:: UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Bentuk pasif dengan penanda di dalam Hikayat Sri Rama dan Sejarah Melayu

Herlina; Harimurti Kridalaksana, 1939-, supervisor; B. Suhardi Prawiroatmodjo, examiner (Universitas Indonesia, 1987)

 Abstrak

Jika ditinjau sejarahnya, istilah aktif-pasif digunakan pertama kali untuk memerikan bahasa Yunani, kemudian bahasa Latin. Dalam perkembangan selanjutnya pemakaian istilah aktif- pasif mengalami persoalan sewaktu diterapkan pada bahasa yang bukan berasal dari rumpun lndo-Eropa, termasuk bahasa Indonesia. Istilah aktif-pasif dipakai sehubungan dengan pembahasan diatesis verba di dalam struktur klausa. Penerapan diko_tomi pada verba ini berkaitan dengan hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumen yang mendampinginya, misalnya verba yang berargumen satu yang disebut verba tak tran_sitif dan verba yang berargumen dua yang disebut verba transitif. Mengenai hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumennya itu, ada bahasa yang mempunyai pemarkahan mor-femis pada argumen-argumennya yakni bahasa yang memiliki sis_tem kasus, ada juga bahasa yang mempunyai pemarkahan morfe_mis bukan pada nominanya melainkan pada verbanya, misalnya bahasa Tagalog yang juga dikenal dengan bahasa fokus. Pemar_kahan morfemis pada nomina-nomina bahasa Latin, misalnya dikenal dengan kasus nominatif, datif, akusatif. Akan tetapi, di samping pemarkahan kasus seperti yang terdapat pada bahasa Latin dan Sansekerta tersebut dikenal pula kasus seperti er_gatif dan absolutif pada bahasa lain, misalnya bahasa Dyirbal dan Avar. Mengenai bahasa yang memiliki pemarkahan morfemis pada verba, ada bahasa memiliki pemarkahan yang rumit yaitu dengan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks, seperti bahasa Tagalog. Tetapi ada bahasa yang pemarkahan morfemis verbanya tidak serumit itu, misalnya bahasa Indonesia. Menurut Ramlan, sebenarnya masalah aktif-pasif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu sudah muncul sejak diserta_si H.J.E. Tendeloo pada tahun 1895, dan sampai sekarang belum mencapai hasil atau sesuatu kesimpulan yang memuaskan (Ramlan, -1977). Para ahli bahasa sendiri mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai hal ini. Ada yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif, di antaranya Suzan Takdir Alisjahbana, Tardjan Fjadidjaja, I.R. Poedjawijat_na, Slametmuljana, itamlan, dan barimurti Itiridalaksana. Selain itu ada juga yang berpendapat babwa yang ada hanyalah bentuk aktif saja, sedangkan bentuk pasif tidak ada. Menurut Ramlan pendapat ini didasarkan atas pengertian aktif_pasif dalam bahasa Sansekerta, yaitu apabila persona atau di_ri yang beraneksi pada kata kerja merupakan pelaku tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk aktif, dan apabila persona atau diri yang beraneksi pada kata kerja merupakan penderita tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk pasir. Oleh karena itu bentuk-bentuk seperti kupukul dan dipukulnya dimasukkan ke dalam bentuk aktif, sedangkan hentuk pasif tidak ada (Ramlan, 1977: 2). Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif. Me_reka antara lain ialah Umar Yunus dan Samsuri. Umar Yunus ber_anggapan bahwa masalah aktif-pasif adalah salah satu masalah yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Oleh karena itu masalh ini tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan berbagai bunyi bahasa yang ada dalam suatu bahasa tertentu, atau posi_sinya dalam hubungan urutan berbagai bunyi bahasa lainnya (Umar Yunus,- 1981: 59). Dalam hal ini perlu diketahui, bahwa Umar Yunus menter_jemahkan voice sebagai 'bunyi'. Pengertian ini salah, karena seharusnya yang dimaksud dengan voice di sini ialah diatesis. menurut Harimurti, diatesis berarti: kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara partisipan atau subyek de_ngan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa. Ada diatesis aktif, pasif, dsb. (1983: 34). Masalah lain adalah dari konsep-konsep yang ditemukan tentang bentnk aktif dan pasif dalam bahasa. Indonesia, apa_kah seyogyanya bentuk meN- disebut aktif dan bentuk di- disebut pasif? Sebagian ahli bahasa seperti Keenan dan Bambang Kaswan_ti Purwo, mengatakan bahwa bentuk meN- sebagai alat pelatar_belakangan dan bentuk di- sebagai alat pelatardepanan (Kee_nan, 1985: 235 dan Bambang Kaswanti Purwo, 1986: 6). Oleh ka_rena itu, atas dasar pertimbangan apakah bentuk maN-- dan ben_tuk di- itu dipakai. Khususnya dalam skripsi i.ni akan ditin_jau dalam bahasa Meiayu Klasik. Perhatian orang terhadap bahasa Melayu Klasik memang su_dah ada, tetapi sepengetahuan penulis kebanyakan hanya ber sangkutan dengan masalah sastra. Penelitian dari segi lingu_istik mengenai bahasa melayu terutama dalam subsistem sintak_sis masih sangat terbatas sekali dilakukan ahli bahasa, se_hingga pengetahuan mengenai seluk-beluk bahasa Melayu sangat kurang. Oleh karena itu dalam skripsi, yang diberi judul:Bentuk Pasif Dengan Penanda Di- Dalam Hikayat Sri Rama dan Sejarah Melayupenulis berusaha untuk melihat konstruksi pasif dalam bahasa Melayu Klasik berdasarkan konsep yang telab diajukan oleh ah_li bahasa yang ada sekarang. Kemudian penulis bermaksud menjelaskan atas dasar apa terjadi perbedaan fungsi dalam penanda penanda tersebut

 File Digital: 1

Shelf
 S-Herlina.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : S11195
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 1987
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : vii, 74 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S11195 14-19-362532977 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20155861