Tandu-tandu Kraton Surakarta dan Yogyakarta suatu kajian tentang bentuk, hiasan dan kegunaan
Prita Wikan Tyasning;
Supratikno Rahardjo, supervisor; Nasution, Isman Pratama, examiner; Chaksana A. H. Said, examiner
([Publisher not identified]
, 2001)
|
ABSTRAK Tandu yang merupakan alat transportasi jarak dekat, ternyata banyak dipakai oleh pihak kraton sebagai alat kelengkapan upacara. Kraton Surakarta dan Yogyakarta sebagai dua kraton inti pecahan Mataram memiliki tandu yang sebagian masih tetap digunakan. Jumlah keseluruhan tandu adalah 132 buah, dengan perincian 96 buah di Surakarta dan 36 buah di Yogyakarta. Tandu-tandu tersebut memiliki bentuk dan hiasan yang beragam. Berdasarkan pengamatan tadi, maka ingin diketahui keaneka ragaman bentuk tandu di setiap kraton dan juga apakah bentuk tandu dengan hiasan tertentu menunjukkan kegunaan yang tertentu. Setelah melalui tahapan-tahapan penelitian yaitu pengumpulan data, pengolahan data dan penafsiran data maka diperoleh hasil bahwa di Surakarta dan Yogyakarta terdapat tiga tipe bentuk tandu yaitu tipe I (kotak wadah tanpa tutup), tipe II (kursi) dan tipe III (rumah) dengan sub tipe dan varian yang berbeda di masing-_masing kraton. Tandu tipe I dengan ragam hias tidak raya dipakai untuk kegiatan upacara. Kemudian tandu tipe II dengan ragam hias tidak raya dipakai untuk kegiatan harian. Hal ini berlaku untuk setiap kraton. Tandu tipe III beragam hias tidak raya di Surakarta dipakai untuk kegiatan upacara dan harian, sedangkan di Yogyakarta dipakai untuk kegiatan upacara dan pesta. Tandu tipe III beragam hias raya di Surakarta dipakai untuk upacara dan pesta, sedangkan di Yogyakarta dipakai untuk kegiatan pesta raja. Terjadi pengulangan pemakaian suatu jenis tandu untuk kegiatan yang berbeda dalam kraton disebabkan banyak tandu yang rusak dan dengan maksud pemanfaatan tandu yang sudah ada. Pada masa sekarang, tandu tidak dibuat lagi karena alasan ekonomi dan banyak detail kegiatan kraton yang dikurangi untuk penyesuaian diri dengan perkembangan zaman. Berubahnya kegunaan tandu dari tujuan awal pembuatan yaitu sebagai alat transpor, dengan kegunaannya pada masa sekarang (penggunaan sekunder) yaitu sebagai pusaka, disebabkan sejarah pemakaian tandu tersebut. Jumlah tandu di Surakarta yang lebih banyak dari tandu Yogyakarta tidak menunjukkan posisi yang lebih penting dari kraton yang lain. Kondisi politik dan keamanan yang relatif stabil di Surakarta menjadikan para pembuat tandu lebih santai dalam berkreasi. Posisi dan kedudukan kedua kraton yaitu Surakarta dan Yogyakarta sejajar karena dalam Perjanjian Gianti dinyatakan bahwa tidak ada pembagian kekuasaan dalam memerintah wilayah-wilayah kekuasaannya dan masing-masing kraton memiliki dan mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Hampir tidak ada komunikasi antar kedua kraton. Sehingga tidak mengherankan apabila bentuk dan hiasan tandu berbeda pada setiap kraton. Persamaan-persamaan yang muncul diperkirakan karena kedua kraton berasal dari akar budaya yang sama yaitu budaya Jawa dan akar sejarah yang sama yaitu kerajaan Mataram. dipakai untuk kegiatan upacara dan pesta. Tandu tipe III beragam hias raya di Surakarta dipakai untuk upacara dan pesta, sedangkan di Yogyakarta dipakai untuk kegiatan pesta saja. Terjadi pengulangan pemakaian suatu jenis tandu untuk kegiatan yang berbeda dalam kraton disebabkan banyak tandu yang rusak dan dengan maksud pemanfaatan tandu yang sudah ada. Pada masa sekarang, tandu tidak dibuat lagi karena alasan ekonomi dan banyak detail kegiatan kraton yang dikurangi untuk penyesuaian diri dengan perkembangan zaman. Berubahnya kegunaan tandu dari tujuan awal pembuatan yaitu sebagai alat transpor, dengan kegunaannya pada masa sekarang (penggunaan sekunder) yaitu sebagai pusaka, disebabkan sejarah pemakaian tandu tersebut. Jumlah tandu di Surakarta yang lebih banyak dan tandu Yogyakarta tidak menunjukkan posisi yang lebih penting dari kraton yang lain. Kondisi politik dan keamanan yang relatif stabil di Surakarta menjadikan para pembuat tandu lebih santai dalam berkreasi. Posisi dan kedudukan kedua kraton yaitu Surakarta dan Yogyakarta sejajar karena dalam Perjanjian Gianti dinyatakan bahwa tidak ada pembagian kekuasaan dalam memerintah wilayah-wilayah kekuasaannya dan masing-masing kraton memiliki dan mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Hampir tidak ada komunikasi antar kedua kraton. Sehingga tidak mengherankan apabila bentuk dan hiasan tandu berbeda pada setiap kraton. Persamaan-persamaan yang muncul diperkirakan karena kedua kraton berasal dari akar budaya yang sama yaitu budaya Jawa dan akar sejarah yang sama yaitu kerajaan Mataram. |
S-Prita Wikan Tyasning.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S11607 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2001 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | viii, 173 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S11607 | 14-19-760143374 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20156617 |