Naskah yang berisi teks Serat Yusup ini merupakan alih aksara yang dibuat di Panti Boedaja pada tahun 1935, disalin dari sebuah naskah lontar asal Sampang, Madura, yang diidentifikasikan sebagai ?lontar Th.P. NR 404?, yaitu naskah yang dikoleksikan oleh Pigeaud untuk KBG, dengan ciri no. 404. Di dalam koleksi FSUI tidak terdapat lagi lontar Jawa. Keberadaan dan identifikasi naskah babon tidak diketahui. Salinan ketikan ini dibuat rangkap empat. Selain FSUI/CI.119 ini, lihat eksemplar lain pada MSB/L.360, G 83, dan Lor 6690. Daftar pupuh: 1) asmaradana; 2) sinom; 3) sal; 4) pangkur; 5) sinom; 6) durma; 7) sinom; 8) durma; 9) pangkur; 10) sinom; 11) pangkur; 12) asmaradana; 13) durma; 14) sinom; 15) pangkur; 16) sinom; 17) asmaradana; 18) sinom; 19) pam; 20) durma; 21) sinom; 22) pangkur; 23) durma; 24) sinom; 25) durma; 26) sinom; 27) durma; 28) pangkur; 29) asmaradana. Yusuf diceritakan sebagai putra kedelapan dari sepuluh bersaudara, anak Nabi Yakub. Ia bersama Bunyamin dan Jaina adalah saudara lain ibu dari ketujuh orang kakaknya: Yahuda, Sarigul, Lawi, Yasuhul, Jabulun, Samangun, dan Nusi. Sedari kecil Yusuf telah mendapat perlakuan kasar dari kakak-kakaknya yang senantiasa merasa iri, karena di samping kasih sayang yang diterima Yusuf dari ayahnya lebih hangat daripada kepada mereka, juga ketampanan wajah Yusuf yang sering menjadi buah bibir sehingga membuat mereka merasa tersaingi. Tatkala niat untuk membunuh Yusuf dilaksanakan oleh ketujuh orang kakaknya di sebuah sumur, Allah memberikan pertolongan kepada Yusuf melalui saudagar yang bernama Malik. Setelah itu Yusuf diangkat anak oleh Malik yang untuk selanjutnya dijual dengan nilai tukar yang sangat tinggi kepada Raja Mesir yang tengah membutuhkan seorang anak laki-laki. Arkian sebelum Yusuf dijual kepada Raja Mesir, tersebutlah seorang putri raja Temas bernama Jaleka yang bermimpi bertemu dengan seorang pemuda cakap lagi tampan. Putri Jaleka kemudian pergi ke Mesir, namun ia tidak menjumpai pemuda impiannya tersebut tetapi justru lalu ia ? dengan terpaksa ? diperisteri oleh Raja Mesir yang tidak dicintainya. Suatu ketika Permaisuri Jaleka bersemuka dengan Yusuf secara tidak disengaja, maka seketika teringatlah ia akan mimpinya dahulu. Mulai saat itu mulailah ia berusaha merebut perhatian Yusuf, baik dengan cara yang halus maupun secara terang-terangan. Yusuf menolak dengan tegas keinginan Permaisuri Jaleka, akhirnya difitnah dan selanjutnya dipenjarakan dengan dakwaan ingin berbuat nista terhadap Permaisuri Jaleka. Yusuf yang dikaruniai kelebihan dari Allah, yakni mampu membaca arti mimpi seseorang, menolong menjelaskan mimpi dua orang tahanan lainnya yang ternyata mantan pelayan istana. Ramalannya yang jitu terhadap mimpi kedua pelayan tersebut akhirnya akan membawanya keluar dari rumah para pesakitan yang telah lama dihuninya. Salah seorang pelayan yang pernah ditolong oleh Yusuf, menyampaikan saran kepada Raja Mesir tatkala Raja Mesir tersebut tengah dilanda kesulitan untuk menemukan jawaban dari mimpi yang dialaminya. Yusuflah yang akhirnya mampu memberikan makna mimpi yang dimaksud. Setelah dibebaskan tidak berapa lama Yusuf dinobatkan menjadi Raja Mesir. Berkat kekuasaan dan kemurahan Allah, Jaleka yang usdah lanjut usia kembali dimudakan lahir dan batinnya untuk dipersandingkan dengan Yusuf. Yusuf yang telah menjadi Raja Mesir juga tidak melupakan orang-tua dan saudara-saudaranya. Mereka semua diajak ikut merasakan kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Teks cerita Yusuf dalam naskah ini dibandingkan dengan edisi cetakan yang dikeluarkan oleh Balai Pustaka, maupun berbagai redaksi dalam koleksi Van der Tuuk yang dikemukakan oleh J.A. Brandes (III: 361-370) menunjukkan adanya perbedaan, yakni jumlah pupuhnya lebih banyak (29 buah). Namun demikian adapula beberapa buah pupuh yang sama di antara keduanya. Lihat Serat Yusup edisi cetakan yang diterbitkan Bale Poestaka (Batavia Centrum, 1941). Bandingkan pula dengan kupasan tentang Serat Yusup dalam analisis dalam Titik Pudjiastuti berjudul Peranan Serat Yusup di dalam Kehidupan Masyarakat Jawa (Jakarta: FSUI, 1984). |