Tesis ini mencoba mengangkat salah satu kekayaan khazanah kebudayaan orang Tionghoa, yaitu perayaan Tahun Baru Imlek. Sejak dijadikannya hari libur nasional pada tahun 2003, perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan secara lebih leluasa, sekalipun hambatan perayaannya sebenanya telah hancur seiring lengsernya kekuasaan Orde Baru, dan saat ini telah jauh menjangkau ruang publik (negara). Semula diberi kebebasan, kemudian dilarang sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 untuk dirayakan secara publik, secara terang-terangan. Akibatnya kemudian dirayakan secara sembunyi-sembunyi, berada dalam wilayah privat berbasis keluarga. Riset ini juga menunjukkan basis ontologis dari perayaan Tahun Baru Imlek adalah peristiwa keluarga, dan kemudian beranjak menjadi perayaan yang bersifat publik. Tidak juga ketinggalan dipotret perubahan-perubahan apa yang mengitari pada wujudnya yang publik itu. Penanggalan bulan (Yinli, versi Mandarin baku atau Imlek versi dialek Hokkian) yang pergantian tahunnya selalu dirayakan oleh orang Tionghoa menuturkan banyak versi. Penggunaan istilah Tahun Baru Imlek dalam tesis ini berarti versi sebagian yang dipakai dan adalah versi rakyat kebanyakan yang mengaitkan perayaan pergantian tahun bulan (lunar year) dengan hal ikhwal bercocok tanam. Sebagai ucap syukur yang lebih dari sekadar kehidupan (more to life). Ketika membicarakan kekinian perayaan Tahun Baru Imlek, khususnya sejauh penelitian ini menjangkau para informan, ada dua versi utama bagi yang merayakan, yakni apakah ia bagian dari tradisi atau bagian dari ritual. Perdebatan antara dua hal ini belum selesai hingga kini. Setelah keran ketersumbatan terbuka, perayaan Tahun Baru Imlek menghadirkan beragam bentuk maupun versi perayaannya. Selain perayaan dilakukan di ruang-ruang publik, seperti gedung perkantoran, mal, restoran, hotel dan sebagainya, juga dilakukan perayaan yang bersifat nasional yang dihadiri presiden dan para tokoh politik lainnya, yang intinya mengarah pada ruang publik (public sphere). Dirayakannya di pusat-pusat keramaian juga telah menyulap perayaan Tahun Baru Imlek menjadi sarana bagi jalur komoditas yang artinya mengundang para kapitalis untuk masuk. Beranjaknya dari ruang privat ke ruang publik, perayaan Tahun Baru Imlek telah beresonansi menjadi perayaan publik, apalagi sejak tahun 2002 telah menjadi hari libur secara nasional. Hal ini sekaligus mengundang telisikan kemungkinan adanya indegenisasi, lokalisasi ataupun kontekstualisasi perayaan Tahun Baru Imlek, atau secara umum perjumpaan orang Tionghoa dengan orang Indonesia lainnya dalam kemozaikan Indonesia.This thesis aims to elaborate the phenomenon of celebration of Lunar New Year for Tionghoa or known as Imlek. The celebration echoed thoroughly nationwide as well as Idul Fitri festival, Christmast, and so forth. In current political situation, however, Imlek has been acknowledged by Indonesian government eventually emerging unconscious dilemma for Tionghoa. In one hand, Indonesian government admitted Imlek as an official holiday denotes that there seems to be recognition for Chinese minority culture as a part of Indonesian culture. In other hand, that acknowledgment emerging of what so called ?hidden conflict? among Chinese elite figures or communities in Indonesia. Whereas many Tionghoa paid attention Imlek in a sense of religious ritual as a matter claimed by Chinese Confucian, and the same time acclaimed by other Chinese particularly not Confucian as merely a cultural matters. This condition inevitably endorses what so-called ?high tension? among the elite figures. A paradigm shift from spirituality of farmer rituals to mass culture (Adorno & Horkheimer), therefore, hasn?t recognized by Chinese elite in a matter effect of that smooth and high conflict. The overwhelming celebration of Imlek is still closes to euphoria phase for Chinese population. Reinterpreting of Spring Festival or in Indonesia cited as Imlek, now is an important search for not only Chinese ethnic but also Indonesian population generally. In this thesis, I also would like to examine the current Imlek celebration in Indonesia and also connected to make it more locally. |