:: Naskah :: Kembali

Naskah :: Kembali

Losse aanteekeningen Van R. Pujaharja

([publisher not identified], [date of publication not identified])

 Abstrak

Catatan-catatan lepas R. Pujaharja ini, dikerjakan mulai tanggal 1 April 1928 sampai dengan tanggal 13 Oktober 1929. Atas prakarsa Th. Pigeaud, catatan tersebut disalin ketik menjadi satu naskah, pada Agustus 1932, di Yogyakarta. Salinan dibuat sebanyak empat eksemplar, kini tiga diantaranya dapat dijumpai di koleksi FSUI (W 27.01 a-c). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm. Catatan asli Pujaharja (beraksara Jawa dan Latin), dapat dilihat dalam LL.104. Catatan-catatan tersebut berisi sejumlah petikan cerita, dan berbagai tata cara yang diambil dari beberapa naskah. Petikan-petikan tersebut adalah: 1. Cerita Ni Dhok, Ni Dhiwut, Ni Oncit, Ni Antik, Ni Thowok, Ni Korek (h.1), berisi permainan anak perempuan dengan barang-barang bekas perabotan rumah tangga, misalnya: siwur, sapu, dan sebagainya, yang kemudian dibuat semacam boneka dan dipermainkan pada waktu malam di saat terang bulan, di tengah lapangan atau tanah yang luas. Permainan ini didukung oleh mantra-mantra sehingga mampu menggerakkan boneka tersebut; 2. Lampahing Kapal (h.6), berisi tata cara mengendarai kuda; 3. Jaran Guyang (h.7), memuat ajian mantra jaran guyang, yaitu mantra pemikat wanita; 4. Okol (h.12), Okol adalah semacam olah raga gulat tradisional. Pada masyarakat Surabaya, pertandingan okol ini diselenggarakan pada saat hajatan misalnya pernikahan, sunatan, dan sebagainya. Permainan okol ini dilakukan dalam satu lingkaran dengan satu juri dan peraturan yang sangat sederhana; 5. Palagara (h.13), teks berisi ketentuan mas kawin (mahar) yang harus dibayarkan mempelai pria. Mas kawin tersebut selain digunakan untuk membayar pernikahan, juga digunakan untuk membeli alat-alat pertanian; 6. Santri's (h. 14), berisi beberapa catatan tentang Santri; 7. Kaartspelen: kartu lima, totohan, berisi penjelasan/keterangan tentang permainan kartu kecil (kartu lima). 8. Talaga Ngebel, berisi cerita tentang asal mula terjadinya Telaga Ngebel; 9. Pak Pocung (h.26), berisi dolanan anak pada waktu terang bulan. Yang dimainkan oleh anak laki-laki; 10. Nini Kalisen (h.27), permainan anak ini diikuti oleh anak laki-laki maupun anak perempuan, cara permainannya sama dengan permainan bapak pocung; 11. Woorden (h.28), berisi uraian tentang obat-obatan, daftar kata dialek daerah berikut keterangannya; 12. Topeng (h.29), berisi keterangan tentang bahan-bahan yang dipakai untuk membuat topeng, cara mcmbuatnya, serta pakaian-pakaian yang digunakan dalam pertujukan topeng tersebut. Pertujukan topeng ini mengambil cerita dari lakon wayang, seperti Prabu Baladewa, atau cerita panji, misalnya lakon Gunungsari, dan cerita humor seperti lakon Bancak-Doyok atau Pentul; 13. Thithit Thuwit (h.32), berisi keterangan tentang kesenian rakyat pedesaan. Pementasan dilakukan oleh satu orang, yang berdandan sedemikian rupa sehingga menyerupai burung raksasa, pemain tersebut memegang terompet dan kendang. Kesenian ini lama-kelamaan dilarang karena disalahgunakan sebagai sarana perdagangan narkotika; 14. Kathoprak, lakon Jaka Panggih (h.35), penulis teks ini pertama kali melihat pementasan ketoprak pada tahun 1915. Keterangan yang didapat menyebutkan bahwa, pertujukan ketoprak itu pada mulanya sangat sederhana, yang kemudian berkembang seperti sekarang ini, misalnya lakon Jaka Penggih tersebut; 15. Andhe-Andhe Lumut (h.51), cerita ini sudah terkenal sejak jaman dahulu. Menurut