Tanaman temulawak telah dikenal memiliki banyak khasiat dan telah dipakai turun menurun sebagai tanaman obat. Pemanfaatan minyak atsiri temulawak sebagai antibakteri dengan komponen xanthorrizol didalamnya cukup potensial bila diaplikasikan ke dalam sediaan obat kumur. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri temulawak dengan berbagai variasi formula yang dikombinasikan dengan enzim-enzim seperti laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim, serta papain. Berbagai variasi formula tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan uji Kadar Hambat Minimal (KHM) melalui metode dilusi dan pengujian stabilitas fisik sediaan terhadap berbagai variasi suhu, yaitu penyimpanan pada suhu rendah (4°C ± 2°C), suhu kamar (28°C ± 2°C), dan suhu tinggi (40°C ± 2°C) selama 8 minggu dengan parameter pengamatan organoleptis dan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan obat kumur yang mengandung minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) memiliki aktivitas antibakteri terhadap salah satu bakteri penyebab bau mulut yaitu Porphyromonas gingivalis, dengan nilai KHM pada masing-masing formula yaitu pada kadar 50% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak; kadar 40% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim; kadar 50% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan enzim papain; dan kadar 40% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim, serta enzim papain. Hasil pengujian stabilitas fisik sediaan menunjukkkan sediaan-sediaan obat kumur tersebut cenderung stabil pada penyimpanan suhu rendah (4°C ± 2°C). |