Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pola percabangan ranting bambu apus [Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz.] di alam. Penelitian dilakukan di kawasan rumpun bambu Kebun Raya Bogor dan Laboratorium Biologi Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI Depok. Nodus ranting G. apus diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Dari 20 sampel ranting pada pengamatan makroskopis, hanya nodus kedua sampai nodus kelima dari masing-masing ranting, yang digunakan untuk penghitungan jumlah mata tunas. Berdasarkan penghitungan, jumlah mata tunas bervariasi, yaitu 1, 2 dan 3. Nodus ketiga ranting diketahui memiliki jumlah mata tunas terbanyak dan digunakan sebagai acuan pengambilan sampel pembuatan sediaan histologis melalui metode parafin dengan pewarna seri safranin-fast green. Berdasarkan pengamatan mikroskopis sayatan melintang (cross section) dan memanjang (long section) nodus ketiga ranting, terlihat bahwa dari nodus bagian basal mata tunas pertama (tunas primer), dapat terbentuk mata tunas kedua dan ketiga (tunas sekunder). Adapun asal pembentukan kedua mata tunas sekunder tersebut, tidak berasal dari nodus yang sama. Dengan demikian, branch complement pada ranting G. apus di alam adalah berasal dari satu tunas primer yang nodus basalnya mampu membentuk tunas sekunder. Sehingga diketahui tipe branch complement pada ranting G. apus adalah unrestricted monoclade. Selanjutnya, berdasarkan asal pembentukan branchiiiPola percabangan..., Saifudin, FMIPA UI, 2007ivcomplement tersebut, dapat pula diketahui bahwa pola percabangan pada ranting G. apus di alam adalah pola percabangan tunggal (single branching). |