:: UI - Disertasi Open :: Kembali

UI - Disertasi Open :: Kembali

Antara negara dan Tongkonan: ruang-ruang negoisasi baru dalam penguasaan sumberdaya hutan di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan

Jansen Tangketasik; Achmad Fedyani Saifuddin, promotor; Hariadi Kartodihardjo, co-promotor (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010)

 Abstrak

Masalah pengelolaan hutan tidak hanya terletak pada aspek manajemen, teknik budidaya, dan pengolahan hasil hutan, melainkan juga mencakup aspek sosial-budaya yang berhubungan dengan status dan batas kawasan hutan, kewenangan dan kepentingan masyarakat lokal dan pemerintah. Kepentingan masyarakat lokal dan pemerintah atas hutan bersifat kompleks karena dipengaruhi kewenangan dan kesejarahan, nilai sosial, ekonomi, dan ekologi sumberdaya hutan. Tarik menarik kepentingan dan hak penguasaan hutan antara negara dan masyarakat lokal memperlihatkan wujud bekerjanya kekuasaan melalui relasirelasi para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan. Bekerjanya kekuasaan memengaruhi strategi dan hubungan yang dijalankan kedua pihak untuk mewujudkan tujuan melalui proses ruang lobi dan negosiasi yang akhirnya melahirkan suatu titik temu berupa akomodasi dan integrasi kepentingan individu menjadi kepentingan bersama.
Kerangka pemikiran demikian memunculkan pertanyaan: (1) Bagaimana masyarakat lokal dan aparat pemerintah memerankan diri sebagai representasi individu dan representasi otoritas institusi dalam penguasaan hutan? (2) Bagaimana para pihak memerankan otoritas secara berubah-ubah dalam penguasaan sumberdaya hutan? (3) Bagaimana kekuasaan bekerja dan strategi untuk memenangkan proses pembuatan konsensus baru melalui proses negosiasi mencari titik temu berupa akomodasi dan integrasi kepentingan antar-para pihak dalam menyelesaikan konflik? (4) Apa implikasi teoritis memahami hubungan kekuasaan dan strategi dinamis antarpihak dalam pembentukan ruang-ruang negosiasi baru pada penguasaan sumberdaya hutan? Untuk mempelajari bagaimana kekuasaan bekerja dalam praktek-praktek sosial pengelolaan hutan maka teori kekuasaan Michel Foucault dan teori strukturasi Anthony Giddens menjadi inspirasi konseptual. Metode kerja dan analisis memberi penekanan pada tekanan yang terjadi sekarang serta melakukan penelusuran historis (history recall) melalui teknik wawancara mendalam dan pengamatan terlibat. Penelitian lapangan berlangsung dari bulan Agustus 2007 hingga Juli 2009 pada para pihak yang terlibat dalam praktek-praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Kajian ini memperlihatkan, dinamika penguasaan hutan dan hubungan kekuasaan yang terbangun antarpihak dipengaruhi klaim otoritas masing-masing pihak berbasis hukum negara dan adat. Dualisme kekuasaan dengan basis hukum berbeda tersebut terlihat dalam strategi yang dijalankan. Para agen memerankan strategi peran ganda dengan cara mengedepankan kekuatan regulasi formal yang berasal dari negara atau pemerintah dan kekuatan norma-norma adat dan simbol simbol tongkonan untuk mencapai tujuannya. Usaha menonjolkan regulasi formal dan simbol negara bertujuan menciptakan suatu order kepada masyarakat. Namun, pada saat tertentu simbol kekuatan lokal seperti tongkonan beserta adat istiadatnya ditonjolkan untuk meraih kepatuhan masyarakat dan menawar kekuasaan negara. Hal ini menunjukkan, kekuasaan yang ada pada setiap agensi mampu memengaruhi dan mengintervensi serangkaian peristiwa sehingga ia dapat mengubah jalannya peristiwa tersebut sesuai dengan tujuannya. Hubungan kekuasaan dan peran agensi dalam penguasaan sumberdaya hutan terjadi secara kompleks dan berkaitan. Meski menyandang status kawasan hutan negara dengan sistem tata kelola yang diatur negara, namun masyarakat lokal terus menguasai sumberdaya hutan berdasarkan hukum adat, kebiasaan, dan simbol legitimasi yang dimiliki. Situasi itu melahirkan klaim masing-masing agensi sesuai otoritas yang dimilikinya sebagai pemerintah atau penguasa adat. Dominasi negara memunculkan elit lokal untuk melakukan negoisasi dan renegoisasi penguasaan sumberdaya dengan basis legitimasi hukum adat, kebiasaan, dan simbol yang dimiliki masing-masing. Pada sisi lain, kajian ini memperlihatkan, dinamika penguasaan hutan dan hubungan kekuasaan yang terbangun antarpihak tidak hanya dipengaruhi klaim otoritas yang melekat pada masing-masing pihak. Dinamika hubungan yang terjadi ikut dipengaruhi konsekuensi modernitas yang berlangsung di sekitarnya. Kekuatan pasar, intervensi teknologi, perubahan waktu dan ruang sangat berdampak kepada aktivitas sosial dan berimplikasi kepada penilaian-penilaian sosial ekonomi masyarakat. Situasi di mana masing-masing agensi mengklaim sebagai penguasa dengan basis hukum negara dan norma adat melahirkan perubahan dinamis dalam interaksi antaragensi yang terlihat dalam pola hubungan konflik, perlawanan, dan klaim-klaim sumberdaya hutan. Meski demikian, hubungan kekuasaan yang berlangsung dalam realitas pengelolaan hutan oleh negara sering bersifat cair dan dapat dinegosiasikan dengan masyarakat dalam suatu ruang negosiasi baru.
Hubungan yang tercipta saat penguasaan hutan ada dalam kekuasaan Tongkonan juga sering bersifat cair dan dinegosiasikan. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam proses interaksi sosial tersebut berlangsung atau bekerjanya hubungan kekuasaan dalam suatu proses strukturasi antara agensi dan budaya berupa simbol-simbol relasi, gagasan, keyakinan, nilai dan norma terhadap perubahan dalam suatu dialektik menuju ruang akomodasi dan integratif sebagai suatu kompromi dalam ruang negosiasi baru. Dinamika yang berlangsung dalam hubungan kekuasaan seperti dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa kekuasaan yang bekerja secara dinamis melalui suatu proses interaksi sosial para agensi dalam praktek-praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang dalam tindakannya dipengaruhi oleh dimensi kesadaran praktis (practical consciousness). Kesadaran praktis ini merupakan seperangkat pengetahuan yang secara implisit digunakan oleh para pelaku bertindak di dalam menghadapi situasi usaha penguasaan hutan yang terjadi secara terus menerus yang lambat laun menjadi struktur. Ketika kesadaran praktis ini dibawa kedalam konteks budaya dan struktur yang bertstrukturisasi dengan tindakan penguasaan sumberdaya hutan maka reproduksi gagasan, identitas, nilai dan norma akan berlangsung secara dinamik dan inovatif yang secara terus menerus berproses (procesual) dalam suatu dialektika struktur dan tindakan. Dalam kompleksitas kepentingan antarpihak, situasi tersebut mendorong lahirnya negosiasi dan konsensus baru dalam suatu ruang negosiasi baru penguasaan hutan. (*).

