Keraton Surakarta merupakan lingkungan adat yang memiliki hukum adatnya sendiri, termasuk mengenai kewarisan. Berlainan dengan masyarakat Jawa pada umumnya, keluarga Keraton Surakarta memiliki prinsip tersendiri dalam menerapkan masalah pewarisannya terutama dalam pewarisan tahta kerajaan. Dalam pengangkatan raja di Keraton Surakarta, maka kedudukan anak laki-laki raja dari permasuri lebih diutamakan, sesuai dengan prinsip pancer lanang. Pewarisan tahta kerajaan ini sering menimbulkan konflik dalam prosesnya. Yang paling hangat adalah kasus Raja Kembar, masih berlangsung sampai sekarang. Konflik terjadi karena Paku Buwono XII tidak memiliki permaisuri dan meninggal tanpa menunjuk calon raja. Skripsi ini menjabarkan mengenai kedudukan anak laki-laki sangat diutamakan dalam proses pewarisan tahta kerajaan di Keraton Surakarta serta analisa terhadap masalah pewarisan tahta tersebut yang masih berlangsung. Abstract Keraton Surakarta is a custom environment that has its own customary law, including the inheritance. Unlike the Java community in general, Keraton Surakarta family has its own principles in applying the inheritance issue, especially regarding the inheritance of the throne. In the appointment of the king, in Keraton Surakarta, the position of the king?s son of the queen are preferred, in accordance with the principle pancer lanang. Inheritance of the throne is often cause conflicts in the process. The most recent case is Twin Kings, still going on until now. The conflict occurs because Pakubuwono XII had no queen, and died without pointing future king. This study outlines the position of king?s sons is very preferred in the process of inheriting the throne in the Keraton Surakarta and analysis of inheritance of the throne of the problem is still ongoing. |