaan hutan kota tidak menjadi prioritas, akibatnya kondisi hutan kota yang ada tidak berkembang sebagaimana harapan. Penilaian ekonomi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan perlu dilakukan. Nilai ekonomi hutan kota dilakukan melalui pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh manfaat dari barang dan jasa yang lain. Konsep ini yang disebut dengan keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan konsep ini, maka nilai ekologis hutan kota dapat dihitung secara ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Untuk mengetahui nilai ekonomi total dari hutan kota Srengseng didapatkan melalui nilai guna dan non guna dari hutan kota Srengseng yang terdiri dari nilai ekonomi kayu, nilai sewa lapak tanaman hias, nilai rekreasi, nilai serapan karbon, nilai kesejukan, nilai resapan air, nilai option dan nilai keberadaan hutan kota. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi hutan kota Srengseng antara lain melalui : 1) metode penilaian secara langsung (berdasarkan nilai pasar), 2) metode menggunakan nilai pasar barang pengganti, dan 3) metode survey. Contingent valuation method merupakan metode untuk penilaian barang publik melalui nilai kesediaan berkorban (willingness to pay). Nilai WTP yang diberikan masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Kemudian untuk memperkuat nilai ekonomi hutan kota yang didapatkan, dilakukan konversi nilai lahan Hutan Kota Srengseng dengan menggunakan harga NJOP wilayah setempat. Dengan demikian akan diperoleh keberadaan hutan kota Srengseng secara ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh nilai ekonomi total hutan kota Srengseng sebesar Rp 310.075.842.525,- per tahun atau Rp 20.671.722.835,- per hektar lebih tinggi dari nilai lahan Hutan Kota Srengseng adalah sebesar Rp 172.928.550.000,-. Nilai ekonomi total Hutan Kota Srengseng yang diperoleh merupakan nilai aset Pemda DKI Jakarta yang belum pernah diketahui. Perolehan nilai ekonomi Hutan Kota Srengseng merupakan masukan bagi Pemda DKI Jakarta untuk dapat meningkatkan keberadaan hutan kota sebagai sebuah aset xekologis yang mempunyai nilai tinggi. Masukan tentang nilai ekonomi hutan kota akan memperkuat Pemda DKI Jakarta dalam meningkatkan dan mengembangkan ruang terbuka hijau khususnya hutan kota.

The quantity and quality decreasing of public spaces, especially the Green Public Spaces, is the impact of Jakarta development that focuses on its economical improvement. To be more precise, the width of Green Public Spaces in 2006 is only about 9,67% of 66.152 hectar of Jakarta total areas. In this case, the urban forest socialization is one of the concrete ways to develop the Jakarta Green Public Spaces. The existence of urban forest, how ever, is often defined as the low economical value thing that leads to dysfunction and negligence. Such condition makes the development as well as the preservation of urban forest has not become a priority. Therefore, economic valuation of natural and environmental resources is considered to be a significant point. The concept of willingness to pay is one method in mensuring the economical value of urban forest. It is the concept of estimating the maximum cost that sameone is willing to pay for a natural or environmental product/service. Related to this, the ecological value of urban forest can be economically measured by evaluating its monetory value. In this study, the economical value of urban forest. This the existence of Srengseng Urban Forest will be economically obtained. Based on the study, it is defined that the total economical value of Srengseng Urban Forest is Rp 310.075.842.525/ year or Rp 20.671.722.835,- /hectar or higher than Srengseng Urban Forest land value as Rp 172.298.550.000. In this sense, the obtained Srengseng Urban Forest total economical value is the asset value of Pemda DKI Jakarta that has never been identified. It can be used to increase the existence of urban forest as a ecological valuable asset. Therefore, the proposal about economical value of urban forest will empower Pemda DKI Jakarta in increasing as well as improving the green public space, especially the urban forest.

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : xvi, 113 lembar; il., 28 cm.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-17-596254147 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 122407