Perjanjian factoring (Anjak Piutang) ditinjau dari beberapa aspek hukum perjanjian nasional
Anita Tarmizi;
Wahyono Darmabrata, supervisor
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990)
|
Hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Skripsi, Ketiga KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , Ketertiban Umum dan Kesusilaan. Jadi, sistem terbuka mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian (berkontrak) sesuai dengan pasa 1338 KUHPerdata. Selanjutnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya diatur secara khusus beberapa perjanjian saja (perjanjian bernama). Jadi, ada perjanjian-perjanjian lainnya yang tidak diatur dalam KUHPerdata (onbenoemde overeenkomst atau perjanjian yang tidak mempunyai nama khusus) sehingga bisa mengikuti perkembangan masyarakat dan kemauan para pihak. Salah satu jenis perjanjian yang tidak bernama, yang baru beberapa tahun ini diperkenalkan di Indonesia adalah Factoring (Anjak Piutang). Sedangkan dinegara-negara Barat Factoring (Anjak Piutang) sudah dikenal sejak tiga puluh tahun yang lalu. Factoring (Anjak Piutang) itu sendiri adalah bentuk pembiayaan dalam bentuk pengalihan piutang perusahaan kepada perusahaan Factor. Tujuan digunakannya Factoring (Anjak Piutang) di Indonesia adalah untuk membantu produsen dalam mengatasi "cash flow" perusahaannya, dimana akhir-akhir ini sering dilakukan penjualan secara kredit. Perusahaan Factor atau yang lazimnya disebut Factor, membeli piutang nasabah atau klien yang timbul ยท sebagai akibat dari transaksi dagang, biasanya dilakukan secara terus menerus, sehingga nasabah atau klien pada dasarnya sekaligus memindahkan urusan penagihan dan pembukuan piutangnya kepada Factor. Di Indonesia sendiri, peraturan yang secara khusus mengatur tentang Factoring (Anjak Piutang) ini belum ada, tetapi hanya diatur secara umum dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Perobiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan. No. 1251/KMK.O13/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Sehingga sebagai suatu lembaga hukum perjanjian yang relatif baru, factoring (anjak piutang) perlu ditelaah lebih jauh daripada sekedar dikenai masyarakat terbatas sebagai suatu cara pembiayaan perusahaan atau cara pengalihan piutang perusahaan (produsen) keperusahaan Factor. Sampai berapa jauhkah suatu perjanjian (kontrak) factoring (anjak piutang) ditunjang olen peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Sehubungan dengan adanya rencana pembentukan suatu hukum perjanjian nasional yang akan dapat memenuhi aspirasi bangsa kita, maka yang menjadi masalah adalah sampai berapa jauhkan kehadiran lembaga factoring (anjak piutang) ini dapat memberikan masukan-masukan (input) baik yang merupakan asas-asas umum maupun yang berbentuk konstruksi penerapan perjanjian. |
S20521-Anita Tarmizi.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S20521 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | vi, 148 pages ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S20521 | 14-22-43177405 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20202758 |