Dalam agama Hindu dewa-dewa seringkali divisualisasikan dalam bentuk arca, demikian pula yang terjadi di Jawa. Penggambaran dewa-dewa tersebut ada yang dalam bentuk tenang atau saumya dan ada juga yang dalam bentuk bengis atau ugra. Penggambaran dewa yang berbeda-beda ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang berbeda-beda pula, saumya untuk tujuan-tujuan yang bersifat damai seperti banyak anak, banyak rejeki, sedangkan bentuk ugra untuk hal-hal yang berhubungan dengan peperangan atau balas dendam. Selain dalam bentuk arca, dewa-dewa juga digambarkan dalam kakawin sebagai bagian dari alur cerita. Di sini pun dewa digambarkan dalam dua bentuk, saumya dan ugra. Dewa-dewa yang berbentuk ugra dalam kakawin sering diindikasikan dengan kata-kata krura, krodha, rodra, dan triwikrama. Berbeda dengan arca yang dengan sendirinya merupakan pemyataan ikonografis secara lengkap, penggambaran dewa dalam kakawin tampil sepotong-_sepotong, seringkali ciri-ciri dewa yang dianggap umum tidak lagi disebutkan. Adanya perbedaan penggambaran pada arca dan kakawin ini menjadi titik tolak penelitian yang bertujuan untuk (1) mengenali keberadaan arca-arca dewa Hindu yang berbentuk ugra yang berasal dan Jawa Timur abad 11-15 Masehi, (2) melihat bagaimana dewa- lewa ugra ditampilkan dalam bentuk arca dan dalam kakawin, dan (3) melihat persamaan dan perbedaan antara penggambaran dewa-dewi berbentuk ugra pada arca dan dalam kakawin. Data penelitian terdiri atas dua yaitu data arca dan kakawin. Data arca berupa arca dewa-dewa utama agama Hindu yang berasal dari abad 11-15 Masehi. Dewa-dewa utama yang dimaksudkan adalah dewa-dewa yang termasuk dalam keluarga Siwa, yaitu Siwa -dan manifestasinya, Parwati dan manifestasinya serta Ganesa. Dipilihnya dewa-dewa dari keluarga Siwa adalah karena pada masa Jawa Kuno agama Hindu yang dianut cenderung pada aliran Saiwa. Batasan abad 11-15M di Jawa Timur adalah atas dasar pertimbangan bahwa banyak diperoleh arca-arca berbentuk ugra pada pasa tersebut di Jawa Timur dan banyaknya karya-karya sastra terutama kakawin yang digubah pada masa ini. Data penelitian kedua berbentuk data kakawin. Kakawin-kakawin yang digunakan adalah yang memuat deskripsi mengenai dewa-dewa dalam bentuknya yang ugra, yaitu: Kakawin Arjunawiwaha, Bharatayuddha, Ghatotkacatraya, Krsnayana, Smaradahana, Munawijaya, Sutasoma, Parthayajna, dan Kunjarakarna. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama dilakukan pendeskripsian terhadap data berupa arca-berdasarkan _Model Deskripsi Arca Tipe Tokoh' Edi Sedyawati, dengan tujuan untuk memperoleh data ikonografis secara utuh. Kemudian dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi. |