:: UI - Skripsi Open :: Kembali

UI - Skripsi Open :: Kembali

Penerapan asas praduga bersalah dalam dakwaan tindak pidana pencucian uang : studi kasus analisa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1895 K/Pid.Sus/2009

(Universitas Indonesia, 2011)

 Abstrak

Kriminalisasi perbuatan memproses harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan dengan berbagai macam cara semula bukan merupakan suatu kejahatan tetapi sekarang dianggap sebagai suatu kejahatan. Tidak adanya syarat penyidik dan penuntut umum untuk membuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal, mewajibkan terdakwa membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana yang disangkakan. Akibatnya penyidik maupun jaksa penuntut umum mudah lupa tidak melakukan kewajiban hukum untuk mencermati delik tindak pidana pencucian uang yang didakwakan. Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Tersangka atau Terdakwa dapat melakukan dua perbuatan yakni tindak pidana asal dan pencucian uang, atau satu perbuatan yakni tindak pidana asal atau pencucian uang. Untuk dapat melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, tetapi dugaan penyidik dan penuntut umum terhadap tersangka tentang tindak pidana asal pencucian uang akan sangat menentukan berhasil tidaknya dakwaan. Sebaliknya tindak pidana asal yang tidak jelas akan membuat persidangan berlarut-larut, karena sulitnya menerapkan beban pembuktian terbalik atau pembalikan beban pembuktian dalam ranah hukum berasaskan praduga tak bersalah di Indonesia. Sebagaimana maksud dan tujuan penelitian ini menghasilkan kesimpulan bagaimana dakwaan tindak pidana pencucian uang.

Abstract
Criminalization the undertaking process of generating assets from any kind proceeds of crimes formerly was not classified as a crime, but it was a crime at the moment. Since there was no obligation for investigator and prosecutor to prove the predicate offence in advance, the Act shall oblige the accused to prove his / her assets not derived from related criminal offence. As a result, whether investigator or prosecutor were easy not to clarify and qualify the delict of money laundering offence prosecuted. In the money laundering offence, the suspect could conduct two proceed of crimes, the first was predicate offence and the second was laundering the money; and the second alternative was just predicate offence or just laundering the money. Although to perform investigation, prosecution and examination in the court, they shall not require to proof predicate offence in advance, but their allegation of predicate offence conducted by the accused would be very significant for success or not of their accusation. In contrast, should the predicate offence was obscure, the proofing process would take long proceedings, caused by the difficulties of proofing within the presumption of innocence of law principle in Indonesia. As the purpose and objectives of this research to get conclusion how the prosecution of money laundering offence was.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : S551
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: Universitas Indonesia, 2011
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : xiii, 517 hlm. ; 30 cm. + Lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S551 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20236964