Diskriminasi yang dialami 'Burakumin' setelah Perang Dunia II
Ratna Juwita Supratiwi;
Irwan Djamaluddin, supervisor
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002)
|
Burakumin berasal dari kata buraku (desa) dan min (penduduk). Secara harfiah burakumin berarti penduduk desa, sedangkan pengertian yang berkembang secara luas di Jepang yaitu suatu kaum yang mengalami diskriminasi dalam masyarakat Jepang karena pembagian kelas yang pernah mereka alami pada masa lalu. Cikal bakal burakumin adalah eta dan hinin. Pada jaman Edo mereka menempati posisi yang paling rendah dalam struktur masyarakat Jepang yang berlaku pada saat itu. Sebagian besar dari mereka berada dalam garis kemiskinan. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan antara lain sebagai tukang daging, penyamak, algojo, penjaga makan, dan lain-lain. Saat itu mereka sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat. Diskriminasi terhadap mereka juga diperkuat oteh ajaran Budha dan Shinto yang melarang membunuh binatang dan hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah kotor dan tabu. Pada jaman Meiji pemerintah menghapuskan sistem kelas yang berlaku pada jaman Edo kecuali untuk anggota kerajaan. Status eta dan hinin juga dihapuskan. Mereka lambat laun dikenal sebagai burakumin karena tinggal di wilayah yang disebut tokushu buraku (desa khusus). Meskipun kedudukan mereka lama dengan masyarakat Jepang lainnya, mereka masih sering menerima periakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat Jepang pada umumnya khususnya dalam bidang perkawinan, pekerjaan dan kehidupan masa sekolah. Dalam bidang perkawinan burakumin yang menjalin hubungan dengan bukan burakumin sering mengalami masalah. Banyak yang memutuskan hubungan atau bercerai setelah mengetahui kalau suami, istri atau kekasih mereka adalah burakumin. Dalam bidang pekerjaan burakumin sering mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan, antara lain saat melamar pekerjaan. Perusahaan-perusahaan banyak yang membeli daftar nama dan tempat tinggal Orang-orang yang tinggal di wilayah buraku. Jika diketahui kalau pelamar berasal dari wilayah buraku, kesempatannya untuk diterima bekerja di perusahaan tersebut sangat kecil. Saat masa sekolah siswa buraku sering dikucilkan, dihina, bahkan diganggu secara fisik. Mereka menjadi malas pergi ke sekolah sehingga tingkat absen mereka lebih tinggi dari siswa lainnya. Sudah ada usaha-usaha untuk menghilangkan diskriminasi yang dialami oleh burakumin, namun sampai sekarang mereka masih sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat. |
S - Ratna Juwita Supratiwi.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S13786 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | |
Tipe Media : | |
Tipe Carrier : | |
Deskripsi Fisik : | vii, 57 pages : 28 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S13786 | 14-21-854735585 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20157966 |