Negara-negara Arab dikenal sebagai negara yang masyarakatnya kental dengan budaya patriarkis. Budaya patriarkis yang male-centres ini memandang laki_-laki lebih berkuasa, mengakibatkan peran perempuan selalu dibatasi. Sampai saat ini, masih ada beberapa negara yang masih membatasi peran perempuan di ruang publik dunia kerja, bidang politik dan lain-lain. Namun ada juga beberapa negara yang telah membuka ruang seluas-luasnya agar perempuan dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Hasil yang telah mereka peroleh saat ini adalah berkat perjuangan mereka sendiri. Mesir adalah salah satu negara yang kaum perempuannya dapat menikmati kebebasan dalam berbagai bidang, dari mulai pekerjaan sampai politik. Kebebasan bagi perempuan Mesir saat ini tidak terlepas dari perjuangan yang telah dilakukan pada dekade kedua abad ke-20. Kaum perempuan kelas atas atau yang biasa disebut harem menjadi pionir dalam memperjuangkan persamaan hak ketika itu. Padahal sampai dekade awal abad ke-20, kehidupan mereka masih sangat dibatasi terutama untuk muncul di ruang publik. Namun berkat keikutsertaan mereka dalam perjuangan Revolusi Mesir di tahun 1919, pintu gerbang untuk bergerak di ruang yang lebih luas lagi mulai terbuka. Gerakan mereka di dalam revolusi tersebut memotivasi untuk terus bergerak menuntut hak-hak yang selama ini dibatasi. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa gerakan nasionalisme berkaitan erat dan saling mendukung dengan gerakan perempuan. Revolusi Mesir di tahun 1919 terbukti membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan perempuan di Mesir. Di tahun-tahun berikutnya, suara-suara mereka mulai didengar oleh para pembuat kebijakan negara. Mereka menuntut agar hukum dan undang-undang yang ada juga mempertimbangkan dan memperhatikan kaum perempuan. Lebih lanjut, pengaruh yang terjadi adalah berseminya feminisme yang berafiliasi ke Barat. Paham inilah yang juga membuat kaum perempuan Mesir terus bergerak untuk memperjuangkan hak-hak mereka. |