Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sepak terjang perempuan Indonesia dalam ranah politik, khususnya perjuangan memperoleh hak politik. Kondisi perempuan Indonesia sebelum diberlakukannya Politik Etis belum sepenuhnya sejahtera dalam mengenyam pendidikan. Sehingga kedudukan sosialnya pun juga belum sepenuhnya mendapat perlakuan yang lama dalam kehidupan bermasyarakat. Perempuan lebih cenderung berada dalam wilayah domestik, bahkan sering disebut sebagai perabot dapur. Sungguh, suatu kondisi yang masih sangat jauh dari kemajuan. Dengan hadirnya Politik Etis di Hindia Belanda, pada awalnya secara lambat laun telah memberikan bekalan yang berarti bagi pendidikan kaum laki-laki Indonesia. Kemudian baru diikuti dengan kaum perempuan Indonesia yang juga turut mengenyam pendidikan yang layak. Setelah mendapatkan tingkat pendidikan yang layak, maka kaum laki-laki diikuti kaum perempuan Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya terhadap tanah aimya. Namur, tampaknya eksistensi keduanya tidak bisa terpenuhi secara bersamaan. Apabila kaum laki-laki Indonesia telah terlebih dahulu mendapatkan hak-hak politiknya, seperti hak untuk duduk di parlemen dan dewan-dewan di Hindia Belanda, maka sebalilmya bagi perempuan. Baik bagi perempuan Indonesia, Cina, Arab, bahkan perempuan Eropa sekalipun juga pada awalnya belum mempunyai hak politik yang sama dengan kaum-kaum lain-lain bangsa Eropa. Kondisi ini tidak bisa dipungkiri karena terpengaruh dengan konstelasi politik di negeri Belanda yang juga belum memberikan hak politik kepada kaum perempuannya secara luas. Di negeri Belanda sendiri barn memberikan hak politik atau hak pilih kepada kaum perempuannya pada tahun 1919 setelah Perang Dunia I berakhir. Hal ini bisa menjadi ukuran bahwa kaum perempuan Indonesia bare bisa memperoleh hak pilih setidak_tidaknya 20 tahun kemudian sejak 1919. Kelambanan pemerintah Hindia Belanda dalam mengeluarkan kebijakan tentang hak pilih bagi kaum perempuan Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor_-faktor yang tentu saja lebih kompleks daripada negeri Belanda sendiri. Karena penduduk di Hindia Belanda memiliki ras dan suku bangsa yang lebih variatif serta penduduknya memiliki agama yang berbeda-beda dengan Islam sebagai mayoritas. Sehingga pernerintah Hindia Belanda harus menunggu waktu yang tepat dalarn menentukan kapan kebijakan untuk memberikan hak pilih kepada kaum perempuan Indonesia diberikan. Selanjutnya proses menuntut hak politik atau hak pilih bagi kaumnya butch persatuan dan kesatuan serta beribu langkah perjuangan dan pengorbanan. Untuk kemudian kaum perempuan Indonesia dapat meraih apa yang dicita-citakannya. |