Tesis ini berupaya menggali diskursus nasionalisme Indonesia pasca Reformasi. Di saat rezim otoriter berkuasa, diskursus nasionalisme merupakan alat untuk menyatukan bangsa dan melanggengkan kekuasaan atas nama pembangunan. Setelah reformasi terjadi, transisi demokrasi pun menjadi pintu masuk untuk mengembangkan wacana nasionalisme yang bermula dari kesadaran masyarakat. Persoalannya adalah bagaimana wacana nasionalisme yang berkembang setelah itu.Penelitian ini menggunakan dua pintu teoritik: teori tentang nasionalisme dan teori tentang transisi demokrasi. Teori tentang nasionalisme dikembangkan dari Castells (1997) yang menyatakan bahwa proyek nasionalisme tidak selalu berbasis pada tujuan pendirian negara bangsa. Teori itu menggiring penelitian ini pada teori Calhoun (2007) tentang ?nasionalisme sebagai sebuah diskursus.? Teori ini menjawab pertanyaan tentang bagaimana nasib bangsa setelah rezim negara-bangsa yang kuat telah runtuh. asumsinya, nasionalisme lebih merupakan sebuah formasi diskursif daripada suatu proyek identitas. Sementara teori tentang transisi demokrasi mengandaikan bahwa setelah runtuhnya rezim otoriter, sebuah negara memasuki fase transisi demokrasi. Dalam fase ini aktor yang paling banyak berperan adalah civil society. Persoalannya adalah bagaimana diskursus nasionalisme Indonesia diproduksi oleh OKP sebagai bagian dari civil society.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, studi dokumen, dan studi pustaka. Fokus studi adalah pada empat OKP berbasiskan dari gerakan mahasiswa ekstra kampus. OKP yang dipilih berdasarkan kategorisasi gerakan nasionalis (GMNI), mahasiswa minoritas (KMHDI), Islam moderat (KAMMI), dan Islam fundamentalis (GP). Diskursus nasionalisme mengalami perubahan signifikan. Pada Orde Lama, doktrin nasionalisme diterapkan melalui doktrin anti asing dan kolonialisme. Sedangkan Orde Baru diterapkan melalui doktrinasi tafsir tunggal Pancasila. Sementara itu, nasionalisme pasca reformasi bersifat konstruktifis atau kesadaran. Nasionalisme dikendalikan faktorfaktor yang lebih luas; baik internal maupun eksternal. Secara internal ia ditandai oleh negara yang lemah, desentralisasi, demokratisasi, dan bangkitnya kekuatan kesukubangsaan tertentu. Sementara secara eksternal, ia dipengaruhi oleh globalisasi, neoliberalisme, dan gagasan-gagasan baru tentang keterbukaan. Pendefinisian Nasionalisme Indonesia dan indentitas kebangsaan oleh pemerintah RI maupun OKP memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaan tersebut antara lain: Indonesia adalah negara yang plural, dibentuk dari beragam budaya, suku, dan agama. Nasionalisme merupakan alat, strategi, dan taktik untuk mencapai tujuan organisasi. Pemerintah, KAMMI, KMHDI, dan GMNI memandang bahwa indentitas nasional dibingkai dalam UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Adapun perbedaannya yaitu: OKP Gema Pembebasan memandang bahwa indentitas nasional Indonesia adalah Islam karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas Islam. This thesis attempts discourses of nationalism post-reform in Indonesia. When the authoritarian regime in power, discourses nationalism is a tool to unify the nation and preserve power in the name of development. After the reform occurs, the democracy transition is the entrance to the discourse of nationalism that began from the public awareness. The problem is how the discourse of nationalism developed after that.This research uses a two-door theoretic: the theory of nationalism and the theory of democratic transition. Theory of nationalism developed from Castells (1997) which states that the project of nationalism was not always based on the goals of the nation state. Theory that lead this research in the theory of Calhoun (2007) about "nationalism as a discourses." Theory is the question of how the fate of the nation-state regime after a strong nation has come a cropper. The assumption is, nationalism is a more discursive formation of a project identity. While the theory about the transition of democracy presuppose that the authoritarian regime after the fall, the country enters the phase transition of democracy. In this phase most of the actors who play a role is civil society. The problem is how nationalism discourses produced by OKP in Indonesia as part of civil society.The research employs qualitative approach with in-depth interviews, documentary study, and literature study. The subjects taken by this study are the four OKP selected on the extra-campus movement students. The categorization of nationalist movement (GMNI), minority students (KMHDI), Islam moderates (KAMMI), and Islamic fundamentalists (GP) selected the OKP. Discourses of nationalism experienced significant changes. In the Old Order, the doctrine of nationalism applied through the doctrine of anti-colonialism and foreign. Meanwhile, the New Order is applied through a single doctrines Pancasila. Meanwhile, nationalism after reformation era, developed by constructivism awareness. Nationalism influenced widely factors, both internal and external. Internally marked by the weak of country, decentralization, democratization, and the rise of tribes. While externally, it is influenced by globalization, neo liberalism, and new ideas about openness. Nationalism definitions and nationality identity by Indonesian government and OKP has similarities and differences. Similarities are: Indonesia is a plural country, formed from a variety of cultural, ethnic, and religion; Nationalism is a tool, strategy, and tactics to achieve the goals of the organization; The Government, KAMMI, KMHDI, and GMNI looked the national identity are framed by the 1945 Constitution, Pancasila, NKRI, and Bhineka Tunggal Ika. And The differences are: Gema Pembebasan Exemption the national identities is Islam, because Indonesia is an Islamic majority country. |