Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dalarn beberapa dekade belakanganini berkembang sangat pesat, terutarna sejak berakhirnya Perang Dunia ke-2. Diantarakemajuan di bidang kedokteran yang saat ini banyak diminati orang adalah bidang bedahplastik (plastic surgery). Menurut Ensiklopedi Indonesia, bedah plastik adalah cabangilmu bedah yang mempelajari cara melakukan perbaikan bentuk organ tubuh yang tidaksempurna (hal.269-270). Oleh sebab itu tujuan dati ilmu yang di Indonesia dikembangkanpertama kali oleh Prof Moenadjat Wiraatmaja adalah untuk peningkatan fungsi organtubuh yang tidak/kurang sempurna serta mengurangi kecacatan yang mengganggu.Dalam perkembangannya, ternyata ilmu bedah plastik ini juga dipergunakan untukmempercantik diri, memperbaiki penampilan fisik yang dirasa kurang sempurna meskitidak cacat. Melalui pemaduan dengan ilmu kecantikan, maka lahirlah ilmu bedah kosmetik(cosmetic surgery). Tindakan-tindakan dalam bidang bedah plastik biasanya barn dapatdikatakan berhasil bila pasien puas setelah tindakan itu dilakukan. Namun hila yang terjadisebaliknya, pasien merasa tidak puas akan hasilnya maka besar kemungkinan hal ini akanmenjadi masalah hukum. Narnun mungkinkah hila pasien tidak puas itu berarti adakesalahan dokter? Tentu perlu ditelaah lebih jauh lagi, misalnya apakah tindakan doktersudah sesuai dengan Standar Profesi? Memang kasus tuntutan terhadap kegagalan operasimenunjukkan peningkatan bila kita baca di surat kabar belakangan ini. Hal ini karenadalam tindakan bedah plastik terdapat banyak aspek hukumnya. Salah satu aspekhukumnya adalah bahwa hubungan dokter dengan pasien dalarn bidang bedah plastik initermasuk Inspanningverbintenis dan bukan Resultaatverbintenis. Artinya bahwa dok1ertidak dapat menjamin hasil dari setiap tindakan bedah plastik tetapi hanya akan berupayasemaksimal mungkin. Juga perihal kewenangan yakni dokter apa yang berwenang untukmelakukan tindakan bedah plastik itu? Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatanselain Dokter Spesialis Bedah Plastik, yang berwenang juga Dokter Spesialis THT,Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Tentunya kewenangantersebut tergantung pada bidang spesialisasinya. Juga seorang dokter yang melakukantindakan bedah plastik harus tetap memperhatikan hak-hak pasien, khususnya penerapanhak atas informed consent. Dengan informasi itu diharapkan pasien tidak akan mempunyaiharapan yang berlebihan akan hasilnya, tapi juga tidak merasa takut yang tidak wajar pula.lni akan banyak memberi manfaat kepada pasien maupun dokternya serta dapat menghindari dati tuntutan malapraktek medis. Hal yang disebutkan di atas hanyalahsebagian kecil dari masalah-masalah hukum yang timbul dari tindakan bedah plastikdisarnping masalah lain seperti bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit bilaterjadi malapraktek, bagaimana aturan hukum yang ada mengenai penyelenggaraanbedah plastik yang mempunyai keunikan dan kekhususan dibanding tindakan bedah lain.Oleh sebab itu menarik penulis untuk mengungkap lebih jauh hal itu dalam skripsi ini. |