Skripsi ini membahas tentang promosi serta pemasaran obat keras menurut hukum dan etika yang berlaku di Indonesia. Obat keras adalah obat yang hanya dapatdiperoleh melalui resep yang dikeluarkan oleh dokter. Kegiatan pemasaran dan promosi obat keras yang dilakukan oleh perusahaan farmasi terkait dengan beberapa aspek hukum serta kode etik karena terdapat beberapa stakeholders, seperti perusahaan farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), medical representative, dokter, apoteker, dan konsumen. Ketentuan hukum mengenai promosi obat diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 Tentang Promosi Obat, sedangkan ketentuan etik tentang pemasaran obat keras diatur dalam Kode Etik IPMG tentang Pemasaran Produk Farmasi, Kode Etik Pemasaran Usaha FarmasiIndonesia untuk Produk Etikal, dan Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat. Terdapat berbagai macam pemasaran dan promosi obat keras, diantaranya adalah detailing, mailing, sponsor untuk kegiatan ilmiah, dan sebagainya. Namun banyak juga terjadi pelanggaran-pelanggaran, misalnya adalah adanya kerjasama antara perusahaan farmasi dengan dokter dalam penulisan resep, dimana adanya imbalan yang diberikan oleh perusahaan farmasi kepada dokter sehingga mengganggu independensi dokter. Imbalan-imbalan tersebut berupa uang, hadiah, dan/ataubarang-barang mewah. Seperti PT. Takeda Indonesia yang selain melakukan promosi sesuai dengan ketentuan hukum, PT. Takeda Indonesia juga tunduk kepada Kode Etik IPMG, dimana kode etik tersebut memperbolehkan pemberianhadiah pada acara keagamaan tertentu. Oleh karena itu, fungsi pengawasan oleh Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan, asosiasi perusahaan farmasi, asosiasi tenaga kesehatan dan masyarakat harus ditingkatkan, baikterhadap pelanggaran-pelanggaran maupun terhadap ketentuan kode etik yang saling bertentangan. |