Pemeriksaan tinja secara mikroskopik merupakan metode yang paling banyak dilakukan dalam mendiagnosis infeksi Entamoeba histolytica. Hasil positif dinyatakan jika ditemukan kista atau trofozoit. Namun, karena kista dan trofozoit berada dalam tinja secara intermiten, cara pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu. Oleh karena itu dianjurkan dilakukan pengambilan spesimen secaraberulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa kali pengambilan spesimen tinja yang terbaik untuk melakukan pemeriksaan mikroskopik infeksi E. histolytica. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi E.histolytica asimtomatis pada populasi anak usia 2-12 tahun di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang. Pengambilan spesimen tinja subyek dilakukan sebanya satu hingga tiga kali, kemudian diperiksa di Laboratorium Parasitologi FKUI. Pada studi ini didapatkan bahwa pengambilan spesimen tinja dua kali meningkatkan hasil positif dibandingkan pengambilan spesimen satu kali (5.3% vs 3.2%) (p = 0.001).Namun, pemeriksaan spesimen tinja tiga kali tidak meningkatkan hasil positif dibandingkan pengambilan spesimen dua kali. Oleh karena itu frekuensi pengambilan spesimen tinja yang terbaik untuk pemeriksaan mikroskopik infeksi Entamoeba histolytica adalah dua kali. Prevalensi infeksi E. histolytica asimtomatik pada anak usia prasekolah (2 - 6 tahun) adalah 5.8%, sedangkan pada anak usia sekolah (6 - 12 tahun) adalah 3.9%. Microscopic stool examination is the most common method used worldwide to detect Entamoeba histolytica infection. Positive result is considered when examiner find cyst or trophozoit. However, as cyst and trophozoit are shed intermetently in stool, this examination could yield high number of false negative result. Thus, examination of multiple stool specimen is recommended. The purpose of this is to know the best number of repetitive specimen needed for amicroscopic stool examination in diagnosing E. histolytica infection. This study also aimed to know the prevalence of E.histolytica asymptomatic infection among children aged between 2-12 years in Kampung Melayu District, East Jakarta. This research was conducted by using cross sectional design. Specimens were collected from the subject in one to three times, then examined at ParasitologyLaboratorium, Faculty of Medicine University of Indonesia. This study found that examination of two independent stool specimens yields a higher positive results than using only one stool specimen (5.3% vs 3.2% respectively) (p = 0.00). However, examination of three independent specimens cannot increase positive results yield, compared to examination of two independent specimens. Thus, thisstudy found that collection of two independent stool specimens is enough to detect Entamoeba histolytica infection. Prevalence of asymptomatic E. histolytica infection among preschool children (2 - 6 years old) is 5.8%, while prevalence among school children (6 - 12 years old) is 3.9%. |