Ketika terjadi peristiwa berdarah G 30 SIPKI tanggal 30 September 1965, masyarakat menginginkan agar Sukarno segera menyelesaikan masalah tersebut. Penyelesaian yang dinanti tak kunjung tiba ditambah kondisi ekonomi semakin memburuk mengakibatkan masyarakat mengambil jalan pintas, turun ke jalan menuntut agar PM dan ormas-ormasnya dibubarkan. Gema tuntutan itu semakin menguat dengan dukungan mahasiswa yang menjadi pelopor gerakan tersebut. Mahasiswa pada masa itu menjadi tumpuan masyarakat yang haus akan keadilan. Dengan berbagai cara mahasiswa mengupayakan agar Sukarno mengadili PM dan memperbaiki situasi ekonomi yang semakin parah. Untuk mendukung aksi, mereka pada tanggal 25 Oktober 1965 mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAM1). Bahkan mereka mendirikan surat kabar yang berskala nasional yaitu Harian KAMI . Harian KAMI secara resmi diterbitkan oleh mahasiswa pada tanggal 17 Juni 1969 dengan tujuan mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan KAMI dan menyebarluaskan keseluruh Indonesia. Program yang menonjol dari mahasiswa pads saat itu adalah TRITURA. Harian ini kemudian dengan cepat menjadi popular. Meskipun hanya sebatas koran mahasiswa, namun berita-berita yang disajikan cukup menarik perhatian umum. Disisi lain pada saat itu cukup tanggap pada keadaan negaranya. Para pengelola Harian KAMI berasal Bari orang-orang muda dan ketika peristiwa 30 September meletus PKI kemudian mendapat tekanan, orang-orang muda ini memanfaatkan momentum tersebut untuk menyalurkan aspirasi politiknya dan terlibat aktif bersama Angkatan Darat untuk meruntuhkan sistem Demokrasi Terpimpin yang dianggap menguntungkan PKI sekaligus menjatuhkan Sukarno. Tumbangnya kekuasaan Orde Lama, dan lahirnya Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari peranan mahasiswa termasuk Harian KAMI didalamnya, yang merupakan corong suara mahasiswa. Tokoh-tokoh angkatan 66 seperti : Nona Anwar Makarim, Ismid Hadad, Cosmas Batubara, Emil Salim, Marie Muhamad, Anis Ibrahim dan Eka M Jamaan adalah sosok individu-individu yang memberi corak dan arah politik Harian KAMI. PKI adalah kekuatan politik yang menjadi sasaran kritikan keras harian ini. Koran mahasiswa ini secara frontal mengecam semua sepak terjang partai tersebut dalam kancah politik Indonesia yang selama ini dipayungi oleh sistem Demokrasi Terpimpin. Harian ini menginginkan agar PKI dibubarkan dan diadili karena mereka telah melakukan dosa besar dengan meletusnya peristiwa 30 September I965. Tokoh-tokoh yang dianggap PM seperti Subandrio dan Aidit dan tokoh lainnya seringkali mendapat kecaman keras dari harian ini. Sosok Sukarno dikecam harian ini karena Sukarno tidak segera menindak PKI dan sistem politik Demokrasi Terpimpinnya yang dianggap banyak menguntungkan PKI, dan harian mahasiswa ini menginginkan Sukarno mundur dan mempertanggungjawabkan sepak terjang politiknya yang mereka anggap telah menyimpang. Mereka juga mengkritik kekuatan-kekuatan yang masih bersimpati atau mendukung PKI seperti PNI ASU (PNI Ali Surahman). Pada tanggal 21 Januari 1974 merupakan akhir dari sepak terjang Harian KAMI. Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (MALARI) telah mengakibatkan dibreidelnya beberapa koran nasional termasuk Harlan KAMI didalamnya. Pembreidelan ini membuktikan bagaimana konsistennya harian ini dalam menempatkan posisinya sebagai pembela keadilan dan kebenaran yang selalu menjadi landasan berpikir maupun bertindak para mahasiswa Indonesia. |