Struktur perekonomian kolonial yang ditandai oleh dominannya sektor produksi primer seperti hasil perkebunan, pertanian dan pertambangan serta adanya pembagian peran dalam masyarakat yang berdasarkan kelas telah berlangsung selama ratusan tahun, sehingga menjadi mapan. Dalam proses pembentukan itu masyarakat pribumi bangsa Indonesia tidak pernah mendapat peran yang menentukan dan berarti, ini pada gilirannya membuat setiap usaha untuk merombak struktur perekonomian Indonesia menjadi tidak mudah. Industri di luar industri pengolahan tingkat pertama dari hasil pertanian, hampir tidak ada. Belum lagi tidak tersediannya tenaga kerja ahli yang cukup dalam masalah tehnis, managemen dan administrasi. Kondisi itu terjadi sebagai hasil dari politik kolo_nial Belanda di masa lalu yang hanya menjadikan Indonesia sebagai daerah eksploitasinya. Dibutuhkan suatu perencanaan yang mendasar, realistis dan bertahap untuk merobak struktur lama yang sudah teramat mapan. Dalam konteks ini RUP dari Dr. Sumitro sebenarnya merupakan langkah maju. RUP tidak saja mempunyai konsep yang mendasar tentang bagaimana ekonomi Indonesia harus dibangun tapi juga perencanaan yang terprogram. Upaya menyeimbangkan struktur produksi melalui industrialisasi dan usaha penyeimbangan pelaku ekonomi dengan pembinaan terhadap pengusaha pribumi lewat Program Benteng. Sayangnya RUP terkesan tidak realistis. Karena rencana indus_trialisasi itu membutuhkan ketersediaan tidak saja sumber daya manusia trampil tapi juga modal yang luar biasa. Sementara keadaan keuangan negara belumlah memadai di samping masih minimnya tenaga kerja terdidik. Padahal potensi perekonomian Indone_sia selama ini lebih bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan dan pertambangan. Agaknya, di sinilah letak sebab kegagalan RUP. Pembangunan industri baru secara besar-besaran dengan mengabaikan pembangunan pertanian adalah kesalahan fatal yang semestinya tidak terjadi. Dalam konteks ini pemikiran pembangunan dari Sjafruddin Prawiranegara yang menyertakan pembangunan industri yang berlandaskan pertanian menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Sayangnya pemikiran itu tenggelam dalam gagasan besar RUP. Dalam kasus lskaq nampak jelas bahwa, langkah-langkah yang diambil Iskaq sangat mirip dengan gagasan dasar Program Benteng yang merupakan bagian dari RUP. Langkah Iskaq dalam hal pembinaan terhadap pengusaha pribumi sesungguhnya adalah lanjutan dari gagasan Program Benteng walaupun Iskaq tidak pernah secara tegas mengakuinya. Hal ini tampak dari adanya pemberian lisensi istimewa kepada pengusaha pribumi, bantuan modal dan pengalokasian devisa dalam jumlah besar untuk pengusaha pribumi. Kalau kemudian kebijaksanaan Iskaq dinilai kontroversial sehingga menimbulkan reaksi yang sangat luas, karena di samping terlalu kentalnya unsur sub_jektivitas Iskaq pribadi dalam pelaksanaan kebijaksanaannya, juga, karena Iskaq tidak melakukan perencanaan yang terinci dan mendasar tentang pembangunan ekonomi yang akan dilaksanakannya. Hal itu terbukti ketika Iskaq kesulitan untuk memberikan penje_lasan sekitar masalah struktur perekonomian kolonial dalam parlemen. Iskaq hanya mengatakan bahwa yang selama ini terjadi dengan struktur perekonomian kolonial, dapat dirasakan bersama. Iskaq tidak dapat menjelaskan rincian program dari gagasan_nya tentang perubahan ekonominya. Akibatnya, tidak ada pegangan yang jelas bagi banyak pihak yang ingin mengambil peran dalam proses perombakan struktur pereko-nomian itu. Lantas apa yang bisa dikatakan terhadap apa yang telah dilakukan Iskaq dengan melihat apa yang terjadi. Pertama, bahwa pembangunan, termasuk pembangunan bidang ekonomi, memerlukan suatu pemikiran yang mendasar dan tertuang dalam perencanaan yang matang, terprogram dan realistis. Dalam kasus Iskaq yang dapat dikatakan adalah bahwa Iskaq memang memiliki pemikiran tentang pentingnnya peru_bahan struktural dalam bidang perekonomian. Hanya saja fakta-fakta tentang langkah Iskaq tampak tidak mencerminkan adanya perencanaan yang menyeluruh, integral dan mendasar. Kedua, Struktur perekonomian Indonesia yang bertumpu pada produksi sektor primer sudah demikran mapan dalam sistem perekonomian Indonesia sehingga, merubahnya secara mendasar dan struktural tidak hanya cukup waktu satu atau dua tahun saja. Ketiga, sebenarnya kondisi objektif perekonomian Indonesia sendiri ketika itu dalam keadaan yang tidak menggembirakan. Harga beberapa komoditi ekspor pent_ing andalan Indonesia terutama karet, merosot tajam di pasaran internasional. Sementa_ra kondisi politik, memungkinkan munculnya hal-hal yang justru membuat setiap pelak_sanaan kebijaksanaan tidak sepi dari gugatan lawan politik yang membuat sebuah kabinet sering harus jatuh sebelum sempat berbuat banyak |