:: UI - Skripsi Open :: Kembali

UI - Skripsi Open :: Kembali

Peran komisi kebenaran dan persahabatan dalam penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia di Timur Leste

Wina Aesthetica; Sri Setianingsih Suwardi, supervisor; Adijaya Yusuf, supervisor (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009)

 Abstrak

Suatu prinsip yang dikenal oleh masyarakat internasional dalam penyelesaian sengketa adalah prinsip penyelesaian secara damai, yang dituangkan dalam Pasal 1 Konvensi Den Haag Tahun 1907. Prinsip penyelesaian sengketa secara damai kerap menemui masalah ketika akan diterapkan untuk menyelesaikan persengketaan, terutama mengenai masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang dewasa ini telah berkembang menjadi hal yang sangat penting dalam dunia internasional. Faktor tersulit dalam penegakan HAM berasal dari adanya kesulitan dalam mempersepsikan HAM itu sendiri dan terdapatnya hal-hal yang dapat menghambat penegakan HAM di dalam suatu negara, seperti adanya prinsip kedaulatan dan prinsip non-intervensi. Dewasa ini penegakan HAM sudah dianggap menjadi masalah internasional dan menjadi tanggung jawab internasional, oleh karena itu suatu negara tidak dapat lagi mengklaim bahwa masalah pelanggaran HAM di wilayahnya semata-mata merupakan yurisdiksi domestiknya. Salah satu kasus yang mencolok di Indonesia adalah rangkaian pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur pada masa sebelum dan setelah pelaksanaan Jajak Pendapat pada tahun 1999 untuk menentukan status wilayah Timor Timur. Kasus ini menjadi sorotan publik dan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan ini dilakukan. Telah dicoba penyelesaian melalui Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, akan tetapi masalah ini tak kunjung selesai. Pada tahun 2004 Indonesia dan Portugal menyetujui untuk memulai usaha bilateral dalam bentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Secara garis besar, Komisi ini berfungsi mewujudkan rekonsiliasi melalui pengungkapan fakta kebenaran mengenai pelanggaran HAM yang dilaporkan, mengeluarkan laporan yang meluruskan persepsi mengenai catatan sejarah bersama dari pelanggaran HAM yang dilaporkan terjadi pada masa itu, serta merumuskan cara-cara dan rekomendasi langkah-langkah untuk dapat menyembuhkan luka lama terkait kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut. Apabila dibandingkan dengan Komisi-komisi sebelumnya, yaitu KPP-HAM yang lebih mengutamakan penuntutan melalui persidangan dan KKR yang tidak sukses menjalankan proses rekonsiliasi setelah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR dinyatakan tidak berkekuatan hukum melalui judicial review oleh Mahkamah Konstitusi, KKP dapat dikatakan cukup berhasil menerapkan prinsip penyelesaian sengketa secara damai terkait pelanggaran HAM.

Among the common principles in settlement of international disputes known to the international public is the principle pacific settlement of disputes, which can be found in Article 1 of 1907 Hague Convention. The principle of pacific settlement of disputes often becomes troublesome in its application, particularly regarding cases of violations of human rights. The hardest factor in the enforcement of human rights comes from difficulties in recognizing the perception of human rights itself and other things that could hamper the enforcement of human rights in a country, like the principle of sovereignty and the principle of non-intervention. Lately, the enforcement of human rights has been regarded as an international importance and has become an international responsibility. Hence, countries can no longer claim that a matter of human rights violation lies solely within its domestic jurisdiction. One of the key cases in Indonesia is the series of human rights violations that happened in East Timor during and after the public consultation held in 1999 to determine the status of the region. The case came under the public spotlight and there had been many attempts to settle the dispute as soon as possible. There have been attempts of dispute settlement through an ad hoc human rights trial body and through Commission of Truth and Reconciliation, but both attempts did not succeed. In 2004, Indonesia and Timor Leste agreed upon starting a bilateral attempt in the form of the Commission Of Truth And Friendship. In a glance, the Commission strived to promote reconciliation through the establishment of a report to clear up the misperceptions concerning the history of the violations of the human rights that had happened in the past, also to formulate ways and recommend steps to be taken in order to heal the wounds of the past, regarding the said violations of human rights. In comparison to previous Commissions, namely KPP-HAM which strived for prosecution through trial and KKR which failed to carry out its mandates, after Law Number 27 of 2004 regarding KKR was deemed no longer valid after a verdict by the Constitutional Court. CTF has been thought to be quite successful in applying the principle of pacific settlement of disputes in regard of violations of human rights.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : S26247
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : xiv, 150 hlm. ; 29 cm. + lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S26247 14-21-13289457 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20200100