Terorisme merupakan fenomen yang mencolok sepanjang sejarah, Iebih-lebih dewasa ini. Ancaman terorisme beIakangan ini terus meluas, dan betapa fenomen kekerasan itu semakin menyebarkan perasaan takut dan maut di kaIangan umat manusia. Tanpa bisa dibendung dan dikendalikan, organisasi-organisasi terorisme telah bermunculan di mana-mana di dunia, dan dari sana lahirIah apa yang disebut terorisme internasional. Masyarakat dunia yang mencintai ketentraman seperti tidak berdaya, dan terorisme memang benar-benar tragedi saat ini. Maka skripsi ini diberi judul Terorisme Tragedi Manusia Masa Kini. Terorisme secara potensial bisa muncul di berbagai masyarakat di dunia, dan Indonesia tidak terkecuali. Tetapi aktualisasinya sangat tergantung pada kerawanan kondisi sosial, ekonomi, politik dan psikologis. Terorisme bisa timbul sebagai protes terhadap kepincangan kehidupan sosio-ekonomi, atau sebagai alat perjuangan poIitik. Tetapi terorisme juga bisa muncul sebagai akibat penyimpangan psikologis. Kelainan jiwa bisa mendorong seseorang berperilaku aneh atau bahkan melakukan teror. Sebagai skripsi untuk bidang filsafat metode kajian terhadap topik terorisme ini 1ebih bersifat analitis, kritis dan refleksif daripada deskriptif. Pendekatan deskriptif menang digunaken Juga tetapi terbatas untuk lebih memperjelas urutan dan sekaligus sbagai acuan untuk suatu pendekatan kritis. Beberapa kasus terorisme juga diangkat sebagai pelengkap uraian. Secara folosofis, fenomen terorisme tidak selamanya dikecam. Meskim pada mulanya gerakan itu memuja kekerasan dan harus dibayar mahal oleh nyawa manusia. Tokoh Seperti Joseph A. Dowling, Frantz Fenon, dan beberapa filsuf terkemuka seperti Herbert Marcuse dan Jean Paul Sartre cenderung menilai teror dan kekerasan sebagai sesuatu yang positif dan liberatif. Mereka berpendapat, terorisme mungkin saja harus dibayar mahal secara moral dan psikologis. Tetapi harus diakui juga teror per se boleh jadi timbul karena dorongan kekuatan-kekuatan yang ingin memajukan kehidupan. Terorisme dapat mengungkapkan keinginan akan kebebasan yang berakar pada kodrat manusia, lebih-lebih kalau dilihat terorisme itu menjadi senjata untuk melawan kepincangan sosial, mengguncangkan kamapanan (status quo), dan tatanan sosial yang kaku dan represif. Jadi dari segi filsafat, di balik gerakan terorisme yang mengagungkan kekerasan itu, sesungguhnya terdapat nilai-nilai yang hendak dikejar. Tetapi bagaimanapun, secara etis terorisme tidak dapat diterima karena tujuan sudah menghalalkan cara. Dan cara yang diperlihatkan oleh kaum teroris adalah kekerasan, yang sama sekali tidak manusiawi dan meminta banyak korban. Maka terorisme harus dipatahkan! |