Salah satu cabang dari teknologi yang berkembang pesat adalah bioteknologi. Kloning sebagai salah satu obyek penelitian bioteknologi dalam dua tahun terakhir ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dunia. Penemuan baru kloning terhadap mamalia (domba) dewasa telah mengejutkan dunia. Dari hasil penemuan tersebut didapatkan domba yang sama persis dengan induknya, tanpa melalui proses pembuahan terlebih dahulu. Keberhasilan kloning terhadap domba membuat sementara orang bertanya bukankah manusia juga mamalia yang berpotensi untuk diklon. Sejumlah pakar urun bicara dalam masalah ini. Secara teoritis manusia dapat diklon, dan mempunyai peluang keberhasilan, kendati entah kapan kloning terhadap manusia ini dapat diterapkan. Dengan terbukanya kesempatan mengklon manusia, timbullah perdebatan yang menarik, bukan hanya dari kalangan ilmuwan bioteknologi, namun juga dari kalangan agamawan, etikawan, bahkan negarawan. Kloning terhadap manusia membawa perdebatan terutama mengenai masalah etika dan moral. Kloning terhadap manusia dianggap mengabaikan nilai-nilai etika, moral serta ketuhanan. Pendapat-pendapat para pakar tersebut merupakan usaha mereka, dalam bidangnya masing-masing, menentang penerapan teknologi kloning tersebut pada manusia. Di tengah meredanya polemik mengenai kloning terhadap manusia, di Korea, sebuah universitas mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mengklon manusia, kendati operasi tersebut akhirnya dihentikan, sebelum berhasil pada tahap "menciptakan" manusia. Dalam tatanan hukum, sebenarnya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan secara tersirat memberikan kualifikasi mengenai anak, yaitu seorang yang dilahirkan melalui tahap atau proses pembuahan terlebih dahulu . Kualifikasi ini secara mutlak berlaku terhadap ketentuan-ketentuan mengenai anak yang terdapat dalam Undang-undang ini. Dengan adanya kualifikasi ini sebenarnya memberikan suatu gambaran bahwa anak yang diharapkan/dikehendaki oleh Undang-undang Perkawinan adalah anak yang dilahirkan melalui tahap atau proses pembuahan terlebih dahulu. Anak-anak yang dilahirkan tanpa melalui proses pembuahan terlebih dahulu, adalah anak-anak yang tidak diharapkan oleh Undang-undang Perkawinan. Dengan demikian, anak yang dilahirkan melalui penerapan teknologi kloning adalah anak yang tidak diharapkan oleh Undang-undang Perkawinan, yang berarti pula terhadap anak ini tidak berlaku ketentuan-ketentuan mengenai anak, termasuk ketentuan mengenai status anak. Anak kloning berstatus vacuum of status, yang tak mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya. |