Di Asia Tenggara sejak masa pra-Islam telah dikenal kepercayaan mengenai kesejajaran makrokosmos dengan mikrokos_mos, antara jagat raya dengan dunia manusia (Geldern 1972:1). Akibat kepercayaan itu, masyarakat selalu menjaga keselarasan makrokosmos dengan makrokosmos, antara jagat raya dengan dunia manusia. Penjagaan ini disebabkan oleh keinginan manusia supaya keadaan dunia selalu tenteram. Pada masa pra-Islam satu pusat kota, keraton, dan raja dianggap sebagai salah satu hubungan dari kesejajaran makrokosmos dengan mikrokosmos. Masyarakatnya rnenganggap bahwa pusat kota, keraton, dan raja selain dianggap sebagai pusat politik, sosial, ekonomi, keagamaan dan budaya juga dianggap sebagai pusat magis. Hal seperti ini pada masa Islam masuk dan berkembang, di Jawa pemikiran seperti ini masih ada walau pun samar-samar (Tjandrasasmita 1981/1982:236). Salah satu bentuk nyata dari pemikiran ini yaitu pusat kota, keraton, Sering di kelilingi termbok, parit , atau kedua_rya. Fungsi pertama tembok dan parit tersebut untuk menjaga segala serangan dari luar. Fungsi kedua yaitu sebagai tanda batas antara daerah sakral dan profan. |