Full Description
| Cataloguing Source | LibUI ind rda |
| Content Type | text (rdacontent) |
| Media Type | computer (rdamedia) |
| Carrier Type | online resource (rdacarrier) |
| Physical Description | v, 134 pages ; 28 cm + appendix |
| Concise Text | |
| Holding Institution | Universitas Indonesia |
| Location | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
- Availability
- Digital Files: 1
- Review
- Cover
- Abstract
| Call Number | Barcode Number | Availability |
|---|---|---|
| S-Pdf | 14-21-019768281 | TERSEDIA |
| No review available for this collection: 20204864 |
Abstract
ABSTRAK
Adanya suatu wilayah tertentu, sampai sekarang tetap merupakan syarat mutlak akan adanya negara. Atas wilayah tersebutlah suatu negara melaksanakan kedaulatannya. Selama bertahun-tahun Sahara Barat merupakan suatu wilayah yang kurang dikenal dan kurang mendapatkan perhatian dari para pengamat hukum internasional. Tetapi dalam 12 tahun terakhir ini wilayah tersebut mulai menjadi pusat perhatian disebabkan timbulnya suatu sengketa antara Maroko dan Polisario yaitu suatu gerakan yang mewakili rakyat Sahrawi dalam perjuangan kemerdekaan Sahara Barat. Sengketa tersebut timbul setelah dicabutnya klaim Hauritania atas Sahara Barat bagian selatan berdasarkan persetujuan Madrid tahun 1975, yang membagi Sahara Barat kepada Maroko dan Mauritania. Maroko kemudian menganeksasi wilayah ini menjadi bagian dari kedaulatan wilayahnya. Pengambil alihan wilayah Sahara Barat bagian selatan ini jelas bertentangan dengan hukum internasional mengenai perolehan wilayah. Disamping itu, aneksasi Haroko terhadap Sahara Barat membawa konsekwensi hukum tentang penggkuan. Atas dasar tersebut diatas, Hukum internasional masih memerankan peranannya untuk menyelesaikan masalah ini melalui penerapan konsep hak menentukan nasib sendiri. (FH)
Adanya suatu wilayah tertentu, sampai sekarang tetap merupakan syarat mutlak akan adanya negara. Atas wilayah tersebutlah suatu negara melaksanakan kedaulatannya. Selama bertahun-tahun Sahara Barat merupakan suatu wilayah yang kurang dikenal dan kurang mendapatkan perhatian dari para pengamat hukum internasional. Tetapi dalam 12 tahun terakhir ini wilayah tersebut mulai menjadi pusat perhatian disebabkan timbulnya suatu sengketa antara Maroko dan Polisario yaitu suatu gerakan yang mewakili rakyat Sahrawi dalam perjuangan kemerdekaan Sahara Barat. Sengketa tersebut timbul setelah dicabutnya klaim Hauritania atas Sahara Barat bagian selatan berdasarkan persetujuan Madrid tahun 1975, yang membagi Sahara Barat kepada Maroko dan Mauritania. Maroko kemudian menganeksasi wilayah ini menjadi bagian dari kedaulatan wilayahnya. Pengambil alihan wilayah Sahara Barat bagian selatan ini jelas bertentangan dengan hukum internasional mengenai perolehan wilayah. Disamping itu, aneksasi Haroko terhadap Sahara Barat membawa konsekwensi hukum tentang penggkuan. Atas dasar tersebut diatas, Hukum internasional masih memerankan peranannya untuk menyelesaikan masalah ini melalui penerapan konsep hak menentukan nasib sendiri. (FH)