Penulis tertarik untuk meneliti hikmah dari pandangan mistisme, Ibnu 'Arabi dan wisdom dari pandangan empiris, Robert Sternberg karena adanya perbedaan dari kedua pandangan tersebut. Ibnu 'Arabi mendefinisikan hikmah (terjemahan dari wisdom), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, barang siapa yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya maka dia telah memberikan sesuatu itu kepada yang berhak menerimanya. Orang itu disebut hakim, (orang yang arif). Sementara Robert Sternberg mendefinisikan wisdom (kearifan) sebagai penerapan kecerdasan dan pengalaman melalui norma-norma (nilai-nilai) dalam mencapai kebaikan bersama melalui keseimbangan antara kepentingan intrapersonal, kepentingan interpersonal, dan kepentingan ekstrapersonal, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang, dalam rangka untuk mencapai keseimbangan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang ada, membentuk lingkungan yang ada, dan menyeleksi lingkungan yang baru. Metodologi penelitian ini didasarkan atas studi literatur melalui pendekatan analisa deskriptif. Peneliti mengkaji beberapa literatur oleh Ibnu 'Arabi dan Robert Sternberg. Setelah mengumpulkan data, penulis melakukan analisis komparatif terhadap definisi wisdom (hikmah), sitat-sifat hakim (orang yang arif dan bijaksana), hal-hal yang menyebabkan orang menjadi tidak bijaksana, bagaimana cara mendapatkan hikmah dan mengembangkannya. Dari hasil analisis komparatif ini, peneliti menemukan adanya komplementasi, parafelisasi, dan veritikasi dari kedua pandangan tersebut Kesimpulan penulis bahwa kajian psikologi dari pandangan mistisisme bisa dibuktikan secarg empiris. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat Tuhan itu ada pada diri manusia. |