Penyelesaian sengketa melalui mekanisme Kepailitan di Pengadilan Niaga adalah merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa melalui Pengadilan untuk menyelesaikan sengketa utang piutang yang efektif mengingat jangka waktu penyelesaian melalui Pengadilan Niaga yang relatif cepat dimana putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pernyataan pailit didaftarkan. Untuk dapat dinyatakan pailit harus memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) yaitu Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam hal terjadi suatu sengketa dalam bidang jasa konstruksi yang mana pihak Bouwheer selaku Pemberi Kerja tidak melaksanakan kewajibannya melakukan pembayaran kepada Kontraktor yang membentuk Joint Operation selaku Penerima Kerja, maka pihak Kontraktor tersebut dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga. Namun demikian agar pihak Bouwheer dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka dalam hal Bouwheer tidak memiliki kreditor lain, maka Kontraktor yang membentuk Joint Operation tersebut harus membuktikan di depan Persidangan, bahwa Kontraktor yang membentuk Joint Operation tersebut dapat memenuhi unsur yang ditetapkan dalam Pasal 2 UU Kepailitan dan PKPU. Selain daripada itu, di dalam hal Bouwheer telah dinyatakan pailit oleh Putusan Pernyataan Pailit, UU Kepailitan dan PKPU tetap memberikan kesempatan kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan perdamaian yang waktunya ditentukan oleh UU Kepailitan dan PKPU. Oleh karena itu dalam penelitian ini Penulis berupaya untuk mengkaji apakah Kontraktor yang membentuk Joint Operation termasuk dalam kreditor yang dapat memenuhi syarat-syarat dalam kepailitan dan apakah upaya perdamaian tetap dapat dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa meskipun jangka waktu yang ditetapkan dalam UU Kepailitan dan PKPU telah terlampaui. Dispute settlement through bankruptcy mechanism in Commercial Court is one of the most effective alternative dispute resolution through the courts to resolve disputes of debts considering the period of completion through commercial court which relatively fast where the verdict of bankruptcy declaration petition shall be made at the latest 60 (sixty) days since the date of bankruptcy declaration petition has been registered. To be declared bankrupt must fulfill the elements which mentioned in Article 2 of Law No. 37 of 2004 about Bankruptcy (Bankruptcy Law) that is Debtor who has two or more one debt which maturity and billable. In the case of disputes in the field of construction services which Bouwheer (Owner) as employer did not fulfill their obligation to make payment to Contractors which make Joint Operation as employer, then the Contractors may submit a bankruptcy declaration petition to Commercial Court. However, in order to the owner can declared bankrupt by Commercial Court, then in terms of the owner did not has another creditors, the creditors which make Joint Operation should prove in front of the court that the contractors which make Joint Operation can comply the elements which mentioned in Article 2 of Bankruptcy Law. Moreover, in term of the owner has been declared bankrupt by the verdict of bankruptcy, the bankruptcy of Law in Indonesia still provide the opportunities to the disputing parties to make settlement or conciliation which the time prescribed by law. Therefore, in this study the author seek to assess whether the contractors which make Joint Operation included in creditors which can fulfill the elements in bankruptcy of law and whether the settlement effort still can be implemented by the disputing parties even though the period which mentioned in bankruptcy of law have been exceeded. |