Problems emerged in the management of forest resources are not only emphasized on management, silviculture technique, and forest industrial aspects, but also include socio-cultural aspects related to forest border and status, and authority or interest for local people and government. Interests of local communities and state government toward forest resources are complex. These situations are mainly affected by state authority and historical aspects among them, and values of forest resources such as economic, social and ecological ones. Different point of views and interests on rightbased forest resource control between state government and local communities, emerge because of power exercises among stakeholders on managing social aspects on forest resources. The exercise of power affects the strategies and relationships among them in order to achieve common goals. Achieving the goals is carried out through negotiations and dialogues in order to reach consensus to accommodate and integrate individual interest to become collective agendas.
The framework of this study, then, comes out with some research questions: (1) How do local communities and personnel of state government, as individual and institutional representatives, exercise their roles on forest resource control? (2) How do stakeholders exercise their roles interchangeably on forest resource control? (3) How do the exercise of power from state government, and what are strategies to achieve new agreement through negotiations in order to reach common goals on accommodation and integration of interests among them for conflict resolutions? (4) What are theoretical implications on the study of power relations and dynamic strategies among stakeholders on formulating new form of negotiations for managing forest resources?. In order to analyze the exercise of power in the social aspects of managing forest resources among stakeholders, the conceptual framework are inspired from theory of power from Michael Foucault and structuration theory from Anthony Giddens. Methods and analysis on this study emphasize on current situation and historical recall through in depth interviews and purposive participatory observation. Field study related with forest resources management and utilization and involved stakeholders, has been accomplished in Tana Toraja, South Sulawesi from August 2007 to July 2009. Result of this study shows that the dynamic of forest resource control, and social interactions among agents, is affected by authority claims among actors based on state and customary laws. Dualism of power based on the different laws, emerged from the executed strategies. These agents exercise double role strategy through relying on the power of state formal regulation and the power of customary law and tongkonan symbols in order to reach their goals. Efforts to exercise formal regulations and symbols of state, have an objective to achieve social order. However, in certain cases, local symbol of power such as tongkonan and its customary law, is exercised in order to gain social obedience and to compete with state power. In fact, the power from each agent is able to influence and intervene situations so that it can alter the situations in line with intended objectives.
The interrelationship of power and roles of agents on forest resource control is very complex and related each other. Indonesian Republic State law stated that forest resources are state domain or state property. On the other hand, local people has been controlling forest resource based on customary laws and legitimated local symbols. So, every agents exercise their claims on the resources based on their authority, whether they are as a state government or as a local leaders. State dominations, then, develop local elites in order to negotiate on the forest resource control based on customary laws, local values, norms, and customary symbols. On the other hands, the study for dynamic of forest resource control and power relationship among actors is not only caused by claim authority embedded from each actor, but also other factors. The dynamic of interrelationship is also influenced by the development of modernity. The power of markets, technology interventions, and social changes are strongly affects social activities and causes social-economic valuation of the community.
Situation, in which each agents exercise their claims based on state and customary laws, has caused dynamic change on agents? social interaction on conflicts, resistances and claims over forest resource control. On the other hand, power relationship in the state forest resource control is often flexible and negotiable with local people in a new room of negotiations. The interrelationship emerged in Tongkonan is also flexible and often negotiable. These can be inferred that the social interaction process of power relationship in the structuration between agents and culture (symbols, ideas, beliefs, values, and norms) toward dialectic change on accommodation and integration, perceived as a compromise on new room of negotiation.
The dynamic of power relationship shows that the dynamic power exercises through social interaction process among agents in the management and utilization of forest resource, are caused by dimension of practical consciousness. The practical consciousness is a set of knowledge that implicitly used continuously by agents in order to act toward the forest resource control so that it become structure in the local community. When the practical consciousness is emerged in the culture and structure of forest resource control, the reproduction of ideas, identities, values, and norms will be procesual dynamically and innovatively in dialectic structure and actions. In the complexity of interest among actors, the situation will cause the emergence of new consensus and negotiation in the context of new room of negotiation for forest resource control.(*)

 Metadata

No. Panggil : D628
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xxiv, 230 pages : illustration ; 29 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D628 07-17-591917879 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 130313