Hadirnya karya-karya keagamaan seperti sajak-sajak Fribolin Ukur, Suparwata Wiraatmaja, Mohammad Saribi, karya-karya teater Mohammad Dinonegoro serta novel-novel Djamil Suherman pada awal tahun 60-an, telah mempertegas kehadiran suatu genre baru dalam kesusastraan Indonesia, yakni genre sastra keagamaan. Kehadiran sastra keagamaan di tengah-_tengah kita tentulah mempunyai latar belakang tersendiri. Mengetahui latar belakang ini adakah perlu, sebab dari sana kita akan dapat melihat adakah genre sastra itu hanya bersi_fat sementara ataukah ia cukup mempunyai landasan yang kaku buat hidupnya di kemudian hari (Mohamad 1982:137). Djamil Suherman merupakan salah seorang pengarang di masa itu yang banyak menampilkan unsur-unsur Islam dalam karya-karyanya. Kehadiran karya-karyanya mempunyai corak lain dengan karya-karya pengarang sebelumnya. Djamil Suherman tidak sekedar menampilkan ajaran-ajaran agamanya, tetapi se_kaligus memberikan pemecah persoalan nada setiap karyanya. Sedangkan pada karya-karya pengarang sebelumnya, misalnya Hamka dan A.A. Navis, ajaran-ajaran agama hanyalah sebagai latar belakang cerita, bukan merupakan pemecah persoalan. Tentang ini Goenawan Mohamad pun mengatakan: Dalam hal ini saya kira Djamil Suhermanlah yang meru_pakan pelopornya pada akhir-akhir tahun 50-an, sebagai yang kini terdapat dalam kumpulannya Umi Kalsum. Meskipun di sini kehidunan beragama masih dititikberatkan sebagai latar belakang dan bukan sebagai pemecah perso_alan, namun perkernbangan selanjutnya (dari dan dengan identitas yang diperoleh sebagai seorang pengarang kea_gamaan) menunjukkan yang sebaliknya, Perjalanan ke akhirat mulai menempatkan kehidupan beragama sebagai pemecah persoalan. Dengan kata lain, novel yang baru saya sebut itu telah merupakan contoh dari genre sastra keagamaan (Mohamad 1982:138-139). Selanjutnya Goenawan Mohamad mengemukakan dua motif yang melatarbelakangi hadirnya jalur sastra keagamaan tadi, yaitu motif-motif yang berasal dari dalam kesusastraan dan dari luar kesusastraan itu sendiri. Motif-motif yang perta_ma berupa persoalan pencarian identitas sastrawan-sastrawannya, sedangkan yang kedua adalah pengaruh penggolongan serta rivalitas antar golongan di dalam masyarakat. Meskipun pada akhirnya Goenawan Mohamad sendiri tidak dapat menentukan de_ngan pasti motif yang melatarbelakangi hadirnya jalur sastra keagamaan yang dimaksud tadi. Terlepas dari bertanggung jawab atau tidaknya kehadiran jalur sastra keagamaan tersebut, munculnya para pengarang di masa itu telah melahirkan corak ter sendiri dalam kesusastra_an Indonesia. Djamil Suherman yang dianggap sebagai pelopor jalur tersebut lebih nampak terlihat corak keagamaannya dibandingkan dengan pengarang yang lain. |