catatan pengarang, cerita Andhe-Andhe Lumut ini sangat populer pada tahun 1877. Orang yang mempopulerkan cerita ini adalah wanita Kediri yang berasai dari Salatiga (Semarang), bernama Mbok Karya Semita. Menurut catatan pengarang, pementasan pertama dilakukan di Yogyakarta. Pada awalnya pementasan cerita ini sangat sederhana, hanya dimainkan oleh 7 orang, 4 orang menari dan 3 orang mengiringi. Sarana iringan yang dipergunakan adalah: angklung, gong dari bambu, dan kendang; 16. Bersih Desa, merti desa, lakon Bondhan Rambutan (h.67). Tradisi ini dilaksanakan di desa Luk Sanga, Kediri. Diawali ketika desa tersebut mengalami musibah, yaitu dengan kedatangan seekor macan putih yang selalu minta korban berupa tubuh kepala desa. Lurah Sogol yang baru diangkat menjadi kepala desa pada tahun 1872, dianjurkan oleh seorang paranormal bernama Ki Reksajaya untuk mengadakan pertunjukan wayang sehari semalam pada waktu bersih desa, setiap tanggal 15 Ruwah. Pemilihan lakon pada siang hari dapat dilakukan dengan bebas, sedangkan pada malam hari harus mengambil lakon Bondan Rambutan. Dalang yang diperkenankan mempergelarkan wayang tersebut harus dalang yang sungguh-sungguh keturunan dalang sejati, misalnya dalang Candatirta, dalang Clongop, dalang Paliman dan dalang Pinta; 17. Woorden (h.87), berisi daftar peralatan pertukangan beserta keterangannya, dan daftar gendhing untuk mengiringi pertunjukan kethek ogleng; 18. Slametan kol (h.88), tradisi ini dilakukan setiap tahun, yang diadakan pada tanggal, hari, dan bulan meninggalnya orang tua. Tujuan selamatan tersebut adalah untuk mengirim doa kepada arwah orang yang sudah meninggal dunia; 19. Kinderspel Pidak Jempol atau Gobag Telek (h.88), berisi keterangan tentang dolanan anak Pidak Jempol. Permainan ini dapat dilakukan 3, 4 atau 5 orang. Anak yang jaga berada di tengah lingkaran, yang lain di luar. Siapa yang terinjak jempolnya di luar lingkaran menggantikan yang berada di dalam lingkaran; 20. Punggahan, Pudhunan, Prepegan, dan Sawalan (h.88). Upacara Punggahan selalu jatuh pada tanggal 29 Ruwah menjelang bulan puasa. Tujuannya, ialah mengirim doa kepada leluhur yang telah meninggal dunia, serta memohon agar yang ditinggalkan mendapatkan kebahagiaan. Upacara Pudhunan jatuh pada tanggal 30 Ramadhan, dengan tujuan yang sama dengan upacara Punggahan. Sedangkan upacara Sawalan jatuh pada tanggal 8 Sawal; tujuan upacara ini adalah untuk anak kecil yang meninggal dunia, agar arwahnya selalu gembira di dalam surga, serta untuk mengirim doa kepada sanak saudara yang sudah meninggal; 21. Woorden (h.90), berisi daftar kata berikut keterangannya yang menerangkan antara lain: brengos serob, kalurung, rema bontit tumibeng gigir, ngecombar, klapa sumesek, iwak lumingsir, wanci tumiling, dan sebagainya; 22. Surabasa (h.97), berisi tata bahasa Jawa dengan contoh kalimat/ungkapan Jawa, serta contoh latihan melengkapi kalimat.

 File Digital: 1

Shelf
 LL.103-W 27.01a_Losse_aanteekeningen_Van_R. Pujaharja.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : LL.103-W 27.01a
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
Sumber Pengatalogan:
ISBN:
Tipe Konten:
Tipe Media:
Tipe Carrier:
Edisi:
Catatan Seri:
Catatan Umum: Aks. Latin ; Prosa ; ditulis di atas kertas HVS ; Rol 168.05
Deskripsi Fisik: 220 hlm. ; 33 baris/hlm. ; 34.6x22 cm.
Lembaga Pemilik: Universitas Indonesia
Lokasi: Perpustakaan UI, Lantai 2
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
LL.103-W 27.01a TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20188849